Buku-buku harakah
merupakan buku yang sering kubaca semenjak aku hijrah. Konsumsi buku hijrahkoe
memang agak berbeda dengan yang lain… jika teman-temankoe yang seangkatan suka membaca Anida, Tarbawi, maka aku
suka sekali membaca majalah Al-Izzah, sabili dan saksi. Tahu sendirikan isinya
Al-Izzah itu hampir rata tentang pergerakan. Ya, jadilah daku dijuluki sama
teman-teman hijrahkoe yang lain sebagai akhwat
haraki... (Tapi bukan sebuah kebanggaan, insya Allah).
Dan, buku
bacaan yang selalu bersamakoe dalam tas ransel yang jarang sekali lepas dari
bahuku adalah “buku-buku berat” (itu kata teman-temankoe), walaupun
menurutkoe enggak juga. Namun, mungkin karena aku dalam masa pencarian,
sehingga haus akan ilmu yang dapat menambah pemahamankoe… karena aku termasuk
orang yang nggak suka ikut-ikutan tanpa ku tahu alasan untuk melakukan sesuatu.
Ya, jadilah
buku-buku yang agak tebal-tebal, yang berisikan: siroh, manhaj dakwah,
siyasi, politik umum, harakah, tarbiyah, dan
lain-lain yang sesuai
dengan kebutuhankoe dan kebutuhan amanahkoe di kastrat (KP) menjadi teman yang setia yang
menambah
pemahamankoe dalam memahami dien ini, harakah ini
dan cara
mencapai kemenangan dien ini lagi.
Buku, yang ada
judul “CINTA” or “Merah Jambu”, or “pernikahan” or yang menjurus ke situ
hampir-hampir tidak pernah tersentuh oleh matakoe.
Buku-buku tersebut selalu tergeser dan yang kuambil adalah buku yang menurutkoe
menarik dan menambah wawasan pergerakankoe.
Hingga suatu
hari, saat temankoe akan walihaman dan aku “terpaksa” mencarikan hadiah. Nah, karena aku suka sekali sama buku.( Hingga, terkadang ketika ke toko buku aku nggak sadar bahwa
uangkoe sudah habis di kantong. Syukurlah aku tahu sifat jelekku, sehingga
sebelum ke toko buku, aku selalu menyisikan uang dirumah … kalau nggak, uang
jatah sebulan pasti habis ke buku deh… dan itu artinya..???) maka sebagai hadiah pernikahan untuk temankoe aku
menghadiahinya sebuah buku.
Kan nggak lucu
ya, temankoe nikah dan aku memberikannya hadiah buku pergerakan…. So,
“terpaksa” deh aku mencari buku yang ada titelnya, “merah jambu, Cinta, Pernikahan,
keluarga dan sejenis. Dan
akhirnya
sibuklah aku mencari buku yang sesuai sama selera
temankoe itu , dan mataku mencari…hingga terbaca sebuah judul buku: DIARY
PENGANTIN, karyanya: mbak Izzatul Jannah ama Robi’ah Al- Adawiyah. Kubaca
sebentar riwayat pengarang, daftar isi dan kuintip juga beberapa bab dalam buku
tersebut dan akhirnya kuputuskan untuk membeli buku tersebut.
Sampai dirumah karena benar-benar capek setelah
seharian berpetualang aku tertidur sebentar. Dan karena kebiasaankoe
yang suka membaca, akhirnya buku yang akan kuhadiahkan untuk temankoe itu aku
resmikan duluan untuk membacanya (he..he..he.. J ).
Terkesan…itu
yang kurasakan ketika membacanya, walaupun hanya dengan menggunakan bahasa yang
santai, yang kupikir keluar secara spontanitas namun dapat membuat aku berfikir
panjang tentang makna kehidupan, pernikahan, hubungan dengan orang yang berbeda
karakter or jenis kelamin. Dan tentang sebuah cita serta idealisme.
Tertampar..!,
itu perasaan keduaku disaat aku mulai asyik membacanya, ternyata buku yang
hampir jarang kusentuh itu, mampu menampar sisi “kesombongankoe”… tertegun
karena buku tersebut kaya makna. Buku itu mengajarkanku banyak hal: tentang
kekuatan sebuah visi, bahwa ketika kita menikah harus ada sebuah visi tak hanya
sekedar ingin dan siap, tapi tahu mau dibawa kemana kapal yang bernama
pernihakan tersebut. Tentang kebersihan proses pernikahan dakwah yang selalu
melibatkan Allah dalam proses pengambilan keputusan (bukan ammah lho yang
asal nyeruduk aja tanpa melihat jalur-jalur
tersedia). Dan juga Mengajarkan tentang sisi
psikologis yang berbeda antara pria dan wanita (karena
aku pada saat
itu lagi punya masalah sama salah satu
mas’ulku saat itu, jadilah aku memahami kenapa “kami” jarang sekali bisa cocok). Buku itu
mengajarkan untuk lebih mampu membaca sesuatu yang tersirat dan mencari
maknanya dan juga memaknainya dalam kehidupankoe. Juga tentang makna sebuah
idealisme…tantangannya… dan syukurnya bukunya romantis, puitis tapi nggak
norak…
Buku itu yang
akhirnya mampu merubah paradigma berfikirkoe dan mulai mencoba untuk menjadi
pembelajar sejarah yang tak segan untuk belajar apa saja…
Setelah membaca
buku itu, akhirnya aku sekarang mulai hunting mencari buku-buku sejenis yang sarat
makna… dan ternyata buku tersebut mampu membangkitkan semangat setelah lelah
berfikir di dalam rapat kastrat/ KP ( dunia amanahkoe pasti pada wilayah
penganalisaan). Buku-buku berat yang biasa kubaca terkadang membuatkoe bosan
dan semenjak aku berkenalan dengan buku “merah jambu” tersebut, aku mulai mampu
menstabilkan otakkoe ( maksudnya menggunakan otak kiri dan kanan secara
seimbang gitu…J).
Pernah suatu
hari ketika aku sedang membaca buku
jenis tersebut, seorang juniorkoe datang dan melihat judul buku yang kubaca,
dan langsung nyeletuk, “ kakak lagi proses ya?”. Aku yang ditanya kontan langsung bingung… . Dan karena
melihat kebingungankoe, dia melanjutkan, “tumben baca buku yang ginian,
biasanya kan buku-buku lain”. “Oh…” jawabkoe, langsung aku membalik buku
dan membaca judulnya: “Beri Aku Satu Bidadari”, karangan M.
Muttaqwiati.
Beri Aku Satu
Bidadari adalah buku kedua yang mampu “menamparkoe” lagi. Subhanallah banyak
ibroh yang kudapat dari buku tersebut. Dan Subhanallahnya lagi ternyata sang
penulis mampu menuliskannya dalam alur cerita yang sangat bagus, namun banyak
makna yang dapat dipetik. Yang kusuka dari buku ini adalah kekuatan aqidahnya,
sangat mengideologis sekali. Tentang makna kekuatan Ba’iah kepada
Allah, Jodoh, kesombongan, strateginya misionaris, dan juga kebersihan proses
menuju pernikahan.
Dari buku-buku
tersebutlah aku sekarang belajar bahwa tak baik menilai buku dari judulnya
saja. Buku-buku itu yang mengajarkan koe untuk melihat substansi buku/ sesuatu
bukannya terjebak pada tampakan semu atau simbol-simbol yang ada
dicover depan buku…
Dan ternyata
itu juga kuterapkan dalam perjalanan kehidupankoe, berusaha tidak terjebak pada
simbol-simbol semu, tapi substansi…dan dalam berhubungan dengan manusia itu
juga kuterapkan, kumulai mencoba memahami keunikan manusia, terkadang sebuah
kebenaran yang disampaikan dengan cara yang salah bisa dimaknai salah juga. Dan
terkadang sebuah kesalahan yang disampaikan dengan cara yang memukau mampu
membuat itu menjadi sesuatu yang benar.
So, mulainya
belajar melihat “apa yang disampaikan” bukan “apa dan bagaimana
menyampaikannya” agar kita tidak salah menilai…gunakan kacamata objektif kita
bukan kacamata subjektif kita…dan juga jangan gunakan kacamata emosi
kita….karena kita tidak akan mampu mengambil hikmah dari sesuatu itu…jika
menggunakan kacamata tersebut.
So, don’t judge
a book by its cover yach….
Monday,
November 13th, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar