"Islamic Quotes"

Jumat, Oktober 29, 2010

ULAMA PENAKLUK SINGA

Thulun Adalah budak milik Amir Nuh bin Asad, anak buah Khalifah Makmun yang diberi kekuasaan memerintah daerah Bukhara dan Khurasan. Oleh Amir Nuh, Thulun dihadiahkan pada khalifah bersama puluhan budak  lainnya. Ternyata, Thulun memiliki kecerdasan, ketangkasan dan pengabdian yang hebat. Akhirnya, khalifah mengangkat derajatnya dengan menjadikan dia sebagai komandan yang menguasai para budak dan pekerja kasar.
Pada tahun 220 Hijriah, anak Thulun lahir. Dia diberi nama Ahmad, Anak itu tumbuh dan berkembang dalam kondisi rendah diri berbalut kekerasan. Ahmad berusaha menutupi kekurangannya. Dia tumbuh lebih dewasa dari usia sebenarnya.
Karena pengaruh lingkungan, Ahmad bagaikan memiliki dua akal dari dua manusia yang berbeda; akalnya yang satu seakan bersama malaikat, dan yang satunya bersama setan.
Ahmad bin Thulun atau lebih dikenal Ibnu Thulun, telah hafal al-Qur’an secara baik waktu kecil. Dia termasuk anak yang suaranya indah dan sangat tekun belajar. Dia cukup menguasai mazhab imam Abu Hanifah.
Tatkala ayahnya wafat, Ibnu Thulun diangkat menjadi komandan, menggantikan ayahnya. Keadaan terus berubah, sampai akhirnya dia bisa menjadi raja besar yang menguasai Mesir dan Syam sekaligus.
Saat memerintah, dia bagai dua orang dalam satu tubuh. Suatu ketika, dia bagai malaikat yang suci. Namun, dilain waktu, dia seperti setan yang sangat jahat.
Ketika jiwa malaikat dalam dirinya muncul, dia cinta pada kebaikan dan beramal baik. Dia menyantuni fakir miskin, membangun masjid dan rumah sakit, serta mencintai ulama dan para penuntut ilmu. Namun, kerap kali jiwa setannya juga keluar sehingga dia bersikap jahat, lalim dan kejam.
Tatkala kelaliman dan kekejamannya memuncak, rakyat tidak tahan lagi. Mereka mengadukan kezaliman Raja Ahmad bin Thulun kepada Imam Abil Hasan Ahmad  bin Banan atau dikenal dengan sebutan Ibnu Banan. Beliau adalah seorang ulama yang dikenal berani menegakkan kebenaran dan tidak takut kepada celaan siapapun.
Ibnu Banan langsung bergegas pergi menemui Ibnu Thulun. Dia menerobos masuk istana. Saat itu, Ibnu Thulun sedang mengumpulkan seluruh menteri dan para pemuka masyarakat.
Tanpa basa-basi, di hadapan Ibnu Thulun dan seluruh menterinya, Imam Ibnu Banan berkata, “Wahai Ibnu Thulun, penguasa Mesir dan Syam, bertakwalah kepada Allah dan jangan menzalimi rakyat. Kelak, dihadapan Allah yang Maha Adil, engkau akan mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu, yaitu di hari ketika harta dan anak tidak bisa memberi manfaat apa-apa kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang lurus dan bersih. Ketahuilah, orang yang mendustai rakyatnya tidak akan mencium bau surga!’
Seketika itu, suasana di dalam istana dicekam keheningan. Ibnu Thulun dan orang-orang yang hadir di situ tidak percaya pada apa yang mereka dengarkan dan mereka lihat. Bagaimana mungkin seorang Ibnu Banan berani berbicara dengan begitu lantang di hadapan Raja Ibnu Thulun.
Semua mata tertuju pada sang Raja. Mereka menanti apa yang akan dilakukannya, dan titah apa yang keluar dari mulutnya. Saat itu, mereka benar-benar terpaku dan terkejut oleh keberanian Ibnu Banan.
Ternyata sang Raja Ibnu Thulun bergetar. Mukanya merah padam. Matanya menyorotkan ribuan kejahatan.
Dengan suara keras, dia berteriak memberikan perintah pada pengawal yang ada, ‘Tangkap orang gila ini dan jebloskan ke dalam penjara!”
Secepat kilat, para pengawal yang kekar itu meringkus Imam Abil Hasan bin Banan dan menggelandangnya ke penjara. Majelis pertemuan raja dan para menterinya itu pun bubar. Ibnu Thulun masuk ke kamarnya untuk beristirahat mendinginkan kemarahannya. Namun, kasurnya yang empuk terasa bagaikan tumpukan duri-duri panas. Akalnya benar-benar telah mendidih mendengar perkataan Ibnu Banan tadi.
Dia langsung memanggil pengawalnya, ‘Bawa kemari orang gila itu!”
Tak lama kemudian, Imam Ibnu Banan telah berada di hadapan Raja Ibnu Thulun dengan menegakkan kepalanya.
Ibnu Thulun berkata padanya, ‘Hai Abu Hasan, bagaimana kau berani melakukan hal seperti itu di depan orang banyak?...  Tetapi tak apa, aku akan mengampunimu jika kamu mau meminta maaf kepadaku di hadapan orang banyak.”
Dengan tegas, Ibnu Banan menjawab, ‘Aku tidak melakukan dosa! Aku hanya memberi nasihat.”
Dengan gusar, Ibnu Thulun berteriak kepada para prajuritnya, “Seret orang gila ini ke penjara! Siapkan singa paling ganas, jangan beri makan selama tiga hari! Biar orang gila ini yang akan jadi santapannya! Aku tidak mau mataku melihat tampangnya lagi.”
Ibnu Banan menyahut tenang, ‘Umur ada di tangan Allah, Ibnu Thulun. Kau hanyalah seorang hamba dari sekuan banyak hamba Allah. Kau tidak akan memendekkan atau memanjangkan umurku sama sekali.
Para prajurit menyeret Ibnu Banan yang kedua tangan dan kakinya dirantai dengan besi. Mereka menjebloskannya kembali ke dalam penjara.
Anak lelaki Ibnu Thulun sangat suka memelihara singa dan harimau. Jika dia mendengar ada singa di suatu daerah, pasti diburunya dan diletakkan di dalam kerangkeng dan ada di dalam istana. Tidak heran jika dia memiliki koleksi kumpulan singa yang sangat banyak.
Kemudian, seorang pengawal mengambil singa yang paling ganas dan kuat lalu membuatnya lapar selama tiga hari.
Tiga hari kemudian, Ibnu Banan diambil dari selnya dan diletakkan di sebuah tempat yang cukup lapang yang menyerupai kolosium (arena tempat para ksatria pada zaman Romawi bertarung).
Disana, orang-orang dipersilahkan menonton bagaimana singa yang kelaparan itu akan mencabik-mencabik Ibnu Banan. Kerangkeng singa itu dibuka. Singa yang tidak makan tiga hari itu langsung meloncat dan mengaum keras bagai suara guntur. Orang-orang yang menontonnya sudah merinding. Sementara, Imam Ibnu Banan masih tenang sujud pada Allah swt.
Tatkala singa itu sudah dekat dengan Ibnu Banan, tiba-tiba singa itu berhenti lalu duduk dan menundukkan kepalanya. Setelah itu, ia bangkit dan mendekati Ibnu Banan. Ternyata, ia tidak memangsa Ibnu Banan. Akan tetapi, singa itu malah menjilati kaki beliau dan menggesekkan-gesekkan kepalanya pada tubuh Ibnu Banan dengan penuh persahabatan.
Seolah-olah, singa itu ingin berkata pada Raja Ibnu Thulun, “Pertarungan ini bukan pertarungan antara singa dengan Ibnu Banan. Juga bukan pertarungan antara Ibnu Banan dengan ibnu Thulun. Akan tetapi pertarungan antara kehendak Allah swt dengan kehendak Raja Ibnu Thulun.”
Menyaksikan hal itu, semua orang yang menonton, menjadi takjub tak terkira. Lebih-lebih Ibnu Thulun dan para prajuritnya. Lalu, Ibnu Thulun memerintahkan kepada para prajurit untuk mengembalikan singa itu ke kandangnya dan membawa Ibnu Banan ke hadapannya.
Ibnu Banan akhirnya kembali berdiri di hadapan Sang Raja Ibnu Thulun dengan menegakkan kepalanya.
Sang Raja bertanya, “Bagaimana keadaanmu, Abu Hasan?”
Alhamdulillah, baik-baik saja seperti yang kau lihat, ‘Jawab Ibnu Banan.
Apa yang ada di dalam hatimu? Apa yang sedang kau pikirkan?” Tanya raja.
Aku tidak apa-apa, aku hanya membaca firman Allah. Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.” (Qs 52:48)
Aku juga sedang berfikir tentang jilatan singa, suci ataukah najis?” lanjut Ibnu Banan.
Seketika itu, Raja Ibnu Thulun bangkit dan mencium kepala Imam Ibnu Banan, lalu meminta maaf kepadanya dan membebaskannya.

*Taken from Ketika Cinta Berbuah Surga (Habiburrahman El Shirazy)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar