Shafiyah
binti Abdul Muthalib adalah bibi Rasulullah. Ia adalah ibu Zubair bin awam. Ia adalah
saudara perempuan Hamzah ( yang mendapat julukan Singa Allah), paman dan
kekasih Rasulullah
Shafiyah
masuk Islam bersama angkatan pertama dari orang-orang yang beriman kepada
Rasulullah, dan berhijrah bersama orang-orang yang berhijrah ke Yastrib.
Shafiyah
profil wanita penyabar dan ikhlas hati. Jarang sekali wanita Arab yang bisa
menyamai apalagi menandingi kesabaran dan keikhlasannya. Ia telah diberi
kekuatan oleh Allah, kesabaran dalam menghadapi kesulitan, dan kerelaan
berkorban dalam berjihad. Ia menjadi contoh bagi remaja-remaja wanita yang
sabar, ikhlas dan ridha menerima ketentuan Allah.
Pada waktu
perang Uhud, ketika pasukan pemanah meninggalkan pos pertahanan karena mengejar
rampasan perang, dengan mengabaikan perintah Rasulullah, datanglah musuh dari
belakang. Hindun binti Utbah (ibu Muawiyah bin Abi Sofyan, yang kelak menjadi khalifah),
keluar bersama kaum musyrikin untuk membalas dendam atas kematian ayah dan
pamannya yang telah dibunuh oleh Hamzah bin Abdul Muthalib dalam perang badar.
Hindun
memerintahkan kepada budaknya yang bernama Wahsyi untuk membunuh Hamzah bila
berhasil, kepadanya dijanjikan hadiah besar. Keinginan Hindun pun pada akhirnya
terlaksana, yakni ketika Wahsyi melemparkan lembing tepat mengenai Hamzah dan
roboh. Lalu berlarilah Wahsyi kepada majikan perempuannya, yang ketika itu
sedang berdansa ria dengan wanita-wanita quraisy yang lain dengan diiringi
gendang dan bunyi-bunyian, untuk membangkitkan semangat pasukan quraisy. Mendapat
kabar gembira tentang kematian Hamzah, maka bergegaslah Hindun bersama Wahsyi
menuju ke tempat Hamzah. Sebagai pelampiasan dendam yang lama tersimpan di
dalam hati, maka dibelahlah dada Hamzah, lalu diambil hatinya kemudian
dikunyah.
Berita
kematian Hamzah yang sangat mengenaskan itu sampai kepada Shafiyah, saudara
perempuan Hamzah. Lalu ia datang ke tempat kejadian, untuk mencari jenazah
kakak kandungnya. Rasulullah melihat shafiyah, dan beliau tahu bahwa bibinya
akan menghadapi suasana yang kritis bilamana mengetahui keadaan Hamzah. Lalu beliau
bersabda kepada putra Shafiyah yang bernama Zubair, “ Ya Zubair, suruhlah ibumu kembali, agar ia tidak melihat keadaan tubuh
saudara kandungnya yang mati terbunuh di medan perang itu.” Kemudian Zubair
segera pergi menemui ibunya, dengan nada rendah penuh dengan kesedihan ia
berkata, “Wahai ibunda, Rasulullah menyuruhmu
kembali.” Dengan nada tenang dan mantap, spontan shafiyah menjawab, “Mengapa saya harus kembali, padahal telah
sampai berita kepadaku, bahwa saudaraku Hamzah telah diiris-iris dalam
perjuangan membela agama Allah. Sudah barang tentu saya siap bersabar menghadapi
kenyataan, dan saya datang kepadanya semata-mata mencari Ridha Allah.”
Setelah mendapat jawaban dari ibunya, maka kembalilah Zubair kepada Rasulullah,
memberitahukan kesabaran dan ketabahan serta jawaban ibunya kepada beliau. Lalu
Beliau bersabda kepada Zubair, “Kalau
begitu, biarkanlah ibumu menemui saudara kandungnya yang telah meninggal.”
Akhirnya
Shafiyah datang ke tempat kejadian dengan menahan kepedihan hati. Ia tabah dan
sabar menghadapi kenyataan hidup. Lalu diarahkanlah padangan matanya kepada
Hamzah yang telah mati syahid, seraya berkata, “Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu, wahai ayah Amarah. Semoga Allah
mengampuni dosa-dosamu. Kita adalah kaum yang biasa menyaksikan kematian dan
kesyahidan. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak ada kekuatan
untuk menjalankan kebaikan, kecuali atas pertolongan Allah sesungguhnya kita
adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya. Allah lah
yang mencukupi kebutuhan kita dan Dialah sebaik-baik yang mengurusi. Semoga Allah
mengampuni dosa-dosamu dan dosa-dosaku dan memberikan balasan kepadamu
sebagaimana layaknya Allah membalas kepada hamba-hamba-Nya yang shalih dan
ikhlas”.
Mentari
terasa cepat mengitari bumi, dan hari demi hari pun telah berlalu. Ketabahan shafiyah
pada perang uhud telah menjadi teladan yang tinggi, dalam hal kesabaran dan
keteguhan iman, bagi generasi di belakangnya. Dan pada hakikatnya dalam seluruh
kehidupan shafiyah ada terdapat pelajaran.
Shafiyah
adalah seorang pahlawan wanita, yang dalam perjuangannya tidak kalah bila
dibanding dengan kaum pria. Dalam perang khandaq, shafiyah bersama para wanita
dan anak-anak berada dalam benteng. Di sana ada pula Hisan bin TSabit, penyair
Rasulullah.
Keadaan
kota Madinah pada waktu itu sangat kritis, tengah dikepung musuh dari berbagai
penjuru. Kaum Yahudi bani Quraidhah juga telah megkhianati perjanjian, sehingga
dengan demikian kota Madinah sedang menghadapi ancaman dari dalam dan dari
luar.
Ketika
shafiyah sedang mengamati dan memperhatikan benteng pertahanan, ia melihat
seorang Yahudi sedang mengelilingi benteng dan melewati parit (Khandaq). Lalu shafiyah
berkata kepada Hisan, “Wahai Hisan, orang
yahudi itu telah mengelilingi benteng. Saya merasa curiga, jangan-jangan ia
mata-mata. Ia akan menunjukkan kelemahan dan kekurangan kita kepada orang-orang
yahudi.”
Mendengar
kata-kata shafiyah, Hisan malah ketakutan. Sebab ia takut berperang, tidak berani
menghadapi musuh. Lalu ia berkata, “Semoga
Allah mengampuni dosamu, wahai puteri Abdul Muthalib. Demi Allah, engkau telah
tahu sejak dahulu, bahwa aku bukan tipe manusia pemberani. Aku tidak mempunyai
keahlian dan kemampuan untuk berperang.”
Ketika
itu isteri-isteri Rasulullah berada dalam bahaya. Tidak selayaknya shafiyah
berdiam diri. Lalu ia mengambil sebatang tongkat atau tiang kemah, kemudian
keluar dari benteng dan memukul ubun-ubun si yahudi, hingga roboh ke tanah. Lantas
disusul dengan pukulan bertubi-tubi, hingga mati. Lalu shafiyah kembali ke
benteng dan membuang tongkat tersebut setelah itu, ia kembali kepada Hisan,
seraya berkata, “Wahai Hisan, lihatlah. Aku
telah membunuh si Yahudi itu. Karena itu, bila ada lucutilah senjata dan
hartanya sebab tidak selayaknya aku seorang wanita melucutinya, tetapi engkau
sebagai laki-laki yang pantas melakukannya.” Jawab Hisan, “ Ya Shafiyah, demi Allah, aku tidak
berkepentingan untuk melucutinya.”
Shafiyah
selalu berada di samping Rasulullah berkhidmat kepada dakwah Islam dengan penuh
keuletan, kesabaran, ketabahan dan pemikiran yang lurus serta semangat membara
dalam membela kehormatan islam. Rupanya takdir hendak menampakkan kepahlawanan
seorang wanita dan seorang pria pada dua daun neraca dalam satu peristiwa yang
pada saat itu ada seorang lelaki (HIsan) yang tidak berani berbuat apa-apa. Padahal,
semestinya ia harus melaksanakan tugas untuk menghabisi si Yahudi. Tetapi yang
terjadi malah sebaliknya, ia tidak berani berbuat sama sekali. Dan, kemudian
shafiyah tampil untuk melaksanakan tugas, yang seharusnya tugas itu diemban
oleh seorang lelaki. Ia bunuh si Yahudi dengan sebatang tongkat, hingga seluruh
penghuni kemah merasa aman. Nah, itulah keberanian seorang wanita, yang pada
saatnya bisa menandingi keberanian kaum pria.
Ternyata
sejarah tidak lupa mencatat keberanian, ketangkasan serta kecekatan seorang
wanita pada suatu peristiwa dimana seorang lelaki tidak berani melakukannya. Untuk
itu, marilah kita buka lembaran buku sejarah
atau buku-buku biografi para pahlawan. Di sana pasti akan kita dapati
kisah shafiyah binti Abdul Muthalib dengan seorang intel Yahudi yang hendak
mencari kelemahan kaum muslimin.
Ibnu Hisyam
mencatat tentang peristiwa shafiyah dengan mata-mata yahudi itu dari sejarahwan
ibnu Ishaq. Dan sejarah telah mencatat peran serta kedudukan shafiyah pada
tempat yang sangat mulia. Hal mana dimaksudkan agar kaum wanita merasa terhibur
dalam menelusuri tahun-tahun yang penuh ujian dan kepahitan.
Inteligen
Yahudi hingga kini masih selalu mengintai kita, di seluruh belahan dunia, dan
senantiasa mengatur persiapan untuk mendirikan serta menegakkan kekuasaan di
atas reruntuhan korban-korban kita. Maka apakah sejarah akan berulang kembali,
hingga kita bisa menemukan seorang wanita yang berani melawan mata-mata dan
jaringan Yahudi itu? Kita mengharapkan pada setiap kejadian terdapat
shafiyah-shafiyah baru yang keberanian, perjuangan serta keteguhannya dicatat
dalam lembar sejarah.
Sungguh,
sejarah Shafiyah binti Abdul Muthalib telah memberikan seruan kepada
orang-orang arab laki-laki maupun perempuan: “Wahai manusia, bukalah matamu,dan
waspadalah terhadap bahaya yang berada di sekitarmu.”
Taken from:
Wanita-wanita Pendamping Rasulullah (Aba Firdaus Al-Halwani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar