"Islamic Quotes"

Minggu, Oktober 24, 2010

SHAFIYAH BINTI ABDUL MUTHALIB


Shafiyah binti Abdul Muthalib adalah bibi Rasulullah. Ia adalah ibu Zubair bin awam. Ia adalah saudara perempuan Hamzah ( yang mendapat julukan Singa Allah), paman dan kekasih Rasulullah
 
Shafiyah masuk Islam bersama angkatan pertama dari orang-orang yang beriman kepada Rasulullah, dan berhijrah bersama orang-orang yang berhijrah ke Yastrib.

Shafiyah profil wanita penyabar dan ikhlas hati. Jarang sekali wanita Arab yang bisa menyamai apalagi menandingi kesabaran dan keikhlasannya. Ia telah diberi kekuatan oleh Allah, kesabaran dalam menghadapi kesulitan, dan kerelaan berkorban dalam berjihad. Ia menjadi contoh bagi remaja-remaja wanita yang sabar, ikhlas dan ridha menerima ketentuan Allah.


Pada waktu perang Uhud, ketika pasukan pemanah meninggalkan pos pertahanan karena mengejar rampasan perang, dengan mengabaikan perintah Rasulullah, datanglah musuh dari belakang. Hindun binti Utbah (ibu Muawiyah bin Abi Sofyan, yang kelak menjadi khalifah), keluar bersama kaum musyrikin untuk membalas dendam atas kematian ayah dan pamannya yang telah dibunuh oleh Hamzah bin Abdul Muthalib dalam perang badar.

Hindun memerintahkan kepada budaknya yang bernama Wahsyi untuk membunuh Hamzah bila berhasil, kepadanya dijanjikan hadiah besar. Keinginan Hindun pun pada akhirnya terlaksana, yakni ketika Wahsyi melemparkan lembing tepat mengenai Hamzah dan roboh. Lalu berlarilah Wahsyi kepada majikan perempuannya, yang ketika itu sedang berdansa ria dengan wanita-wanita quraisy yang lain dengan diiringi gendang dan bunyi-bunyian, untuk membangkitkan semangat pasukan quraisy. Mendapat kabar gembira tentang kematian Hamzah, maka bergegaslah Hindun bersama Wahsyi menuju ke tempat Hamzah. Sebagai pelampiasan dendam yang lama tersimpan di dalam hati, maka dibelahlah dada Hamzah, lalu diambil hatinya kemudian dikunyah.

Berita kematian Hamzah yang sangat mengenaskan itu sampai kepada Shafiyah, saudara perempuan Hamzah. Lalu ia datang ke tempat kejadian, untuk mencari jenazah kakak kandungnya. Rasulullah melihat shafiyah, dan beliau tahu bahwa bibinya akan menghadapi suasana yang kritis bilamana mengetahui keadaan Hamzah. Lalu beliau bersabda kepada putra Shafiyah yang bernama Zubair, “ Ya Zubair, suruhlah ibumu kembali, agar ia tidak melihat keadaan tubuh saudara kandungnya yang mati terbunuh di medan perang itu.” Kemudian Zubair segera pergi menemui ibunya, dengan nada rendah penuh dengan kesedihan ia berkata, “Wahai ibunda, Rasulullah menyuruhmu kembali.” Dengan nada tenang dan mantap, spontan shafiyah menjawab, “Mengapa saya harus kembali, padahal telah sampai berita kepadaku, bahwa saudaraku Hamzah telah diiris-iris dalam perjuangan membela agama Allah. Sudah barang tentu saya siap bersabar menghadapi kenyataan, dan saya datang kepadanya semata-mata mencari Ridha Allah.” Setelah mendapat jawaban dari ibunya, maka kembalilah Zubair kepada Rasulullah, memberitahukan kesabaran dan ketabahan serta jawaban ibunya kepada beliau. Lalu Beliau bersabda kepada Zubair, “Kalau begitu, biarkanlah ibumu menemui saudara kandungnya yang telah meninggal.

Akhirnya Shafiyah datang ke tempat kejadian dengan menahan kepedihan hati. Ia tabah dan sabar menghadapi kenyataan hidup. Lalu diarahkanlah padangan matanya kepada Hamzah yang telah mati syahid, seraya berkata, “Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu, wahai ayah Amarah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu. Kita adalah kaum yang biasa menyaksikan kematian dan kesyahidan. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak ada kekuatan untuk menjalankan kebaikan, kecuali atas pertolongan Allah sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya. Allah lah yang mencukupi kebutuhan kita dan Dialah sebaik-baik yang mengurusi. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan dosa-dosaku dan memberikan balasan kepadamu sebagaimana layaknya Allah membalas kepada hamba-hamba-Nya yang shalih dan ikhlas”.

Mentari terasa cepat mengitari bumi, dan hari demi hari pun telah berlalu. Ketabahan shafiyah pada perang uhud telah menjadi teladan yang tinggi, dalam hal kesabaran dan keteguhan iman, bagi generasi di belakangnya. Dan pada hakikatnya dalam seluruh kehidupan shafiyah ada terdapat pelajaran.

Shafiyah adalah seorang pahlawan wanita, yang dalam perjuangannya tidak kalah bila dibanding dengan kaum pria. Dalam perang khandaq, shafiyah bersama para wanita dan anak-anak berada dalam benteng. Di sana ada pula Hisan bin TSabit, penyair Rasulullah.

Keadaan kota Madinah pada waktu itu sangat kritis, tengah dikepung musuh dari berbagai penjuru. Kaum Yahudi bani Quraidhah juga telah megkhianati perjanjian, sehingga dengan demikian kota Madinah sedang menghadapi ancaman dari dalam dan dari luar.

Ketika shafiyah sedang mengamati dan memperhatikan benteng pertahanan, ia melihat seorang Yahudi sedang mengelilingi benteng dan melewati parit (Khandaq). Lalu shafiyah berkata kepada Hisan, “Wahai Hisan, orang yahudi itu telah mengelilingi benteng. Saya merasa curiga, jangan-jangan ia mata-mata. Ia akan menunjukkan kelemahan dan kekurangan kita kepada orang-orang yahudi.”
Mendengar kata-kata shafiyah, Hisan malah ketakutan. Sebab ia takut berperang, tidak berani menghadapi musuh. Lalu ia berkata, “Semoga Allah mengampuni dosamu, wahai puteri Abdul Muthalib. Demi Allah, engkau telah tahu sejak dahulu, bahwa aku bukan tipe manusia pemberani. Aku tidak mempunyai keahlian dan kemampuan untuk berperang.”
Ketika itu isteri-isteri Rasulullah berada dalam bahaya. Tidak selayaknya shafiyah berdiam diri. Lalu ia mengambil sebatang tongkat atau tiang kemah, kemudian keluar dari benteng dan memukul ubun-ubun si yahudi, hingga roboh ke tanah. Lantas disusul dengan pukulan bertubi-tubi, hingga mati. Lalu shafiyah kembali ke benteng dan membuang tongkat tersebut setelah itu, ia kembali kepada Hisan, seraya berkata, “Wahai Hisan, lihatlah. Aku telah membunuh si Yahudi itu. Karena itu, bila ada lucutilah senjata dan hartanya sebab tidak selayaknya aku seorang wanita melucutinya, tetapi engkau sebagai laki-laki yang pantas melakukannya.” Jawab Hisan, “ Ya Shafiyah, demi Allah, aku tidak berkepentingan untuk melucutinya.”

Shafiyah selalu berada di samping Rasulullah berkhidmat kepada dakwah Islam dengan penuh keuletan, kesabaran, ketabahan dan pemikiran yang lurus serta semangat membara dalam membela kehormatan islam. Rupanya takdir hendak menampakkan kepahlawanan seorang wanita dan seorang pria pada dua daun neraca dalam satu peristiwa yang pada saat itu ada seorang lelaki (HIsan) yang tidak berani berbuat apa-apa. Padahal, semestinya ia harus melaksanakan tugas untuk menghabisi si Yahudi. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, ia tidak berani berbuat sama sekali. Dan, kemudian shafiyah tampil untuk melaksanakan tugas, yang seharusnya tugas itu diemban oleh seorang lelaki. Ia bunuh si Yahudi dengan sebatang tongkat, hingga seluruh penghuni kemah merasa aman. Nah, itulah keberanian seorang wanita, yang pada saatnya bisa menandingi keberanian kaum pria.

Ternyata sejarah tidak lupa mencatat keberanian, ketangkasan serta kecekatan seorang wanita pada suatu peristiwa dimana seorang lelaki tidak berani melakukannya. Untuk itu, marilah kita buka lembaran buku sejarah  atau buku-buku biografi para pahlawan. Di sana pasti akan kita dapati kisah shafiyah binti Abdul Muthalib dengan seorang intel Yahudi yang hendak mencari kelemahan kaum muslimin.

Ibnu Hisyam mencatat tentang peristiwa shafiyah dengan mata-mata yahudi itu dari sejarahwan ibnu Ishaq. Dan sejarah telah mencatat peran serta kedudukan shafiyah pada tempat yang sangat mulia. Hal mana dimaksudkan agar kaum wanita merasa terhibur dalam menelusuri tahun-tahun yang penuh ujian dan kepahitan.

Inteligen Yahudi hingga kini masih selalu mengintai kita, di seluruh belahan dunia, dan senantiasa mengatur persiapan untuk mendirikan serta menegakkan kekuasaan di atas reruntuhan korban-korban kita. Maka apakah sejarah akan berulang kembali, hingga kita bisa menemukan seorang wanita yang berani melawan mata-mata dan jaringan Yahudi itu? Kita mengharapkan pada setiap kejadian terdapat shafiyah-shafiyah baru yang keberanian, perjuangan serta keteguhannya dicatat dalam lembar sejarah.

Sungguh, sejarah Shafiyah binti Abdul Muthalib telah memberikan seruan kepada orang-orang arab laki-laki maupun perempuan: “Wahai manusia, bukalah matamu,dan waspadalah terhadap bahaya yang berada di sekitarmu.”

Taken from: Wanita-wanita Pendamping Rasulullah (Aba Firdaus Al-Halwani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar