"Islamic Quotes"

Jumat, Mei 27, 2011

Daulah Madaniyah merujuk kepada Islam (Karakteristik Daulah Pertama)


 Daulah ini bukan daulah diniah atau teokrasi, yang berkuasa terhadap diri manusia atau sanubari mereka atas nama hak Tuhan.

Daulah ini bukan daulah di tangan kahanah atau para pemimpin agama, yang beranggapan bahwa mereka bisa menggambarkan kehendak pencipta di dunia, atau kehendak langit di dalam diri para penghuni bumi. Apa yang mereka halalkan di bumi, tentu sudah dihalalkan di langit. Apa yang mereka larang di bumi, tentu juga sudah dilarang di langit.

Yang pasti daulah ini adalah daulah madaniyah (sipil) yang berkuasa atas nama islam, berdiri berdasarkan baiat dan musyawarah, orang-orang nya dipilih yang kuat dan dapat dipercaya, dapat diandalkan dan berpengetahuan. Siapapun yang tidak memenuhi syarat-syarat ini, maka dia tidak layak memegan daulah, kecuali jika terpaksa dan tidak ada pilihan yang lain. Tentu saja dalam batasan yang memang masih diperbolehkan.



Menurut pengertiannya yang benar dan penerapanya yang lurus, Islam tidak mengenal istilah rijalud-din (para pemimpin agama),  seperti yang dikenal dalam masyarakat pemeluk agama lainnya. Setiap orang muslim merupakan pemimpin bagi agamanya. Hanya saja ada istilah ulama yang mempunyai spesifikasi dalam berbagai disiplin ilmu Islam serupa dengan kedudukan para pakar akhlak, filsafat dan undang-undang di masyarakat lain.


Hubungan para ulama ini dengan daulah, mereka harus memberikan nasihat yang memang diwajibkan Islam untuk diberikan kepada para pemimpin orang-orang muslim maupun secara umum kepada mereka semua. Ini hukumnya wajib bagi setiap orang muslim, namun lebih wajib lagi bagi orang-orang yang berilmu. Tujuannya, agar daulah berjalan di atas rel islam yang benar, membatilkan yang batil, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram.

Mereka juga berkewajiban menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dengan hikmah dan contoh yang baik, serta tidak perlu takut terhadap celaan orang yang suka mencela karena Allah. Daulah juga harus membantu mereka dalam melaksanakan kewajiban memberikan nasihat, dakwah, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Ada perlunya jika mereka membentuk panitia atau mahkamah yang konstitusional (dustury). Setiap ketetapan undang-undang atau hukum harus disodorkan kepada mereka, agar tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan islam, sehingga al-qur’an bisa berseberangan dengan penguasa inilah yang diperingatkan dalam hadist Nabawy.


Dengan begitu ilmu dan hukum bisa berjalan berdampingan, agar pemisahan antara keduanya seperti yang terjadi dalam berbagai peristiwa sejarah tidak terulang kembali, ulama berada di suatu lembah dan penguasa di lembah lain, sementara yang dekat dengan penguasa hanya para penyair dan penjilat. Bahkan pada dasarnya seorang pemimpin muslim itu juga harus seorang yang mengetahui syariat dan mendalami pengetahuan tentang hukum hingga ke derajat ijtihad, seperti Al khulafa’ rasyidun, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Mereka adalah para imam fuqaha’ dan pandai berijtihad. Oleh karena itu para fuqaha telah sepakat mensyaratkan ijtihad bagi para khulafa’ dan hakim. Mereka tidak menerima ketiadaan syariat ini, kecuali dengan cara menarik garis ke bawah jika dalam keadaan terpaksa.


Daulah islam jauh dari gambaran daulah teokrat pada zaman dahulu, juga bukan daulah sekuler, baik kesekulerannya itu tercermin dalam pengingkaran terhadap agama secara total dan menyatakan permusuhan dengannya, karena agama itu dianggap sebagai perusak rakyat dan didasarkan kepada khurafat, seperti yang terjadi di negara-negara komunis, ataukah kesekulerannya itu tercermin dalam pemisahan agama dari negara dan pencegahannya untuk mempengaruhi kehidupan serta masyarakat, seperti yang terjadi di berbagai negara Barat yang menamakan dirinya sebagai negara liberalis. Sebenarnya dunia sekuler ini juga mengakui adanya Allah. Hanya saja mereka tidak merasa membutuhkan-Nya dan tidak memberikan tempat untuk mengatur kehidupan, sebagaimana yang dikatakan Muhammad Asad dalam bukunya, Al-islam ‘Ala muftaraqith Thariq (Islam di persimpangan jalan).


Daulah Islam adalah daulah madaniyah yang ditegakkan di bumi dengan menggunakan hukum-hukum langit, bertugas menjaga perintah dan larangan Allah di tengah manusia. Dengan begitu daulah ini layak mendapat pertolongan Allah. Tanpa ada tugas itu, maka tidak ada jaminan eksistensi dan kelanggengannya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah pasti menolong (agama)-Nya. Sesungguhnay Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan.” (Qs 22:40-41)


*Taken From Fiqh Daulah dalam perspektif Al-Qur’an dan Sunnah hal 43-45. Penulis Yusuf Qardhawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar