After debat
Entah kenapa perdebatan tak pernah membuatku merasa tenang. Beda jika itu sebuah dialog yang dimulai dengan hati yang bersih dan murni karena kecintaan kepada Allah dan saudaranya. Bagaimanapun perbedaan pendapat dalam dialog maka akan selalu ada titik temu disana. Karena ia berangkat dari hal yang benar, yaitu bahwa apa yang saya fikirkan, ketahui, pahami dan rasakan belum tentu benar, dan bisa jadi apa yang orang lain fikirkan, ketahui, pahami dan rasakan bisa jadi benar. Ini yang mesti menjadi awal fikiran, perasaan dan tingkah kita. Bisa jadi orang lain benar.
Entah kenapa perdebatan tak pernah membuatku merasa tenang. Beda jika itu sebuah dialog yang dimulai dengan hati yang bersih dan murni karena kecintaan kepada Allah dan saudaranya. Bagaimanapun perbedaan pendapat dalam dialog maka akan selalu ada titik temu disana. Karena ia berangkat dari hal yang benar, yaitu bahwa apa yang saya fikirkan, ketahui, pahami dan rasakan belum tentu benar, dan bisa jadi apa yang orang lain fikirkan, ketahui, pahami dan rasakan bisa jadi benar. Ini yang mesti menjadi awal fikiran, perasaan dan tingkah kita. Bisa jadi orang lain benar.
Kadang hawa nafsu membutakan mata
hati kita. Sehingga ketika kita merasa kita mampu memberikan fakta dan bukti
serta mematahkan argumen lawan bicara kita, kita merasa menang dan lawan kita
kalah. Kita merasa benar dan lawan kita salah. Kebenaran kita ukur dari sejauh
mana kekuatan argumen kita dan banyaknya kita menampilkan ayat-ayat al-qur’an
maupun hadist. Tapi satu yang kita lupa, bahwa bisa jadi kebenaran yang kita
anggap benar itu merupakan sesuatu yang kurang benar. Kenapa? Karena Allah lah
sang Pemilik Kebenaran. Allah berfirman dalam sebuah Surah :
“Katakanlah:
"Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran.
Dia Maha Mengetahui segala yang ghaib” Qs 34: 48
Maka tugas kita sebagai manusia,
hamba-Nya adalah bukan sekedar mampu menggunakan dalil (ayat Al-qur’an dan
Hadist) sebagai bahan perdebatan. Tapi kita meminta kepada-Nya untuk memberikan
ilham kedalam jiwa kita. Karena hawa nafsu sangat rentan memimpin kita. Ketika hawa
nafsu bicara maka dia akan selalu menyuruh kepada perbuatan buruk. Menyakiti hati
saudara kita dengan perkataan buruk, mencela, menghina, menisbatkan kata-kata
tak layak dan paling buruk kita selalu merasa saya benar dan saya cerdas. Buktinya
saya selalu bisa mematahkan argumen saudara saya, dan saya dapat menunjukkan
dalil penguat argumen saya. Bukankah ini berarti kita sudah memakai pakaian
Allah “KESOMBONGAN”?.
Mohon diingat bahwa hawa nafsu
sahabat karibnya setan. Setan selalu ingin membuat anak cucu adam berselisih,
bahkan saling bunuh. Tentu masih ingat kisah pembunuhan pertama di Muka Bumi
ini. Ya, benar... kisah pembunuhan antar saudara kandung, yaitu Kabil dan
Habil. Dan pemicu pertamanya adalah hawa nafsu yang memunculkan kedengkian dan
ditambah bisikan setan yang selalu setia setiap saat menyesatkan manusia dan
mengajak manusia mengikutinya. Ingat sekali lagi, hawa nafsu selalu mengajak
kepada kesesatan, kecuali nafsu yang dirahmati Allah. Oleh karena itu
sebagaimana hal yang sudah saya paparkan di depan. Maka berdo’alah kepada Allah
agar selalu diberikan ilham menuju jalan ketaqwaan. Sebagaimana firman Allah:
“maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya.
“ Qs. 91:8
Meminjam kata seorang teman: “Apabila kesombongan sudah menyelimuti hati kita, pandangan kita
terhadap orang lain akan cenderung menghinakan dan merendahkan”.
Bacalah sekali lagi. Bacalah ta’awudz dan
basmallah dulu dan Mulailah dialog dengan hati terdalam kita, tinggalkan hawa
nafsu terpinggir disudut gelap. Jangan disentuh hawa nafsumu. Beristigfarlah..
Kemudian bacalah kembali, Bukankah kalimat itu
akan kita rasakan kebenarannya. Itulah yang akan kita rasakan ketika kita mulai
memakai pakaian Allah. Kenapa hanya Allah yang boleh memakainya. Karena Allah
yang berhak untuk sombong. Sedangkan kita??, tubuh kita, wajah kita, harta
kita, otak kita, kefasihan lisan kita, udara yang kita hirup, pemandangan yang
kita lihat semua milik-Nya yang Dia pinjamkan sesaat untuk kita. Tidak ada yang
kita miliki di dunia ini... tidak ada...
Hidupkanlah rasa malu, jika kita mulai melangkah
ke arah perasaan merasa paling benar. Hidupkanlah jiwa kita dengan istigfar
jika kita mulai berfikir kita benar. Tumbuhkan dalam jiwa bahwa kebenaran milik
Allah, bukan milik kita, dan hanya Allah sang Pemilik kebenaran yang dapat
menunjukkan kita kepada kebenaran itu sendiri.
Ketika kita mulai dengan perasaan itu, maka kita
akan belajar mendengarkan dengan hati, jiwa dan pikiran yang jernih. Kita akan
terjauh dari bujuk rayu hawa nafsu dan juga teman karibnya : Setan.
Dan bacalah hadist ini:
“Ada tiga
perkara yang membinasakan, yaitu hawa nafsu yang dituruti, kekikiran yang
dipatuhi, dan seorang yang membanggakan dirinya sendiri.” (HR. Athabrani
dan Anas)
Kesombongan itu sesuatu yang sangat halus. Ia tumbuh
dengan perlahan dari kecil kemudian membesar, bahkan kita tidak menyadarinya. Ketika
jiwa mulai tidak merasakan ketenangan, kedamaian dan kebijaksanaan, tapi yang
dirasakan perasaan ingin membalas dan merendahkan, menghinakan serta
menjatuhkan saudara/ lawan bicara. Hati-hati...
Berhati-hatilah... pada saat itulah kita sudah
memasukkan tubuh kita sedikit demi sedikit kedalam pakaian kesombongan. Maka ketika
hal itu terjadi kita hanya akan mendapatkan kemurkaan dari Allah.
Bersegeralah melepaskannya. Tinggalkan jeratan
setan dan hawa nafsu. Berwudhulah... beristigfarlah... menjauhlah... sampai kau
merasakan ketenangan dan kententeraman.
Ingatlah firman Allah yang ini:
“Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di
waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak
ada baginya seorang pemimpinpun. Qs 39:23
mulailah mengingat Allah sebanyak-banyaknya...
meminjam sajak seorang teman (Vitha Civtany):
Tak perlu lagi kutanya hujan yang mengabarkan mimpi
dan termenung di malam pekat
sekedar memastikan kesalahan
melihat diri dipermain kebodohan
aku yang tak bisa melihat
tepat di mata kejujuran sekejab hilang
karna tak pernah ada lagi kunci
menembusi dinding hati bernama telepati
setiap aku menapakkan kaki kini kuhapus jejaknya
agar tersadar tak tergurat luka merentang
biar tak lagi kulipat kebahagiaan yang penuh warna
dan tak perlu minta maaf selain kepadaNya
jika surgalah yang kita inginkan
menjadi hadiah terindah dari Allah untuk kita, maka bacalah hadist ini:
“Tiada masuk
surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. (HR.
Muslim)
*syukron untuk seorang saudara
yang menasehati dalam diamnya dan juga dalam curhatnya. Sehingga diri yang
dhoif ini mendapatkan jawaban kenapa perasaan tidak tenang itu hadir...
26 mei 2011
@Bumi Khatulistiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar