Dua orang lelaki
memasuki ruang pengadilan dan berdiri di depan hakim. Orang yang satu bertubuh
tinggi dan kekar. Wajahnya masih segar dan tampak muda. Usianya sekitar empat
puluh tahun. Sedangkan yang satunya, seorang lelaki yang tampak tua renta. Punggungnya
seperti sudah bongkok. Dia berdiri dengan bertumpu pada tongkatnya.
Lelaku muda berkata, “Wahai Tuan Hakim, aku meminjamkan sepuluh
keping uang emas kepada sahabatku ini. Dia berjanji akan mengembalikannya jika
keadaannya telah membaik. Setiap kali aku meminta, dia selalu menghindar dan
mengelak”.
Sang hakim bertanya
kepada orang tua itu,”Apa yang akan kau
katakan setelah mendengar perkataan temanmu itu?”
Orang tua menjawab, “Kuakui, dia memang pernah meminjamiku
sepuluh keping uang emas, tetapi sudah aku kembalikan, Tuanku.”
Hakim lalu berdiri dan
berkata, “Apakah kau berani bersumpah di
depan pengadilan bahwa kamu telah mengembalikan sepuluh keping uang emas itu
kepada temanmu?”
Orang tua itu langsung
menjawab dengan suara lantang, “Ya, aku
berani, Tuan Hakim”
Sang Hakim berkata, “Baiklah, sekarang angkat tangan kananmu dan
bersumpahlah!”
Orang tua itu menoleh
kepada lelaki muda yang ada disampingnya dan meminta agar lelaki itu
memegangkan tongkatnya sebentar. Dengan begitu, dia mengangkat tangan kanannya
ketika bersumpah.
Orang tua itu pun
mengangkat tangan kanannya dan berkata, “Aku
bersumpah demi Allah bahwa aku telah mengembalikan sepuluh keping uang emas
kepadanya.”
Tuan hakim pun
mengecam lelaki muda yang telah menuduh tidak baik kepada orang tua itu. Lelaki
muda itu seketika minta maaf kepada tuan hakim, mungkin dia telah lupa bahwa
orang tua itu telah mengembalikannya.
Orang tua itu lalu
mengambil kembali tongkatnya, dia hendak pergi dengan bertumpu pada tongkatnya.
Sebelum keduanya pergi meninggalkan pengadilan, tiba-tiba terlintas pemikiran
yang mengejutkan dalam kepala tuan hakim. Dia segera memanggil keduanya.
Keduanya kembali
menghadap tuan hakim.
Lalu, tuan hakim
bertana kepada orang tua, “Apakah kau
bisa memakai tongkat, Pak Tua?”
Orang
tua itu menjawab, “Kadang-kadang, Tuanku.”
Tuan hakim juga
menanyakan hal yang sama kepada lelaki muda.
Dia menjawab, ”Tidak tuanku. Aku tidak pernah melihat
sebelumnya dia memakai tongkat.”
Tuan hakim meminta
orang tua itu menyerahkan tongkatnya. Hakim memegang tongkat itu dan
memeriksanya dengan seksama. Tuan Hakim merasakan tongkat itu agak berat. Hakim
memegang lekukan di pangkal tongkat yang biasa dibuat pegangan dan mencoba
memutarnya, ternyata bisa.
Saat itu, wajah lelaki
tua pemilik tongkat pucat pasi. Lalu tuan hakim menariknya kuat-kuat, dan
lepaslah lekukan itu. Ternyata, tongkat itu berlubang. Lubangnya disumpal
dengan menggunakan secarik kain. Tuan hakim menarik kain yang menyumpal lubang
itu. Lalu, dia memiringkan tongkat itu; mengarahkan lubangnya ke bawah. Seketika,
terdengar suara gemerincing. Kepingan-kepingan uang emas berjatuhan di hadapan
hadirin. Seketika, tubuh orang tua itu gemetar.
Lalu, tuan hakim
meminta agar lelaki muda memunguti kepingan-kepingan uang emas itu. Setelah terkumpul
semua, lelaki muda menghitung dan ternyata berjumlah sepuluh keping.
Tuan hakim langsung
berkata kepada orang tua itu, “Hai, orang
tua busuk, kau kira bisa menipu lelaki ini dan mengelabui aku! Aku sudah curiga
kepadamu sejak kau menyerahkan tongkat kepada temanmu sebelum bersumpah. Apakah
kau kira sumpahmu benar?”
Kemudian, tuan hakim
menoleh pada lelaki muda pemilik sepuluh keping emas itu seraya berkata
padanya, “Orang tua ini licik dan
pendusta. Dia menyerahkan tongkat yang di dalamnya ada sepuluh keping emas
kepadamu. Sementara itu, kau tidak tahu. Inilah tipu daya dia.”
Akhirnya, hakim
menoleh kepada para prajurit pengadilan dan memberi perintah tegas, “Tangkap
orang tua busuk ini dan masukkan dia ke dalam penjara sampai aku menemukan
hukuman yang pantas untuk orang yang mempermainkan sumpah dan mengkhianati
amanah.
Kemudian, lelaki muda
itu keluar dari pengadilan dengan hati gembira. Dia seperti tidak percaa bahwa
uang emasnya akan kembali. Orang-orang yang menghadiri persidangan itu
terkagum-kagum oleh kecerdasan dan keadilan hakim yang telah mampu membuka rahasia
yang tersimpan dalam tongkat orang tua yang berkhianat itu
Taken from: (Kumpulan kisah yang ada di buku nya
Habiburahman el shirazy)
Yup, kita perlu banyak hakim yang cerdas, jujur dan bijak seperti dicerita ini. Jadi ingat cerita Judge Bow dulu, keren... sebelum memutuskan suatu perkara, dia mencari tahu kebenaran terlebih dahulu. Gak kayak hakim sekarang yang gampang disuap dan mau mudahnya aja. Gak punya harga diri!! (numpang curah esmosi di blog ini, hehehe)
BalasHapus