"Islamic Quotes"

Sabtu, Mei 28, 2011

“em, diam sajalah...”


“em, diam sajalah...”

Kubaca kalimat tersebut lagi.. dan lagi. Aku yang sejak pertama sudah menguat-nguatkan hati untuk berkomentar yang sebenarnya kuakui sangat malas untuk kulakukan merasa dijatuhkan dari gedung lantai 100.

Kata itu begitu menusuk. Sederhana,,, tapi ia menusuk dalam. Hingga kini. Perasaan tidak tenang yang hinggap sejak awal berkomentar semakin menjadi-jadi. Tak karuan. Ada titik yang hampir jatuh. Tapi tetap kukuat-kuatkan. Kali ini saja fikirku, ingin kulawan hujatan itu. Ingin kutegur hingga jera. Agar tak lagi berulah yang sama.
Hufff ... begitu berat rasanya, seperti ada sebongkah besi yang seberat 100 kg di dadaku.


Sejak awal memang sudah tak ingin berkomentar di status itu, kukira dia menulis status : “Astagfirullah” karena menyadari kesalahan yang dibuat pada status sebelumnya. Status yang sungguh kufikir dan kurasa tak layak dibuat bagi seorang yang beraktifitas dalam “dunia dakwah”.


Kutelurusi komen-komen di bawahnya...
e... ternyata!!. Tidak ada perasaan bersalah yang muncul padanya, ia merasa biasa mengatakan status sebelumnya bahkan dia mulai lagi melancarkan hujatan pada gerakan yang berbeda dengannya. Sempat aku berfikir, apakah diam ataukah ditegur??, mana yang lebih baik?. entah apa yang menjadi analisaku, akhirnya kuputuskan untuk berkomentar.


Kubaca lagi komen-komennya.
Kutuliskan komenku, komen pertama kubaca ulang. Siip,
Masuk ke komen kedua, aku sudah tidak merasa tenang. Cukup bingung menuliskan kalimat yang bisa menasehati tanpa menelanjangi. Tapi ternyata...  kata-kata yang tertulis yang ketika kubaca ulang bukanlah kata-kata yang bijak. Ya, setidaknya saat itu aku sadar bahwa aku manusia. Punya cela, punya hawa nafsu.

Komen-komen selanjutnya akupun tak sadar apakah itu hasil dari hati yang jernih ditambah dengan kecerdasan akal ataukah hanya emosi yang digembosi oleh hawa nafsu dan teman dekatnya.


Tujuan saat itu hanya satu: JERA
Sudah lama aku tidak menyerang orang lain dengan kata-kata yang menjatuhkan dan kasar.  Tapi untuk saat ini, biarlah aku membiarkan diriku lepas dari sikap dan bahasa kehati-hatian. Memang akhirnya ketidaktenangan itu semakin menjadi saja bercokol di hatiku.


Adakah ketenangan ketika kita disakiti dan kita balas menyakiti??. Walaupun, mungkin orang itu membenci kita dan gerakan kita, tapi rasanya masih tidak pantas. Masih tidak tenang. Bukankah dia juga saudara seaqidah kita yang berbeda wadah saja?


Aku mulai berfikir, kenapa mesti bertingkah seperti mereka, bukannya ketika bertingkah seperti mereka berarti tak ada beda antara aku dengan mereka. Aku juga teringat perkataan teman dekatku, “sudahlah, jangan dilanjutkan, dicuekkan saja. Nanti anti akan bertingkah dan berkata seperti mereka. Di remove saja dari friend list”. Sudah kulakukan, memang ada beberapa yang masih bertahan di friend list ku, dan akhirnya terjadi juga yang dikhawatirkan temanku itu. Secara tak sengaja kata-kata itu terbaca di home fb ku. Beberapa kali aku beristigfar...
“astagfirullah...”

Terkaget-kaget membaca kata “I Hate You All”.
Sungguh kaget!!!.
Ternyata itukah yang mereka rasakan kepada kami ; “KEBENCIAN”. Mungkin kata ini dan kata-kata sebelumnya yang menjadi pemicu aku memulai berdebat di wallnya.
Dan setelah kutelusuri, artikel-artikel yang digunakan adalah artikel-artikel yang sudah sering kubaca.
Huuffff.... hanya karena artikel itu mereka membenci kami.


“em, diam sajalah...”
Kalimat ini yang membuatku merasa dijatuhkan dari lantai 100.
Benar-benar menusuk.
Aku sadar waktu itu aku telah ditegur oleh-Nya: Rabbku...
Mungkin pada saat itu aku sudah masuk ke sebuah kata: BERLEBIHAN.
Aku merasa bersalah kepada-Nya. Sang pemilik jiwaku.
Rabbi.....,
sungguh kata maaf hanya ingin kuucapkan kepadamu, bukan kepada makhluk-Mu.. bukan..... bukan karena aku tak suka dengan kata itu. Tapi kata itu menjadi bukti bahwa ada yang saudaraku yang kusakiti dengan kata dan tingkahku.
Alangkah sulitnya nasibku kelak di akhirat jika orang yang kusakiti tak memaafkan. Bukankah aku harus mengejar kata maafnya hingga akhirat kelak.


Lalu... Rabbi...
Seakan Engkau ingin mengingatkanku lagi lewat curhat teman dekatku,
Ukhti... saya merasa banyak dosa.” Katanya
Kenapa?” tanyaku.
saya merasa berpenyakit hati?” katanya
Jatuh cinta kah?, atau benci? Tanyaku
Bukan!!” lebih parah dari jatuh cinta”. Jawabnya
ape tuh” tanyaku mengejar...
Ana merasa telah banyak berubah... menjadi lebih sombong”.. jawabnya

Deeegggg...
Rabbi... lirih ku beristigfar...
Akhirnya Engkau jawab juga perasaan tidak tenangku selama debat tersebut. Ada pakaian sombong yang mulai kukenakan.
Rabbi... itukah yang Engkau coba ingatkan padaku.


Kubaca ulang lagi setiap kata dan kalimat yang kutulis diwallnya,,,
Dan aku hanya bisa beristigfar...
Ya, berat mengakuinya,,, memang terselip kesombongan yang sangat halus disana.

Rabbi, ampunkan hamba,.
Tolong dekatkan hamba kepada orang-orang yang Engkau ridhai, dan jauhkan hamba dari orang-orang yang tidak Engkau ridhai. Cintakan hamba kepada orang yang mencintai-Mu dengan tulus dan sepenuh jiwa. Jauhkan hamba dari sifat yang Engkau benci, lekatkan hamba kepada sifat yang Engkau cintai, ridhai dan rahmati.
aamiiin

*sebuah tekad terpartri: Lebih berhati-hati.

@Bumi Khatulistiwa
25 Mei 2011
03.30am






Tidak ada komentar:

Posting Komentar