Demokrasi
Dalam Pandangan Islam
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah
demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan
hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan
memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain,
justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak
sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya.
Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan
banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam
memandang demokrasi. Di bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi
dalam perspektif Islam. Tulisan ini sendiri berasal dari
APAKAH SISTEM DEMOKRASI HARAM?
Apaka Demokrasi haram?
Apakah dizaman rosululloh ada sistem demokrasi?
IWAn
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Saudara Iwan yang dirahmati Allah. Demokrasi adalah
sebuah tema yang banyak dibahas oleh para ulama dan intelektual Islam. Untuk
menjawab dan memosisikan demokrasi secara tepat kita harus terlebih dahulu
mengetahui prinsip demokrasi berikut pandangan para ulama tentangnya.
Prinsip Demokrasi
Menurut Sadek, J. Sulaymân, dalam demokrasi terdapat
sejumlah prinsip yang menjadi standar baku. Di antaranya:
·
Kebebasan berbicara setiap warga
negara.
·
Pelaksanaan pemilu untuk menilai
apakah pemerintah yang berkuasa layak didukung kembali atau harus diganti.
·
Kekuasaan dipegang oleh suara
mayoritas tanpa mengabaikan kontrol minoritas
·
Peranan partai politik yang sangat
penting sebagai wadah aspirasi politik rakyat.
·
Pemisahan kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.
·
Supremasi hukum (semua harus tunduk
pada hukum).
·
Semua individu bebas melakukan apa
saja tanpa boleh dibelenggu.
Pandangan Ulama tentang Demokrasi
Al-Maududi
Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad pertengahan yang telah memberikan kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.
Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad pertengahan yang telah memberikan kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.
Mohammad Iqbal
Kritikan terhadap demokrasi yang berkembang juga
dikatakan oleh intelektual Pakistan ternama M. Iqbal. Menurut Iqbal, sejalan
dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan
sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama.
Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang
bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya,
menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah
kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah
konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Jadi
yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich. Melainkan, prakteknya yang
berkembang di Barat. Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai
berikut:
- Tauhid sebagai landasan asasi.
- Tauhid sebagai landasan asasi.
- Kepatuhan pada hukum.
- Toleransi sesama warga.
- Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.
- Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.
Muhammad Imarah
Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara
mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan
legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan
rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan
wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang manusia
hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan
Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah.
Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya.
Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya.
Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Dia membiarkannya. Dalam filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan Islam, Allah-lah pemegang otoritas tersebut. Allah befirman
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (al-A’râf: 54).
Inilah batas yang membedakan antara sistem syariah Islam dan Demokrasi Barat. Adapun hal lainnya seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta orientasi pandangan umum, dan sebagainya adalah sejalan dengan Islam.
Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau,
substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa
hal.
Misalnya:
·
Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat
seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja,
mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga
dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai
oleh makmum di belakangnya.
·
Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan
dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat
kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
·
Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang
tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih
menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak
layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian
pada saat dibutuhkan.
·
Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan
dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura.
Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah
seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak.
Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang
keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari
luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat
jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil
ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
·
Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
Salim Ali al-Bahnasawi
Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang
tidak bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan
dengan Islam.
Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya islamisasi demokrasi sebagai berikut:
Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya islamisasi demokrasi sebagai berikut:
- menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan
Allah.
- Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
- Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
- Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.
- Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
- Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
- Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi.
Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem
demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Yaitu di antaranya:
1. Demokrasi
tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat
diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3. Pengambilan
keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara
mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas
yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga
ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan
mengambil pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan
cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah
atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang
sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum
dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan
kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
a.
Seluruh warga atau sebagian besarnya
harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam sehingga aspirasi yang mereka
sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
b.
Parlemen atau lembaga perwakilan
rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang Islam yang memahami dan
mengamalkan Islam secara baik.
Wallahu alam bi al-shawab
Wassalamu alaikum wr.wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar