"Islamic Quotes"

Rabu, Oktober 06, 2010

membangun Rumah Tangga Islami dan Keluarga Dakwah

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
(Qs.30.21) And among His Signs is this, that He created for you mates from among yourselves, that ye may dwell in tranquillity with them, and He has put love and mercy between your (hearts): verily in that are Signs for those who reflect.
(Qs 24.32) Marry those among you who are single, or the virtuous ones among yourselves, male or female: if they are in poverty, Allah will give them means out of His grace: for Allah encompasseth all, and he knoweth all things.
Pernikahan adalah menjalin ikatan yang kuat dengan titik tolak perbedaan. Perbedaan karakter, perbedaan latar belakang keluarga, perbedaan prioritas. Alangkah menakjubkannya sebuah pernikahan, sebab dengan memadukan begitu banyak perbedaan itulah, Allah berkenan memberikan sakinah, mawaddah dan rahmah-Nya. Sebab jika semuanya sama, untuk apa saling mengada? Sebab jika semuanya sama, tentu tak perlu lagi saling mengaca. (Izzatul Jannah).


Berkecimpung dalam dunia dakwah adalah sesuatu yang luar biasa dalam hidupku. Semuanya tiba-tiba berubah. Ya, betapa mudah rasanya pemikiran dan sudut pandang berubah, bila Allah memang menghendaki. Begitu juga yang menyangkut tentang pernikahan. I just think, “Marriage must be by planning or design. We are ready to get married not only want to get married…

Ready to get married means we are ready to accept “anyone” who Allah send for us, who Allah looks better for us. But want to get married means we have an interest to someone and we want he be our husband. Marriage is not only want, but a brave to take responsibility and ready to fight.

Pernikahan menjadikan kita belajar tentang banyak hal bahwa “mengenal” adalah proses panjang yang tak pernah lekang dan tak terbatas waktu. Bahwa pasangan kita nantinya hanyalah manusia biasa yang punya potensi mulia dan hina, seperti juga kita.

Pernikahan menjadikan manusia mengevaluasi dirinya, bukan untuk menjadi malaikat, bukan juga hanya untuk sekedar bahagia tapi mengemban tugas-tugas khalifah. Menjadikan keluarga sebagai motor penggerak utama dakwah dan tidak tersibukkan dengan perkara duniawi saja tapi setiap aktifitas yang ada harus berorientasi akhirat dalam setiap sisinya. Karena kebahagian itu bukan terletak pada materi, tapi kebahagian itu letaknya di hati yang mampu mensyukuri seluruh nikmat yang Allah berikan. Pada jiwa yang senantiasa mendambakan keridhaan Allah, pada pikiran yang tersibgah dalam kebenaran. Kebahagiaan itu bersumber dari keimanan yang mendalam, ketundukan yang tulus atas ketentuan Allah, kelapangan hati dalam menerima perintah dan larangan Allah. Dan kedekatan kita dengan Allah yang akan lebih menjamin ketentraman dan kebahagiaan.
Bagi seorang da’I yang terpenting dalam sebuah pernikahan adalah kita berfikir dalam konteks kemaslahatan dakwah. Apakah dengan pernikahan yang kita lakukan ini akan membawa kemaslahatan bagi dakwah ataukah sebaliknya. Dan ada sebuah proses yang harus dilalui yaitu proses mendialogkan satu harapan dengan harapan lainnya.

Karena menikah adalah peristiwa fitrah, fiqhiyah, dakwah, tarbiyah, sosial dan budaya maka kesiapan diri untuk membangun rumah tangga islami dan keluarga dakwah harus diawali dengan beberapa persiapan, diantaranya:
1. Persiapan moral dan spiritual
Niat.
Niat yang terpatri di dada kita adalah bahwa menikah adalah perintah Allah. Bahwa kita menjalankan pernikahan ini di jalan Dakwah. Bahwa ini adalah sebuah langkah untuk membangun sebuah peradaban. Bahwa ini adalah sebuah langkah untuk mempertemukan orientasi yang kuat dan benar tentang dakwah dan menggapai Ridho Allah. Bahwa ini adalah sebuah kontribusi terhadap tata nilai yang diajarkan Islam dengan jalan mengaplikasikan nilai-nilai islam dalam setiap segi/ proses kehidupan kita (kontribusi terhadap kebaikan diri dan umat).

Cara menyiapkan moralitas adalah dengan meningkatkan pengetahuan agama dan perbaikan diri secara kontinu melalui forum tarbiyah. Dan bagi akhwat membiasakan dirinya untuk mempunyai kesiapan mengurangi sebagian otoritas atas dirinya sendiri lantaran tunduk pada prinsip syura dan ketaatan pada suami. Dan kesiapan untuk melaksanakan tugas-tugas yang tersandang pada kata “istri” dan “ibu”.
Cara menyiapkan spiritual adalah dengan menjalankan ibadah maghdah dan ghairu maghdah dengan ikhlas. Dan beristighfar serta berdo’a kepada Allah.

2. Persiapan konsepsional
Yaitu dengan menguasai berbagai hukum, etika, aturan dan pernak-pernik pernikahan serta kerumahtanggaan.

3. Persiapan fisik
Yaitu ditandai dengan kesehatan yang memadai sehingga mampu melaksanakan fungsi diri sebagai isteri atau suami secara optimal. Bagi perempuan pada sisi reproduksi dan sering melakukan pemeriksaan kesehatan kepada ahlinya. Memastikan diri sehat dan bugar.

4. Persiapan Material
Materi merupakan salah satu sarana ibadah kepada Allah. Islam meletakkan kewajiban ekonomi akibat dari pernikahan ada ditangan suami. Tapi bukan berarti istri tidak boleh bekerja produktif, hanya saja kewajiban itu terletak pada suami. Sedangkan istri punya kewajiban untuk mengelola keuangan keluarga.
Jadi persiapan material sebelum pernikahan dimaksudkan lebih pada kesiapan pihak laki-laki untuk menafkahi dan kesiapan perempuan untuk mengelola keuangan keluarga. Bukan berapa jumlah tersedianya dana untuk bisa melaksanakan pernikahan. Yang terpenting adalah etos kerja dari pihak laki-laki untuk berusaha mencari nafkah dengan seluruh kemampuan yang dimiliki.

5. Persiapan Sosial
Menikah menyebabkan pelakunya mendapatkan status sosial di tengah masyarakat. Jadi setiap akhwat harus membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Karena islam adalah agama yang senantiasa menyuruh kita untuk memiliki kepedulian dan keterlibatan sosial. Karena islam sangat menghargai keserasian dan kerukukan hidup bertetangga. Remember dalam hidup bermasyarakat diperlukan “ilmu basa-basi” agar mampu mensosialisasikan diri di tengah komunitas masyarakat luas. Perlu wajah sosial, murah senyum, mudah mendahului menyapa orang dan lain sebagainya yang merupakan bumbu-bumbu hidup dengan baik bersama tetangga dan lingkungan terdekat.

Rabbana hablana min ajwajina wadzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqiina imamah.
Wallahu’alam bishowab.


Maroji :
1. Di Jalan Dakwah Aku Menikah (Cahyadi Takariawan: juli 2006)
2. Diary pengantin ( Izzatul jannah &Robiah al-Adawiyah ;januari 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar