KOMPROMI-POLITIK DALAM
SIRAH NABI SAW
Oleh : Nabiel Fuad Al-Musawa
DEFINISI
1.
Secara
bahasa Arab (lughah) at-Tahaluf (kompromi) berasal dari
kata al-Hilfu yang artinya perjanjian untuk saling menolong, ia
berasal dari kata halafa-yahlifu-hilfan. Dalam bentuk kalimat dikatakan hilfuhu
fulan fayakunu halifuhu (Fulan berjanji dg fulan maka ia menjadi
sahabatnya)[1].
2.
Secara syar’I
maknanyapun sama, dalam hadits nabi SAW disebutkan dari Ashim ra : “Aku berkata
kepada Anas bin Malik : Apakah telah sampai kepadamu bahwa nabi SAW bersabda : “Tdk
ada hilfu dlm Islam.” Maka jawab Anas ra : “Bahkan nabi SAW telah
mengambil sumpah suku Quraisy dan Anshar dirumahku.” (HR Bukhari bab Laka
al Adab, hal 78 dan bab al-Ikha wa Halaf juz 8/26, cet Dar
asy-Syatibi).
PERJANJIAN2 JAHILIYYAH
DIMASA SEBELUM KENABIAN YG DIDUKUNG OLEH
NABI SAW
1.
Perjanjian
Muthayyibin, yaitu perjanjian antara kabilah Bani Abdud Dar, Bani
Jamah, Bani Salim, Bani Makhzum dan Bani Adi, yaitu untuk tidak saling berebut
kekuasaan atas Ka’bah yaitu dengan memasukkan masing2 tangannya ke dalam
mangkok berisi minyak wangi dan mengusapkannya ke Ka’bah sehingga dinamakan Muthayyibin
(orang2 yg memakai minyak wangi). Tentang ini nabi SAW bersabda : “Aku
menyaksikan berlangsungnya al-Muthayyibin, aku tidak ingin membatalkannya
walaupun aku hanya diberikan kekuasaan atas binatang ternak.” (HR Ahmad dlm
al-Musnad, juz-I hal 190 dan 193).
Dan ketika nabi SAW menaklukkan
Makkah (fathul Makkah) dan sedang duduk di Masjidil Haram, Ali ra
berkata : Wahai RasuluLLAH, kita telah menguasai kunci Ka’bah dan air zam-zam.
Lalu nabi SAW berkata : Dimana Usman bin Thalhah? Ini kuncimu, ambil kunci ini
selamanya dan tidak akan merebutnya kecuali orang yang aniaya. (Sirah
an-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, juz-II, hal. 412)
2.
Perjanjian
Fudhul, yaitu perjanjian antara Bani Hasyim, bani Muthalib, bani Asad bin Abdul
‘Uzza, bani Zuhrah bin Kilab dan bani Taim bin Murrah untuk tidak membiarkan
kezaliman di kota Makkah baik terhadap penduduk pribumi maupun terhadap
pendatang (Sirah an-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, juz-I, hal 133-134). Tentang
ini nabi SAW bersabda : “Aku telah menyaksikan perjanjian Fudhul di kediaman
AbduLLAH bin Jad’an, perjanjian yang tidak akan aku batalkan walaupun aku hanya
diberi kekuasaan atas binatang ternak. Dan sekiranya perjanjian itu
dilaksanakan pada masa Islam, maka aku akan menyetujuinya.”[2]
KOMPROMI POLITIK PADA
MASA AWAL KENABIAN YG DILAKUKAN NABI
SAW DG KAUM MUSYRIKIN BAIK PERORANGAN
MAUPUN KELOMPOK
1.
Perlindungan
Abu Thalib pd nabi SAW, ketika turun ayat QS 26/214 maka nabi SAW memanggil
bani Hasyim, bani Muthalib bin Abdi Manaf dan berkata : “Segala puji bagi
ALLAH, aku memuji dan dan memohon pertolongan kepada-NYA, beriman dan
bertawakkal kepada-NYA, aku bersaksi bhw tiada Ilah selain ALLAH Yang Maha Esa
dan tiada sekutu bagi-NYA. Sesungguhnya pemandu jalan tdk akan menyesatkan
orang yg dipandu. Demi ALLAH yang tiada Ilah kecuali DIA, DIA Maha Esa dan
tiada sekutu bagi-NYA, bahwa aku adalah utusan ALLAH bagi kalian secara khusus
serta untuk semua manusia secara umum. Demi ALLAH bahwa kalian akan meninggal
dunia sebagaimana kalian tidur dan akan dihidupkan kembali sebagaimana kalian
bangun, lalu kalian akan diminta pertanggungjawaban dari apa yg telah kalian
lakukan. Sesungguhnya surga dan neraka adalah abadi.” Maka Abu Thalib
berkata : “Alangkah senangnya aku dapat menolongmu, menerima segala nasihatmu,
dan menjadi orang yang paling percaya akan tutur katamu, mereka yang berkumpul
ini adalah keturunan nenek moyangmu, dan aku adalah salah satu dari mereka,
hanya saja aku adalah orang yang paling dulu senang dengan apa yang kau
senangi, maka laksanakan apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadamu. Demi
ALLAH aku akan selalu bersamamu dan menjagamu, akan tetapi aku tidak mampu meninggalkan
agama Abdul Muthalib. Maka Abu Lahab berkata : Demi ALLAH ini adalah
malapetaka! Cegah dia sebelum mempengaruhi yang lain! Maka jawab abu Thalib :
Demi ALLAH! Aku akan selalu menjaganya selama aku masih hidup! (Sirah
Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, juz-I, hal 265).
2.
Perlindungan
Syi’ib Bani Hasyim, diriwayatkan oleh Musa bin Uqbah dari Ibnu Syihab
az-Zuhri : Orang-orang kafir berkumpul untuk merencanakan pembunuhan pada nabi
SAW, yang akan dilakukan secara terang-terangan, ketika kabar itu didengar oleh
abu Thalib, maka ia mengumpulkan bani Hasyim dan bani Muthalib untuk melindungi
nabi SAW, diantara mereka ada yang melakukannya berdasarkan keyakinan pada
kebenaran Islam dan adapula yang ingin melindunginya karena hubungan
kekeluargaan (ta’ashub kesukuan) saja (Sirah Nabawiyyah, AbduLLAH
bin Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 93, Dar al-Arabiyyah).
3.
Perlindungan
Muth’im bin ‘Adi, ketika nabi SAW pulang dari Tha’if untuk kembali ke
Makkah maka beliau SAW mengutus seseorang dari suku Khuza’ah untuk menemui
Muth’im bin Adi dan berkata : Apakah engkau bersedia menjadi pelindung
Muhammad?, Muth’im menjawab : Ya. Lalu ia menyiapkan pedangnya dan berkata pd
kaumnya : Hunuskan senjata kalian dan berdirilah di setiap pojok Ka’bah,
sesungguhnya aku telah melindungi Muhammad! Muth’im lalu mengutus orang untuk
mepersilakan Muhammad SAW masuk ke Makkah, maka nabi SAW dan Zaid bin Haritsah
ra pun memasuki Makkah. Sesampainya di Ka’bah maka Muth’im bin Adi duduk di
atas ontanya sambil berkata : Hai orang2 Quraisy! Sesungguhnya aku telah
melindungi Muhammad, maka jangan ada yang berani mengganggunya!, maka nabi SAW
pun menyelesaikan thawaf, mencium hajar aswad, melakukan shalat 2 raka’at dan
kembali ke rumahnya. Sedangkan Muth’im dan anak2nya terus menjaga nabi SAW,
sampai ia masuk ke rumahnya. (ar-Rahiq al-Makhtum, al-Mubarakfuri,
riwayat Zuhr dari Musa bin Uqbah; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir
juz-III, hal. 150)
4.
Tawaran nabi
SAW terhadap qabilah2 Arab, Al-Maqrizi berkata dalam kitab al-Imta’ al-Asma’
: Nabi SAW langsung menawarkan dan menyerukan Islam sendiri kepada
kabilah-kabilah pada setiap musim hajji, diantaranya adalah pada bani Amir,
Ghassan, Fazarah, Murrah, Hanifah, Sulaim, Abbas, Nashr, Tsa’labah, Kindah,
Kalb, Harits, Udzrah, Qais. Dari seruan itu difahami bahwa keislaman seluruh
kabilah tersebut bukanlah yang terpenting, namun kepercayaan kabilah-kabilah tersebut
untuk memberikan perlindungan kepada nabi SAW untuk melaksanakan dakwahnya,
sebagaimana perlindungan bani Hasyim sebelumnya pada nabi SAW juga tidak
seluruhnya muslim, bahkan abu Thalib sendiri sampai wafatnya tidak masuk Islam.
(Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam I/422-425)
KOMPROMI POLITIK
PADA FASE PEMBENTUKAN NEGARA
1.
Bai’at
Aqabah Pertama, ketika nabi SAW melewati Mina beliau bertemu dengan
6 orang pemuda Yatsrib dari suku Khazraj, mereka adalah As’ad bin Zurarah, Auf
bin Harits, Rafi bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, Uqbah bin
Amir bin Nabi dan Jabir bin AbduLLAH bin Riab. Maka nabi SAW berkata pd mereka
: “Maukah kalian mendengarkan apa yg akan kukatakan?” Mereka menjawab :
Silakan. Maka nabi SAW mengajak mereka untuk menyembah ALLAH SWT dan membacakan
pada mereka ayat-ayat suci al-Qur’an. Lalu nabi SAW bersabda : “Sanggupkah
kalian memberikan perlindungan kepadaku?” Mereka menjawab : Ya
RasuluLLAH, saat peperangan Bu’ats dulu kami saling berperang, jadi kalau
sekarang engkau tidak memiliki banyak pendukung. Biarlah kami kami kembali,
semoga kami dapat mengajak keluarga kami dan menyatukan kaum kami untukmu. Jika
mereka semua telah berkumpul, maka tidak seorangpun yang lebih mulia darimu.
Kami berjanji perayaan hajji yang akan datang. (Sirah Nabawiyyah, AbduLLAH bin
Muhammad bin Abdul Wahhab, hal.125)
2.
Bai’at
Aqabah Kedua, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari
Jabir bin AbduLLAH ra secara rinci disebutkan, Jabir ra berkata : Wahai
RasuluLLAH, dalam hal apa kami membai’at engkau? Maka jawab nabi SAW : “Untuk
mendengar dan taat, baik ketika kalian sedang semangat maupun ketika malas;
memberikan sedekah baik ketika lapang maupun sempit; berdakwah pd kebenaran dan
menentang kemungkaran; mentaati ALLAH SWT dan tdk mel;akukan hal yg
dimurkai-NYA; dan menolongku dan melindungiku jika aku datang ke tempat kalian,
sebagaimana perlindunganmu kepada dirimu, istri dan anak2mu.” Maka
jawab mereka : Ya RasuluLLAH, apa imbalan dari semua itu? Jawab nabi SAW : “Kalian
akan mendapatkan surga.” Setelah itu maka nabi SAW membai’at mereka
dan memilih 12 orang naqib diantara mereka yaitu 9 dari Khazraj dan 3 dari Aus.
KOMPROMI POLITIK DENGAN
KAUM YAHUDI DAN MUSYRIKIN SAAT PEMBENTUKAN
NEGARA BARU
1.
Saat nabi
SAW memasuki Madinah maka beliau SAW menghadapi masyarakat yang sangat
heterogen dalam suku dan agama, ada Muhajirin, suku Khazraj, suku Aus, Yahudi
bani Quraizhah, Yahudi bani Qainuqa, para pimpinan ekonomi seperti AbduLLAH bin
Ubay bin Salul, dsb. Maka dibuatlah perjanjian sbb : 1) Perjanjian persaudaraan
diantara sesama muslim, 2) Perjanjian tolong-menolong kaum muslimin dengan kaum
musyrikin, 3) Perjanjian kerjasama antara kaum muslimin dg kelompok2 besar
qabilah Arab non muslim, 4) Peraturan2 yang berlaku umum.
2.
Perjanjian yang
terkenal tersebut kemudian disebut Piagam Madinah yang merupakan teks
perjanjian Hak Asasi Manusia antar agama, suku dan golongan pertama di dunia yang
tertulis dalam sejarah, yang isinya secara lengkap adalah sbb[3]
:
a.
Bab-I (Diantara
kaum mu’minin): Dg nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, inilah
piagam perjanjian yg ditulis oleh Muhammad, nabi bagi orang mu’min dan org
muslim dari Quraisy dan Yatsrib dan siapa saja yg mengikuti ajarannya dan
berjuang bersama dengan mereka :
i.
Sesungguhnya
mereka adalah 1 kelompok, memiliki ikatan persatuan yang kuat.
ii.
Kaum
Muhajirin dari suku Quraisy berkewajiban membayar diat (denda),
memperlakukan tawanan perang dengan baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
iii.
Bani
Haritsah berkewajiban membayar diat (denda), memperlakukan tawanan
perang dengan baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
iv.
Bani Jasyim
berkewajiban membayar diat (denda), memperlakukan tawanan perang dengan
baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
v.
Bani Najjar
berkewajiban membayar diat (denda), memperlakukan tawanan perang dengan
baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
vi.
Bani Amr bin
Auf berkewajiban membayar diat (denda), memperlakukan tawanan perang dengan
baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
vii.
Bani Nubait
berkewajiban membayar diat (denda), memperlakukan tawanan perang dengan
baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
viii.
Bani Aus
berkewajiban membayar diat (denda), memperlakukan tawanan perang dengan
baik dan berlaku adil dengan kaum muslimin.
ix.
Kaum
mu’minin tidak membiarkan kesenangan hanya pada segelintir orang diantara
mereka, tapi membagikannya pada semua orang, dengan membagikan hasil dari
barang tebusan dan denda secara adil diantara mereka.
x.
Seorang
mu’min tidak memberikan kekuasaan diantara mereka kepada di luar golongan
mereka.
xi.
Sikap mu’min
terhadap orang yang membangkang dan mengajak berperang adalah suatu perbuatan
zalim, berdosa mengajak permusuhan dan merusak hubungan antar kaum mu’min.
xii.
Mereka
saling tolong-menolong, walau berbeda keturunan.
xiii.
Seorang
mu’min tidak boleh membunuh sesama mu’min karena membela orang kafir.
xiv.
Tidak
memberikan kemenangan atas orang kafir dengan mengesampingkan orang muslim.
xv.
Sesungguhnya
perlindungan ALLAH selalu berada di pihak orang mu’min yang lemah.
xvi.
Sesungguhnya
orang mu’min itu pelindung bagi orang-oranh mu’min lainnya, terhadap bahaya yang
ditimbulkan dari golongan di luar Islam.
xvii. Org2 Yahudi
yang mematuhi aturan-aturan agama kita, akan mendapatkan pertolongan dan
persamaan dalam hukum seperti orang muslim lainnya, mereka tidak teraniaya dan
tidak menganiaya.
xviii.
Apabila
terjadi perdamaian sesama mu’min, tidak sama dengan perdamaian orang mu’min dengan
orang kafir di medan perang, kecuali didasari dengan persamaan dan keadilan.
xix.
Bahwa setiap
prajurit kita yang turut berperang bersama kita, masing-masing saling
melindungi.
xx.
Sesungguhnya
orang mu’min itu bekerjasama, untuk saling melindungi jiwa mereka dalam
peperangan (sabiliLLAH).
xxi.
Sesungguhnya
orang mu’min yang bertakwa adalah orang yang mendapatkan sebaik-baik dan
selurus-lurusnya petunjuk.
xxii. Bahwa orang
musyrik (madinah) tidak dibolehkan menyewakan pada orang Quraisy (Makkah), baik
jiwa ataupun harta, apalagi jika dipergunakan menyerang kaum muslimin.
xxiii.
Barangsiapa
membunuh seorang mu’min dan terdapat padanya suatu bukti pembunuhan, maka dia
akan mendapatkan hukuman qishahs, kecuali wali dari orang-orang yang
terbunuh tersebut memaafkannya.
xxiv.
Bahwa orang-orang
mu’min memiliki hukum yang sama, sehingga tidak dibolehkan atas mereka kecuali
melaksanakan hukum tsb.
xxv. Orang mu’min
yang menyetujui seluruh isi perjanjian ini dan beriman pada ALLAH dan hari
akhir, tidak dibolehkan bagi mereka untuk menolong dan melindungi orang-orang
pembuat bid’ah.
xxvi.
Barangsiapa
yang menolong dan melindunginya maka bagi mereka laknat dan kemurkaan ALLAH pada
hari akhir. Dan mereka tidak akan mendapat jaminan dan keadilan.
xxvii.
Sesungguhnya
segala apa yang kamu perselisihkan hendaklah dikembalikan pada ALLAH dan
rasul-NYA, Muhammad SAW.
b.
Bab-II (dengan
orang Yahudi) :
i.
Orang Yahudi
bani Auf hidup berdampingan dengan kaum mu’min. Bagi orang Yahudi diperbolehkan
menganut agama mereka, dan bagi orang mu’min diperbolehkan menganut agama
mereka, begitu pula terhadap harta dan jiwa masing-masing.
ii.
Apabila ada
salah satu dari mereka (Yahudi) melakukan kezaliman dan kesalahan, mereka tidak
dapat dihukum semuanya, kecuali mereka yang melakukan perbuatan tersebut atau
keluarganya.
iii.
Sesungguhnya
orang Yahudi dari bani Nadir mempunyai kesamaan dengan orang Yahudi bani Auf.
iv.
Sesungguhnya
orang Yahudi dari bani Haritsah mempunyai kesamaan dengan org Yahudi bani Auf.
v.
Sesungguhnya
orang Yahudi dari bani Saidah mempunyai kesamaan dengan orang Yahudi bani Auf.
vi.
Sesungguhnya
orang Yahudi dari bani Jasyim mempunyai kesamaan dengan orang Yahudi bani Auf.
vii.
Sesungguhnya
orang Yahudi dari bani Aus mempunyai kesamaan dengan orang Yahudi bani Auf.
viii.
Sesungguhnya
orang Yahudi dari bani Tsa’labah mempunyai kesamaan dengan orang Yahudi bani
Auf, kecuali bagi yang berbuat kezaliman dan kesalahan. Dan mereka semua tidak
dihukum kecuali hanya yang berbuat kesalahan tersebut.
ix.
Sesungguhnya
keselamatan jiwa orang bani Tsa’labah seperti orang-orang bani Auf.
x.
Sesungguhnya
orang-orang bani Syathbiyyah seperti orang-orang bani Auf.
xi.
Memberi
pertolongan pada perbuatan baik dan bukan pada perbuatan buruk.
xii.
Bahwa orang
yang terikat perjanjian dengan bani Tsa’labah diperlakukan sam dengan kaum
mu’minin.
xiii.
Bahwa
keselamatan jiwa orang-oranh Yahudi sama dengan keselamatan jiwa kaum mu’minin.
xiv.
Tidak
dibolehkan seorangpun dari orang Yahudi keluar dari Madinah kecuali atas izin
Rasul SAW.
xv.
Tidak
dibolehkan seorangpun pergi ke Makkah untuk balas dendam.
xvi.
Barangsiapa
yang melakukan pembunuhan maka hanya dirinya dan keluarganyalah yang mendpt
hukuman dari perbuatannya, kecuali jika ia orang yang dizalimi.
xvii. ALLAH
melindungi isi perjanjian ini (ALLAH senantiasa memberikan keridhaan atas
segala isi perjanjian).
xviii.
Orang Yahudi
bekerjasama dengan kaum muslimin dalam mengumpulkan biaya perang, selama
terjadi peperangan.
c.
Bab-III
(antar sesama Yahudi) :
i.
Orang Yahudi
memberi nafkah terhadap orang Yahudi, begitu pula orang mu’min memberikan
nafkah pada orang mu’min.
ii.
Mereka
saling tolong-menolong dalam menghadapi orang-orang yang memerangi isi
perjanjian ini.
iii.
Mereka
saling memberi nasihat dalam kebaikan dan tidak memberi nasihat dalam perbuatan
dosa.
d.
Bab-IV
(Peraturan-peraturan umum) :
i.
Tidaklah
berdosa bagi orang-orang mu’min yang melakukan perjanjian perdamaian dengan
mereka.
ii.
Hendaknya
pertolongan ditujukan pada orang yang dizalimi.
iii.
Orang-orang
yang terikat dalam perjanjian ini dilarang untuk membunuh penduduk kota
Yatsrib.
iv.
Seorang
tetangga bagaikan sebuah jiwa yang tidak pernah melakukan sesuatu yang
membahayakan dan kesalahan terhadap dirinya sendiri.
v.
Tidak
dibolehkan menikahi seorang wanita, kecuali atas izin keluarganya.
vi.
Apabila terjadi
suatu permasalahan atau perselisihan yang dikuatirkan akan terjadi perpecahan
antara orang-orang yang memegang perjanjian hendaknya hal tersebut dikembalikan
pada ALLAH SWT dan nabi Muhammad SAW.
vii.
Sesungguhnya
ALLAH bersama orang yang paling mematuhi dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya
isi perjanjian.
viii.
Tidak
dibolehkan memberikan perlindungan kepada orang-orang Quraisy dan para
penolongnya.
ix.
Mereka harus
saling menolong atas segala musibah yang menimpa penduduk Yatsrib.
x.
Apabila
mereka diajak untuk berdamai dan melaksanakan segala usaha untuk menuju
perdamaian, mereka harus berdamai dan mewujudkan perdamaian tersebut.
xi.
Jika mereka
dianjurkan untuk melakukan yang seperti itu, maka orang-orang mu’min juga
memiliki beban yang sama.
xii.
Kecuali terhadap
orang yang memerangi agama mereka.
xiii.
Tiap manusia
memiliki bagiannya masing-masing dari apa yang ia kerjakan.
xiv.
Bagi
orang-orang Yahudi bani Aus, baik kolega ataupun diri mereka, memiliki
persamaan mengenai isi perjanjian, dengan orang-orang yang memegang perjanjian
ini. Dalam hal yang baik, bukan terhadap perbuatan jelek. Dan tidak akan mendapat
hukuman kecuali yang melakukannya.
xv.
Sesungguhnya
ALLAH bersama orang-orang yang paling patuh dan paling baik dalam menjalankan
isi perjanjian ini.
xvi.
Isi
perjanjian ini tidak berlaku atas orang yang melakukan kezaliman dan kesalahan.
xvii. Sesungguhnya
ALLAH dan Rasul-NYA akan selalu menolong orang-orang yang baik dan bertakwa.
KOMPROMI POLITIK DENGAN
KAUM MUSYRIKIN SETELAH PEMBENTUKAN NEGARA MADINAH
1.
Kompromi
Politik Nabi SAW dg qabilah2 Musyrikin di luar Madinah untuk melawan
Quraisy, seperti dg bani Mudallij dan bani Dhamrah di sepanjang laut Merah pd
jalur yg menuju ke Syam, ketika pemimpin musyrik bani Juhainah, Majdi bin Amru
al-Juhanilah bertemu nabi SAW di Madinah, maka ia disambut oleh nabi SAW
sehingga ia berkata : “Sungguh aku tdk tahu bahwa Maimun itu seorang
pemimpin yg baik dlm urusan ini.”[4]
Dan ditetapkanlah perdamaian antara keduanya dg kesepakatan Nabi SAW tdk
memerangi bani Dhamrah dan bani Dhamrah tdk memerangi nabi SAW serta
memprovokasi kelompok lain untuk memusuhi nabi SAW serta tdk memberi bantuan
kepada musuh nabi SAW[5].
2.
Bahwa pasca
kompromi2 politik yg dilakukan oleh nabi SAW tsb (terutama pasca perang Badar
dan perjanjian Hudhaibiyyah) maka nabi SAW pun seringkali dikhianati dan
disabot isi perjanjiannya terutama oleh kaum Yahudi (persis yg dilakukan
oleh kelompok sekular thd kemenangan2 partai Islam saat ini), tapi beliau SAW
berusaha mengatasi semua bahaya dan bertahan agar tdk menghadapi 2 musuh
sekaligus (Quraisy dan Yahudi), kecuali setelah kaum muslimin bisa mengalahkan
musuh terbesarnya kafir Quraisy yaitu pasca perang Ahzab.
3.
Bahwa ayat2
al-Qur’an yg turun berkenaan ttg larangan mengangkat pemimpin dari golongan
non muslim turun berkenaan dg tema ini (jadi bukan sbgm dituduhkan oleh
orang2 yg tdk mengerti asbab an nuzul, bhw ayat tsb melarang
partai Islam berkompromi politik dg orang kafir di parlemen). Contohnya QS 5/51
yg berbunyi : “Hai org2 yg beriman, janganlah kamu mengambil org2 Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin2mu. Karena sebagian mereka adalah pemimpin bagi
sebagian yg lain...” Sabab an nuzul ayat ini adalah turun
berkenaan ttg sikap AbduLLAH bin Ubay bin Salul yg melarang nabi SAW memerangi Yahudi
bani Qainuqa karena mereka telah membelanya selama ini[6]...
Lalu bagaimana mungkin ayat ini ditafsirkan sbg ayat yg melarang semua jenis
kompromi politik dg non muslim, sementara nabi SAW sendiri berkompromi dan
meminta perlindungan kepada pamannya Abu Thalib, Muth’im bin Adi, dll yg
semuanya adalah non muslim!!! Jadi jelaslah bagi kita bhw duduk perkaranya
adalah bhw masalah ini tergantung pd fase pertumbuhan dan kekuatan dari harakah
Islam itu sendiri.
4.
Coba
bandingkan dg ayat ke-52nya yg memuji sikap Ubadah bin Shamit ra yg juga
memiliki perjanjian dg Yahudi tsb tapi memutuskannya setelah pengkhianatan
mereka pd nabi SAW tsb sbb : “Dan barangsiapa mengambil ALLAH, Rasul-NYA dan
orang2 beriman sbg penolong maka partai ALLAH itulah yg akan menang.” Jadi
permasalahannya bhw konteks ayat itu adalah keharusan mentaati kebijakan
pemimpin (yg saat itu dipegang oleh nabi SAW), serta ketaatan pd syura yg
telah diputuskan oleh harakah Islam. Hal lain yg dpt ditambahkan sbg argumen
adalah bhw ALLAH SWT tdk pernah membatalkan kompromi politik dg bani Nadhir dan
bani Quraizhah, maka bagaimana mungkin ayat tsb melarang berkompromi politik dg
non muslim, sementara perjanjian nabi SAW telah berjalan selama 4 th!!!
5.
Latar-belakang
peristiwa Fathu (penaklukan) Makkah. Pd saat terjadi perjanjian
Hudhaibiyyah dulu, mk bani Bakr memilih bersekutu dg Quraisy, sementara bani
Khuza’ah memilih bersekutu dg nabi SAW (keduanya adalah qabilah musyrik). 22
bulan setelah Hudhaibiyyah di bln Sya’ban bani Bakr menyerang dan membunuh 23
orang bani Khuza’ah di dekat mata air al-Watir dekat Makkah. Maka Amru bin
Salim dr Khuza’ah bersama 40 org kaumnya datang dan melantunkan sya’ir ttg
kepedihan kaumnya dan mengadukan pd nabi SAW. Maka nabi SAW berdiri sambil
menyeret bajunya bersabda : “Aku tdk akan ditolong ALLAH SWT, jika aku tdk
menolong bani Ka’ab sbgm aku menolong diriku sendiri!”[7]
Dlm lafz Ibnu Ishaq disebutkan : “Aku tdk akan mendpt pertolongan jk tdk
menolong bani Ka’ab spt aku menolong diriku sendiri. Sesungguhnya awan ini
menjerit memintakan pertolongan untuk bani Ka’ab.”[8]
Maka lihatlah bgm nabi SAW memegang perjanjian politiknya dg kabilah musyrikin
dan bahkan menggerakkan pasukannya untuk memerangi Makkah karena membela
kabilah musyrikin yg telah berkompromi politik dg kaum muslimin!
6.
Turunnya
surat Bara’ah (at-Taubah). Setahun setelah penaklukan Makkah dan kaum muslimin
telah memiliki kekuatan yg besar, dan ketika semua kekuatan yg menentang Islam
di wilayah jazirah Arab telah jatuh ke tangan kaum muslimin, maka barulah ALLAH
SWT menurunkan QS at-Taubah yg memerintahkan memutuskan semua hubungan
perjanjian pd kaum musyrikin : “Inilah pernyataan pemutusan hubungan ALLAH
dan Rasul-NYA dari orang2 musyrik yg kalian (kaum muslimin) telah mengadakan
perjanjian dgnya...” (QS 9/1), maka ketika ayat ini turun nabi SAW mengutus
Ali ra untuk menyusul Abubakar ra yg sedang memimpin hajji dg kaum muslimin yg
lain untuk membacakan dan mengumumkan ayat ini, maka Ali ra mengumumkan 4 hal :
1) Setelah tahun ini tdk boleh lagi orang musyrik mendekati Ka’bah, 2) Tdk
boleh lagi thawaf dlm keadaan telanjang, 3) Tdk akan masuk syurga kecuali orang
mu’min, 4) Brgsiapa yg masih ada perjanjian dg rasuluLLAH maka akan ditepati
sampai akhir masanya. Point yg ke-4 ini ditegaskan pd ayat ke-4 dr QS 9 tsb,
az-Zamakhsyari berkata dlm tafsirnya al-Kasysyaf bhw istitsna
(pengecualian) dlm ayat tsb bermakna istidrak (penyusulan kalimat),
sehingga makna ayatnya adalah : Brangsiapa yg menepati perjanjian dan tdk
mengingkarinya maka sempurnakanlah perjanjian tsb dan jangan perlakukan mereka
sbgm org yg tdk menepati perjanjiannya dan sebaliknya jangan jadikan org yg tdk
menepati perjanjian seperti yg menepatinya. Imam Ibnul Qayyim[9]
menyatakan bhw setelah turunnya ayat ini maka kaum kafir dibagi 3, yaitu muharibin
(yg memerangi kaum muslimin), ahlul ‘ahdi (yg masih ada perjanjian dg
kaum muslimin) dan ahlu dzimmah (kafir yg berada dlm perlindungan nabi
SAW).
KESIMPULAN : TINJAUAN
FIQH TTG KOMPROMI POLITIK YG DIBOLEHKAN
DLM ISLAM
1.
Hukum
meminta bantuan pd org musyrik di luar urusan perang, adalah
dibolehkan berdasarkan perilaku nabi SAW di atas, ada pula hadits Bukhari yg
mempertegas sbb : Nabi SAW dan Abubakar menyewa seorang bani Dalil yg masih
mengikuti agama Quraisy sbg penunjuk jalan ke Madinah.”
2.
Hukum
meminta bantuan kepada orang musyrik dlm peperangan saat kaum muslimin lemah baik
jumlah maupun kemampuannya, maka ini dibolehkan berdasarkan perilaku nabi
SAW di atas. Imam Ibnu Hazm dlm kitabnya[10]
menyatakan : Jika kaum muslimin dlm keadaan darurat dan tdk bisa menang maka
dibolehkan meminta bantuan pd kafir Harbi tsb, sepanjang ia yakin bhw
kemenaangan tsb tdk membahayakan jiwa, harta dan kehormatan kaum muslimin, sbgm
istitsna (pengecualian) ALLAH SWT thd kebolehan memakan bangkai saat
kondisi terpaksa (...kecuali apa yg kamu terpaksa memakannya...). Dlm
hal ini ada yg mendebat kami dg menyebutkan firman ALLAH SWT : ..Dan tdklah
aku mengambil org2 yg menyesatkan itu sbg penolong.” (QS 18/51). Maka
jawaban kami adalah, ayat ini tdk tepat untuk kasus ini karena kita sama sekali
tdk menjadikan mereka sbg penolong melainkan mengadu mereka sebagian dg
sebagian yg lain, karena mereka adalah sama jahatnya satu dg lainnya maka ayat
yg benar adalah “..dan demikianlah KAMI jadikan sebagian org yg zhalim sbg
teman bagi sebagian yg lain krn apa yg mereka perbuat.” (QS 6/129), juga
dlm hadits yg diriwayatkan oleh AbduLLAH bin Rabi’ dari Muhammad bin Mu’awiyah
dari Ahmad bin Syu’aib dari Imran bin Bakr bin Rasyid dari abu Yaman dari
Syu’aib bin abi Hamzah dari az-Zuhri dari Sa’id bin Musayyib dari abu Hurairah
berkata : “Rasul SAW bersabda : ALLAH SWT akan menegakkan agama ini dg
bantuan orang yg fajir.” Maka Imam abu Muhammad berkata : Meminta
bantuan pd ahlul harb (kafir harbi) dlm melawan kafir harbi yg
lain dibolehkan, sebagaimana juga dibolehkan meminta bantuan pd muslim yg fajir
untuk menghentikan kezaliman muslim yg zalim. (Selesai kutipan dr Ibnu Hazm)
Man yuridiLLAHa bihi khairan
yufaqqihhu fid diin...
[2]
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq (seorang tsiqat tapi tadlis) dari
Muhammad bin Zaid bin Muhajir (tsiqat) dari Thalhah bin AbduLLAH bin Auf
(tsiqat) seorang tabi’in. Hadits ini mursal tp ketadlisan
Ibnu Ishaq tdk melemahkannya, karena Ibnu Ishaq tdk tadlis dlm hadits
ini hanya menyebutkan sanadnya. Dan juga telah diriwayatkan melalui
jalur lain dari Humaidi dari Sufyan dari AbduLLAH dari Muhammad dan
AbduRRAHMAN, keduanya anak dari Abubakar ra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar