Dalam masyarakat
kafir banyak slogan-slogan kebebasan didengungkan. Dalam masyarakat komunis
negaralah yang paling banyak melakukan kebebasan ini sekehendaknya. Sedangkan dalam
sistem demokrasi, selalu diagungkan kebebasan rakyat dan negara. Manusa menginginkan
lebih banyak kebebasan dalam ekonomi, politik
perilaku, perbuatan dan jiwa. Sehingga mereka menginginkan kehidupan
binatang dijadikan sebagai tujuan tertinggi mereka. Akibatnya mereka tidak
berpakaian seabgaimana binatang dan saling bersetubuh seperti binatang kawin
dengan betinanya. Aspirasi dan cita-citanya seratus persen bersifat
kebinatangan.
Masyarakat
islam sama sekali bertentangan dengan masyarakat kafir tersebut. Slogannya adalah
‘ubudiyah li Allah. Ikatan primadiahnya, baik dalam tingkat bangsa dan negara,
adalah islam. Ketenteraman dan ketenangan serta cita-cita pribadi dan
masyarakat muslim terletak pada penghambaan diri kepada Allah semata, dengan
menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dalam bidang politik,
sosial, ekonomi dan moral.
Ikatan masyarakat
muslim tegak di atas dasar iman kepada Allah swt. Karena itu masyarakat muslim
hanya tunduk kepada undang-undang penghambaan dan memandang ‘ubudiyah
ini sebagai kewajibannya serta hak Allah yang menciptakannya. Masyarakat muslim
memandang “ubudiyah ini sebagai kewajibannya serta hak Allah yang
menciptakannya.
Masyarakat muslim
memandang ubudiyah sebagai perwujudan praktis manusia yang beryukur kepada
Allah swt yang telah menundukkan alam ini untuk kemaslahatan manusia. Disinilah
letak persimpangan jalan antara muslim dan kafir. Orang kafir mengekspoitasi
alam dan memanfaatkannya dengan melupakan Penciptanya. Sedangkan seorang muslim
senantiasa memelihara hakikat ini. Karena itu apabia ia makan, minum,
berpakaian, sehat dan sakit tetap ingat akan hakikat ini.
Jadi kebebasan dalam
masyarakat muslim adalah kebebasan muslim dalam menerapkan islam, kebebasannya
dalam mengalahkan orang-orang yang menyeleweng dari islam, kebebasannya dalam
menundukkan manusia kepada kekuasaan Allah dan kebebasannya dalam menjadikan manusia
yang tidak menghambakan diri kepada Allah tidak menikmati kebebasan, kecuali
yang diizinkan Allah. Sebab, Dia adalah Penguasa alam dan manusia. Allah
berfirman, “Dan hendaklah menyembah-Ku, ini adalah jalan yang lurus.” Qs.
Yasin:61
Dengan demikian,
selama konsekuen dengan slogan ubudiyah hanya kepada Allah, maka ia akan
memiliki kemerdekaan dan kebebasan sempurna
Seseorang tidak boleh
masuk ke rumahnya tanpa seizinnya. Allah berfirman,”… Janganlah kamu masuk
rumah yang bukan rumahmu sehingga kamu meminta izin dan mengucapkan salam
kepada penghuninya…” (Qs An-Nur:27)
Seorang muslim tidak
akan melewati batas terhadap tubuh, jiwa, harta dan harga dirinya. Ia bebas
berbicara dan menolak perkataan salah, meski keluar dari kepala negara. Siapapun
boleh memilih pemimpin kaum muslimin yang dikehendakinya. Tetapi ia harus iltizam
dengan taat kepada orang yang menjadi pemimpinnya, sekalipun ia tidak memilihnya,
selama kepemimpinannya sah menurut syara’. Maka kebebasan berpolitk,
berpendapat, berijtihad, berbicara, berusaha dan bertindak dijamin bagi setiap
muslim. Ia, dalam masyarakat islam, mendapatkan kebebasan sempurna selama
beriltizam dengan kebenaran dan keadilan, yang kedua-duanya merupakan perintah
Allah, dan tidak keluar dari keduanya. Tegasnya selama ia beriltizam dengan ‘ubudiyah
li Allah dan berdisiplin Ilahiyah.
Itu berkenaan dengan
seorang muslim yang berada di dalam masyarakat islam. Adapun selain muslim yang
tinggal di negara islam, selama ia beriltizam dengan perjanjian, ia memiliki
kebebasannya yang sempurna sesuai dengan perjanjian yang berlaku. Jika ia
menyeleweng dari perjanjian maka resikonya ditanggung sendiri.
Sungguh sangat jauh
perbedaaan pengertian kebebasan yang benar, jelas dan lurus menurut pandangan
kaum muslimin dengan pengertian kebebasan yang terselubung., liberal dan
merusak, menurut pandangan orang-orang kafir.
*Taken from Al Islam Jilid I pada
halaman 449-451. Penulis Sa’id Hawwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar