Umi Hanik adalah Fakhitah
binti Abi Thalib bin Abdul-Muthalib. Bila
engkau menanyakan siapa ia, maka ia
adalah anak paman (sepupu) Rasulullah. Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin
Hasyim, seorang wanita cerdas lagi berakhlak mulia dari kalangan suku Quraisy.
Pada zaman jahiliyah Umi Hanik pernah dipinang
Rasulullah. Sayang, ayahnya telan mengikat perjanjian dengan seorang pria
bernama HUbairah bin Abi Wahab, yang kemudian menikahinya.
Ketika Islam telah berkembang, Umi Hanik kemudian
memeluk Islam, sementara suaminya masih tetap bertahan dalam kekafiran. Oleh karena
itu, sesuai dengan ketentuan hukum islam, mereka harus dipisahkan. Maka sejak
saat itu Umi Hanik hidup menjanda sambil membesarkan serta memelihara
anak-anaknya yang masih kecil.
Ketika Umi Hanik hidup menjanda, Rasulullah mencoba
melamar untuk kedua kalinya. Namun ia memberi jawaban, “ Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada pendengaran dan
penglihatanku sendiri. Tetapi hak suami sangatlah besar, hingga aku merasa
takut apabila melayani suamiku kemudian anak-anaku terlantar. Dan apabila aku mengurusi
anak-anakku, aku khawatir hak-hak suamiku tidak bisa aku penuhi.” Maka
kemudia Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik
wanita yang menunggang unta adalah wanita Quraisy, yang sangat penyayang kepada
anak-anaknya yang masih kecil dan sangat hati-hati dalam menjaga hak-hak suami
ketika ia menjadi istri.” (HR. Ibnul Atsir dalam An-Nihayah, mengutip dari
Al-Harawi).
Wanita-wanita Arab pada zaman kejayaan Islam maupun pada
zaman Jahiliyah, mempunyai ciri khas kepribadia yang tinggi dan mulia. Suka melindungi
dan memberi jaminan keamanan kepada orang yang sedang berada dalam ketakutan. Tak
ketinggalan Umi Hanik binti Abi Thalib pun pernah memberikan perlindungan dan
jaminan keamanan kepada doa orang iparnya yang akan dibunuh dalam suatu
peristiwa. Umi Hanik yang memiliki kepribadian sangat kuat itu menuturkan,
“ketika
Rasulullah telah menduduki kota Makkah bagian pegunungan , datanglah dua orang
lelaki kepadaku. Mereka adalah iparku, dari Bani Makhzum. Tiba-tiba saudara
kandungku Ali bin Abi Thalib datang, seraya berkata, “Demi Allah aku akan
membunuh mereka!” Lalu aku segera menutup pintu rumah, untuk memberikan
perlindungan kepada mereka. Dan aku langsung menemui Rasulullah, hingga
kemudian beliau menyambut kedatanganku, seraya bersabda, “Selamat datang, Ya
Uma Hanik. Apa yang bisa aku bantu?” Maka segera aku ceritakan perihal dua
orang lelaki yang datang ke rumah untuk meminta perlindungan. Rasulullah
kemudian bersabda, “Ya Uma Hanik, sungguh aku telah memberi perlindungan kepada
orang yang engkau lindungi. Dan aku memberikan pula jaminan keamanan kepada
orang yang engkau jamin keamanannya. Karena itu, Ali bin Abi Thalib tidak
berhak untuk membunuh mereka.” (Sirah Ibnu Hisyam 2:820, dan Al-Bukhari 8:37).
Umi Hanik adalah seorang sahabat wanita yang ikut
serta meriwayatkan hadis-hadis Nabi. Imam Bukhari, Muslim Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasai dan Ibnu Majah tidak ketinggalan pula meriwayatkan beberapa hadist yang
bersumber dari Umi Hanik. Perlu dicatat, bahwa Umi Hanik termasuk sahabat yang
dikaruniai usia panjang, hingga melampaui zaman pemerintahan Ali Bin Abi
Thalib.
Ukhti muslimah, tahukah anda bagaimana Islam telah
mengangkat kedudukan kaum wanita, serta melepaskan mereka dari belenggu budaya
jahiliyah, dan menjunjung tinggi hak-haknya yang sebelumnya belum pernah anda
kenal? Diantara jawabannya, adalah hal yang menunjukkan bahwa islam memuliakan
dan memelihara perasaan kaum wanita, sebagaimana perbuatan Rasulullah ketika
berjanji untuk memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada orang yang
dilindungi oleh Umi Hanik. Yakni yang terungkap dalam sabda beliau, “Ya Uma Hanik, sungguh aku telah memberi
perlindungan kepada orang yang engkau lindungi.”
Ukhti muslimah, bisakah anda mengemukakan sesuatu yang
menunjukkan tentang dihormatinya pendapa kaum wanita melebihi hadis Umi Hanik
binti Abi Thalib ketika dipinang Rasulullah, kemudian menjawab, “Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku
cintai daripada pendengaran dan penglihatanku sendiri. Tetapi hak suami
sangatlah besar, hingga aku merasa takut apabila melayani suamiku kemudian
anak-anaku terlantar. Dan apabila aku mengurusi anak-anakku, aku khawatir
hak-hak suamiku tidak bisa aku penuhi. Maka kemudian Rasulullah menjawab, “Sebaik-baik wanita yang menunggang unta adalah
wanita Quraisy, yang sangat penyayang kepada anak-anaknya yang masih kecil dan
sangat hati-hati dalam menjaga hak-hak suami ketika ia menjadi istri.” (HR.
Ibnul Atsir dalam An-Nihayah, mengutip dari Al-Harawi).
Umi Hanik adalah wanita yang berani mengajukan alasan
dan argumentasi untuk menolak lamaran Rasulullah. Ia telah meraih kedudukan
yang tinggi, berpredikat wanita muslimah yang suci, sekalipun tidak berhak
mendapatkan julukan Umil Mukminin
lantaran merasa keberatan untuk menjadi istri Rasulullah. Namun demikian,
beliau tetap menghormati pendapat Umi Hanik, dan menjunjung tinggi hak-haknya. Bahkan
beliau telah pula menyampaikan kesaksian yang luhur kepada kaum Quraisyi
terhadap keluarga Umi Hanik.
Ukhti Muslimah, adalah anda mendapatkan seorang wanita
yang lebih menyayangi anak daripada wanita yang terlah mencurahkan pengorbanan
untuk rela tidak mendapatkan julukan Umil-Mukminin
(lantaran menolak lamaran Rasulullah) hanya karena menyayangi anak-anaknya
yang masih kecil? Dengan kata lain, adakah anda menemukan wanita yang kasih
sayangnya terhadap anak melebihi Umi Hanik? Tentunya, tidak. Nah, maka kisah
ini dihadirkan sebagai hadiah buat ibu-ibu yang berani mengorbankan diri demi
masa depan anak-anaknya!
*di ambil dari Buku: “Wanita-wanita Pendamping Rasulullah..
Penulis : Aba Firdaus al-Halwani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar