"Islamic Quotes"

Selasa, November 02, 2010

KAMMI dalam Pergulatan Internal (sebuah tawaran Gerak)



Didunia ini, Segala sesuatu pasti mengalami perubahan
Kecuali perubahan itu sendiri...
Dia tidak mengalami perubahan
Karena perubahan tetaplah perubahan...!


Sebuah pertanyaan besar yang harus ditanyakan kepada KAMMI hari ini adalah perubahan seperti apa yang diinginkan KAMMI terhadap Indonesia, negara tercintanya. Apakah perubahan simbol ataukah perubahan substansi??. 
Kenapa hal ini perlu ditanyakan, karena jawabannya akan sangat menentukan arah gerak kita kedepan. Yang saya maksud perubahan simbol adalah perubahan yang hanya bersifat tampak secara kasat mata yang mengejawantahkan diri dalam bentuk verbal simbol-simbol. Sedangkan perubahan substansi adalah sebuah perubahan yang menyentuh ke akar permasalahan, ia cenderung tak tampak, namun dapat dirasakan dan diamati kehadirannya.

Untuk lebih jelasnya, mungkin saya akan memberikan beberapa contoh: pertama, misalnya pada kasus hijrahnya seorang aktifis dakwah. Hijrahnya seseorang dari kegelapan menuju cahaya terang dapat ditandai oleh berbagai hal. Tergantung dari sudut pandang orang yang melihat prosesi hijrahnya seseorang tersebut. Orang akan mengatakan bahwa seseorang itu hijrah ataupun telah menjadi aktifis dakwah ketika dia sudah tidak bergaul kembali dengan "teman-teman lama" yang jahil. Kedua ketika dia bergabung dalam sebuah organisasi keislaman, ataukah masuk kedalam sebuah jama'ah. Ketiga, ketika dia ikut dalam proyek-proyek kebaikan. Keempat, ketika  ia sudah mengikuti proses "tarbiyah" secara kontinu. Kelima, ketika orang tersebut (jika akhwat) menggunakan jilbab, baju longgar dan rok, serta kaos kaki. Dan jika orang tersebut ikhwan  ketika sudah ada janggut di dagunya dan ada tanda hitam di dahinya. Keenam, jika orang tersebut baik ikhwan dan akhwat berbicara dengan lawan jenis dengan menundukkan pandangan/ atau tidak melihat ke lawan bicara, serta tidak berjabat tangan. Ketujuh ketika dia diperintahkan oleh mas'ulnya ataupun qiyadahnya ia selalu patuh. Kedelapan ketika dia berbicara, ataupun mendengar dengan adab yang baik dan berdiskusi dengan adab yang baik. Kesembilan ketika kemana-mana dia selalu membawa mush'af Al_Qur'an ataupun banyak hapalannya. Dan masih banyak contoh yang lain yang bisa kita amati.  Perubahan yang seperti ini saya katakan sebagai sebuah perubahan simbol. Perubahan yang dapat kita lihat secara kasat mata. Perubahan seperti ini bisa saja hilang suatu saat jika tidak didukung oleh perubahan substansi. Perubahan substansi menurut saya adalah sebuah perubahan yang hanya orang itu sendiri yang mengetahuinya, namun dapat dirasakan oleh orang—orang yang ada disekitarnya. Misalnya begini bisa saja orang-orang tersebut yang kita namakan sudah hijrah ataupun seseorang itu adalah aktifis dakwah, melakukan semua itu hanya untuk mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari sebuah komunitas. Atau mungkin saja ia hanya sekedar ikut-ikutan saja tanpa memahami makna yang telah dilakukan. Ataupun juga ia tidak bisa melepaskan diri karena sudah terlanjur "terjerat". Perubahan itu bisa diuji apakah ia perubahan simbol ataukah perubahan substansi dengan melihat gejala-gejala yang ada ataupun yang tampak dari si pelaku seiring berjalannya waktu. Misalnya begini, menurut saya seseorang yang dikatakan hijrah, yang melakukan perubahan substansi itu adalah ketika ia mengikuti sesuatu itu dengan pemahamannya. Dan itu akan dilihat dari berjalannya waktu, artinya ketahanan dia untuk melakukan sebuah perubahan yang bersifat simbol itu sejauh mana. Karena sejatinya perubahan bersifat substansi akan dapat mendorong perubahan yang bersifat simbol. Dan jawabannya adalah ketika si pelaku perubahan tersebut di uji oleh beberapa cobaan, apakah dia tetap bersikukuh dengan "simbol" yang selama ini tampak/lakukan ataukah tidak. Ataupun sejauh mana dia mampu bersabar dan bertahan ketika dia dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang benar-benar menguji kepahaman gerak dari "simbol" yang dia lakukan selama ini.

Kedua, pada wilayah kampus. Banyak yang menilai bahwa sebuah kampus sudah dikatakan futuhat ketika kita sudah melakukan ekspansi dakwah. Dengan ukuran berapa lembaga yang ikhwah kita menduduki jabatan strategis disana. Misalnya sebagai ketua BEM, HMJ, dan ketua-ketua di elemen kampus lainnya. Kampus sudah dikuasai ketika kita sudah menguasai lebih dari 50% jabatan struktural yang ada dikampus tersebut. Ini juga yang saya maksud dengan perubahan simbol. Pada sesuatu yang tampak. Yaitu perubahan dimaknai sebagai sebuah kemenangan ketika kita sudah menguasai struktural yang ada. Ataupun bahasa kerennya: perubahan struktural. Namun, menurut saya perubahan bersifat simbol itu bisa saja lenyap jika tidak dibarengi dengan perubahan substansi. Misalnya, saya lebih memaknai sebuah perubahan itu berarti futuhat (baca: kemenangan dakwah) jika kita sudah berhasil mempengaruhi baik pola pikir, hidup, gerak dari seluruh civitas akademika (baca: warga kampus). Artinya perubahan secara kultural. Karena perubahan kultural akan mendukung atau mempelopori munculnya perubahan struktural. Jadi perubahan untuk wilayah kampus itu tidak hanya dimaknai sebagai penguasaan lembaga, namun lebih jauh dari itu yaitu bagaimana warga kampus itu tersibghoh dengan nilai-nilai tarbiyah (baca: keislaman) dan mereka "aman" hidup dengan kita dan dapat mendukung "proyek-proyek keislaman" yang ada serta mereka mempercayai kita untuk menjadi pemimpin mereka. Artinya perubahan yang lahir atas dasar kesadaran yang berlandaskan pada pemahaman yang komprehensif. Dan tentunya tidak akan terjadi peristiwa di kampus krisis kepemimpinan, atau krisis kader jika kita sudah futuhat atau mampu mensibghoh warga kampus. Karena kita sudah menyiapkan kultural yang ada untuk mampu memback-up proyek2 kebaikan. Dan jika yang terjadi adalah kekalahan dalam menjabati struktural itu berarti kita baru melakukan perubahan dalam bentuk simbol yaitu simbol-simbol kekuasaan (perubahan struktural). Dan jika kita ingin menang maka kita harus mampu melakukan perubahan substansi yaitu pada warga kampusnya (perubahan kultural).

Ketiga, contoh kasus negara Indonesia. Indonesia dikatakan mengalami perubahan jika Soeharto sudah jatuh/ turun tahta. Ataupun pemerintahannya sudah berubah nama dari pemerintahan orde baru menjadi pemerintahan reformasi. Ataupun orang-orang yang menjadi menteri dalam kabinet Soeharto dulu tidak lagi menjadi kabinet di pemerintahan sekarang. Ataupun orang-orang yang menjabat di pemerintahan adalah wajah-wajah baru, bukan orang yang pernah menjabat pada era orde baru. Artinya berubah wajah. Ini juga saya namakan sebagai perubahan simbol. Perubahan yang termanifestasi dalam bentuk-bentuk yang tampak. Jika kita memaknai perubahan seperti itu yang diinginkan oleh KAMMI atau gerakan mahasiswa lainnya, maka bisa dikatakan reformasi sudah berhasil. Namun menurut saya perubahan simbol ini tidak akan bertahan lama, karena ia akan mengalami masa kembali ke bentuk awal kalau tidak diikuti oleh perubahan substansi. Karena sistem yang lama sudah melakukan regenerasi yang utuh baik itu dari kutural masyarakat maupun sistem/struktur yang ada. Maka kita harus mampu melakukan perubahan substansi. Kenapa kita perlu melakukan perubahan substansi (baca: perubahan kultural) di Indonesia?? Karena menurut saya perubahan substansi itu akan mampu mempelopori perubahan dalam bentuk simbol. Misalnya jika kita sudah mampu merubah kultur masyarakat dan paradigma berfikir mereka, maka secara otomatis mereka akan mampu untuk merubah struktur yang ada. Artinya mereka akan dapat memilih siapa/orang yang tepat untuk duduk di pemerintahan. Namun, bukan berarti saya mengenyampingkan perubahan simbol, tidak.. Tetap kedua perubahan untuk harus berdampingan hingga kita mampu mengukur secara jelas. Karena kedua-duanya dibutuhkan dalam konteks perubahan.

Jika kita berkaca kepada siroh nabawiyah, tentu kita bisa melihat bahwa yang pertama kali dirubah oleh Rasulullah adalah pola pikir/ paradigma berfikir masyarakat. Dan baru Baginda Rasulullah merubah struktur tatanan masyarakat/ pemerintahan  yang ada. Dan upaya pertama yang dilakukan adalah dengan "IQRO" membaca.

Artinya secara manhaj dakwah yang diajarkan oleh Rasulullah bahwa perubahan struktur (baca: simbol, bisa saja simbol-simbol kekuasaan, dll) akan dapat menjadi sebuah substansi kemenangan jika kita sudah terlebih dahulu merubah substansinya, yaitu perubahan kultural. Dan itu juga yang harus dipikirkan oleh KAMMI kedepannya.

Sebuah aksioma yang tak bisa kita pungkiri adalah bahwa setiap perubahan itu selalu membutuhkan sebuah proses. Dan sebuah proses pasti membutuhkan sebuah ruang yang dinamakan waktu. Bahkan bisa jadi proses ini akan mengambil waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu kematangan berfikir, kedewasaan bertindak, kecermatan dalam menghitung-hitung analisa/ kejadian dan ketepatan dalam menentukan sikap dan tindakan sangat dibutuhkan untuk mencapai sebuah kemenangan. Dan hakekat sebuah proses tentunya akan membutuhkan waktu baik itu singkat maupun panjang/lama. Dan hakekatnya jika ada waktu dalam proses maka pasti akan ada "cobaan" dan "ujian". Karena hidup sejatinya hanyalah tempat Allah untuk "menguji" makhluknya. Dan bentuk cobaan bisa bermacam-macam, bisa berupa kesenangan, kesedihan, ketenangan, keonaran, ketenara, kejumudan bisa berbentuk apa saja. Dan syarat untuk menghadapi cobaan adalah: kesabaran dan keikhlasan dan kemampuan untuk mengevaluasi diri dan bangkit setelah terduduk.

Maka dari itu perubahan yang kita lakukan harus syamil yaitu mencangkup kedua sisi yaitu sisi simbol (bisa dibaca: struktural) maupun substansi (bisa dibaca: kultural). Dan kedua kata ini sudah termaktub dalam sebuah kata dalam Al-Qur'an yaitu : KAFFAH. Atau biasa kita baca menyeluruh. Maka dari itu jika kita menginginkan kemenangan dakwah ini sebagai manifestasi dari kemenangan islam maka kita harus melakukan perubahan secara kaffah. Baik dari sisi internal gerakan maupun eksternal gerakan.


Dalam internal gerakan KAMMI, perubahan simbol (baca: struktural) lebih banyak diperankan oleh Departemen Kebijakan Publik/ KASTRAT. Yang mana mereka melakukan perubahan dalam bentuk simbol-simbol kekuasaan. Misalnya dengan melakukan aksi-aksi/ Demo terhadap pejabat pemerintahan dalam rangka mengkritisi pemerintahan. Dengan pressure /penolakan jika kebijakan tidak berpihak pada rakyat. Dan tawaran solusi (walaupun terkadang tidak matang) jika elit pemerintahan membutuhkan sebuah solusi. Sementara perubahan substansi (kultural) lebih banyak diperankan oleh teman-teman yang berada di Departemen Sosial Kemasyarakatan. Dengan melakukan pembinaan, pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat. Departemen Sosmas yang akan lebih banyak ataupun lebih berperan dalam merubah paradigma berfikir masyarakat dan membentuk basis/ komunitas-komunitas masyarakat yang akan melakukan perubahan. Sementara Departemen Kaderisasi lebih fokus kepada pembentukan kader yang dibutuhkan untuk mampu melakukan perubahan baik itu dalam bentuk simbol (baca: struktural) ataupun dalam bentuk substansi (baca: kultural).

Selama ini yang saya cermati, ketiga departemen ini cenderung untuk bergerak sendiri-sendiri (maaf kalau salah). Sehingga tidak ada sebuah design yang utuh dari KAMMI untuk perubahan Indonesia. Misalnya begini, ketika teman-teman yang berada di Departemen Kebijakan Publik/kastrat ingin melakukan perubahan struktural (simbol) dalam bentuk mengkritisi kebijakan. Teman2 Sosmas fokus kepada kerjanya sendiri dengan membuat basis massa/ masyarakat yang tidak/ belum sesuai dengan kebutuhan. Dan bahkan teman-teman sosmas belum mampu untuk membentuk basis masyarakat itu tapi lebih banyak terjebak pada aksi2 sosial misalnya: aksi pengumpulan dana, sunatan massal, penyuluhan kesehatan, dll yang bersifat sementara dan musiman. Sementara itu juga di lain pihak Departemen Kaderisasi seakan tidak mau tahu akan kebutuhan dari kedua departemen itu dalam upaya melakukan perubahan baik itu dari sisi struktural maupun kultural. Departemen kaderisasi lebih fokus menyiapkan kader untuk siap di mobilisasi, tapi bukan dalam kerangka pembinaan untuk memenuhi kebutuhan perubahan yang akan dilakukan. (mungkin ini sudah disadari bersama. Saya hanya ingin memaparkan ulang saja)

Sebenarnya kerja-kerja KAMMI akan lebih strategis, produktif dan progressif  jika departemen-departemen yang ada mampu bersinergis. Dan peran itu yang harus dilakukan KAMMI kedepannya. Bukan berarti hanya terjebak pada kerja-kerja perubahan struktural yang dalam lingkup mengkritisi kebijakan (baca: nolak/protes terus/demo terus).  Atau juga terjebak pada kerja-kerja perubahan kultural (baca: aksi sosial/penggalangan dana terus). Tapi saya pikir, sudah harus mulai memikirkan yang lebih dalam dari itu semua yaitu benar-benar melakukan perubahan struktural dalam bentuk konkret tawaran solusi untuk pemerintahan. (bukankah salah satu pointer dalam prinsip gerakan KAMMI: solusi islam adalah tawaran perjuangan KAMMI). Dan juga benar-benar melakukan  perubahan kultural yaitu menyiapkan komunitas-komunitas masyarakat menjadi berdaya dan mandiri (baca: mampu melakukan perubahan dan pengembangan masyarakat sendiri). Yang ini juga sesuai dengan visi KAMMI menjadikan masyarakat menjadi masyarakat islami. (bukan berarti paradigma yang ada bahwa semua masyarakat Indonesia harus  beragama islam semua, namun bagaimana nilai2 islam menjadi prilaku hidup masyarakat).

Sebenarnya jika saya diperbolehkan untuk menganalisis, maka saya akan memaparkan analisis saya dan memberikan beberapa tawaran solusi untuk KAMMI agar dapat melakukan sebuah perubahan secara KAFFAH. Dan jika saya membaca GBHO KAMMI, maka sebenarnya itu sudah bisa membantu KAMMI keluar dari permasalahan internal gerakan maupun eksternal gerakan. Hanya saja kita jarang menjadikan GBHO sebagai panduan gerak kita. Mohon maaf jika saya salah, biasanya dalam banyak kasus, GBHO atau perangkat sidang lainnya biasanya hanya "diributkan" pada saat acara Muktamar (atau sidang/musyawarah) dan ketika selesai perangkat sidang tersebut (GBHO, AD/ART, Rekomendasi, dll) hanya kita buka jika ingin mengadakan MUKERNAS/ DA/ KOM. Ataupun pada saat akan Muktamar/ MUSDA/ MUSKOM. Atau jika ada sebuah permasalahan besar yang terjadi. Dan jika tidak ada moment2 seperti itu maka perangkat2 sidang itu akan tersimpan dalam tempat/ lemari penyimpanan dengan rapi, bahkan saking rapinya menyimpan barang tersebut tidak ketahuan berada dimana/ hilang. Dan juga tidak ada upaya untuk mengkaji lebih dalam tentang hal tersebut, membedah bersama struktural kepengurusan maupun kader-kader yang ada. Sehingga wajar pewarisan (baca; regenerasi) yang dilakukan tidak matang dan komprehensif. Dan akhirnya kita bisa menuai hasil di akhir, "KEBINGUNGAN" .

Jika kita buka GBHO KAMMI pusat pada pasal 21 ayat 5 dan 6 sudah cukup jelas, gerakan apa yang harus dilakukan oleh KAMMI. Saya pribadi cukup sepakat jika KAMMI mengambil peran pembangunan gerakan intelektual profetik. Atau intelektual kenabian. Hanya saja hal ini tidak/belum terlaksana dalam 2 tahun kepengurusan ini. Jika saja kita mampu konsen dalam membangun gerakan intelektual profetik tersebut maka hari ini mungkin kita sudah mampu menuai hasilnya. Pembangunan gerakan intelektual profetik itulah yang menyatukan atau mampu mensinergiskan kerja-kerja dari Departemen-departemen yang ada. Dalam rangka melakukan perubahan simbol (baca: struktural) dan perubahan substansi (baca: kultural).

Permasalahan yang terkadang muncul dilapangan ataupun isu-isu yang beredar dilapangan adalah KAMMI ini hanya sibuk berwacana saja atau aksi saja namun tidak ada hasil yang konkret yang bisa dihasilkan ataupun dikerjakan. Ya, dalam wujud KARYA NYATA untuk Indonesia. Beberapa orang anggota yang sudah masuk di KAMMI, yang terpesona dengan tampilan luar KAMMI cenderung kecewa, karena yang dihadapi dan/atau dihadapkan pada diskusi-diskusi melulu ataupun aksi-aksi melulu. Lalu dengan langkah teratur mereka (baca: kader yang baru terekrut) mundur kebelakang. Keluar atau bersembunyi dari KAMMI. Yang bertahan kebanyakan adalah kader-kader yang pada dasarnya memang sudah tertarbiyah baik itu pada saat dia masih di SMA dulu,  maupun yang terbina di kampus. Dan yang benar-benar real kader KAMMI, atau cetakan KAMMI itu tidak ada or tidak banyak dan kalaupun ada jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Akhirnya yang terjadi adalah "rebutan kader" ataupun bahasa yang paling sering muncul: "KAMMI selalu mendapatkan kader sisa", "KAMMI dimarginalkan" dsb. (Wuih... jelek banget bahasanya, padahal setiap kader yang tergabung dalam barisan dakwah sudah pasti merupakan bintang-bintang yang bercahaya yang cahayanya ada yang redup dan ada yang terang, hanya tinggal diasah saja atau menunggu moment yang tepat untuk bersinar menyinari dunia). Sebenarnya ini tidak akan terjadi jika KAMMI mampu membuka pintu-pintu baru perekrutan untuk orang-orang yang belum "terbina". Sehingga KAMMI mempunyai kader real KAMMI, bentukan KAMMI.

Untuk mengatasi permasalahan yang dipaparkan pada alenia diatas, saya mengusulkan untuk melakukan pembangunan gerakan Intelektual Profetik yang mensinergiskan kerja-kerja departemen Kebijakan Publik dan Sosial Kemasyarakatan. Artinya, begini kerja-kerja departemen Kebijakan publik itukan lebih mengarah kepada perubahan simbol (baca: struktural), sedangkan kerja-kerja departemen Sosial Kemasyarakatan itu lebih mengarah kepada perubahan substansi (baca: kultural). Dan KAMMI tidak bisa memilih salah satu saja, misalnya hanya memilih perubahan struktural saja sebagai wahana pencerdasan kader dalam wilayah-wilayah siyasi/ politik. Karena mungkin merasa bahwa itu adalah khitohnya KAMMI. Namun, menurut saya khitohnya KAMMI itu sudah termaktub dalam VISI KAMMI. Seperti yang saya katakan di awal bahwa perubahan substansi (kultural) akan mendorong perubahan dalam bentuk simbol (baca: struktural). Perubahan itu akan maximal dilakukan jika keduanya berjalan beriringan. Bukankah sudah banyak contoh yang menggambarkan bahwa jika kita hanya melakukan perubahan struktural yaitu misalnya dalam bentuk simbol kekuasaan, dengan hanya menempatkan kader kita menjabat di struktural kepemimpinan tanpa melakukan perubahan kultural yaitu membangun dan mengokohkan basis-basis massa. Maka kemenangan itu menjadi timpang, karena pertama kita tidak mendapat dukungan yang komprehensif dan yang kedua karena nantinya akan terjadi kebingungan regenerasi kepemimpinan, yaitu tidak ada yang menggantikan kepemimpinan yang akan lengser.

Maka perubahan secara KAFFAH yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah dengan mensinergiskan kedua perubahan tersebut yaitu perubahan substansi (baca: kultural) dengan perubahan simbol (baca: struktural). Dan saya mengusulkan agar itu juga dilakukan di KAMMI, yaitu dengan membangun gerakan intelektual profetik. Yaitu dengan membuat lokus-lokus intelektual dan atau lokus-lokus keilmuan yang akan menghasilkan sebuah karya nyata untuk masyarakat Indonesia dan tidak terjebak pada diskusi-diskusi ilmiah atau diskusi-diskusi kebijakan yang tak menghasilkan sebuah kerja hanya berakhis pada diskusi saja.

Misalnya seperti ini, dari pertama kali seorang kader tergabung di KAMMI, mereka sudah dilibatkan pada lokus-lokus tersebut (dengan catatan tidak meninggalkan MK-MK ataupun sarana kaderisasi yang ada). Lokus-lokus tersebut bertugas untuk mengkaji keilmuan, misalnya, contoh kasus pendidikan. Lokus pendidikan berfungsi untuk mengkaji pendidikan di Indonesia, dari sistem, kebijakan, politik pendidikan, permasalahan hingga bagaimana pandangan islam terhadap pendidikan dan bagaimana konsep/strategi yang digunakan islam untuk mengkaji hal tersebut. Dan ini tidak hanya terjebak pada tataran diskusi saja, atau kerja-kerja analisa saja (kerja-kerja anak Kebijakan Publik), tapi akan berlanjut dengan kerja real di masyarakat (kerja-kerja anak soskesmas), yaitu bagaimana lokus ini melakukan perubahan terhadap pendidikan di Indonesia dalam bentuk real, yaitu membentuk tawaran solusi kepada pihak terkait, konsep pendidikan Indonesia versi KAMMI, beraudiensi dengan pejabat pemerintahan yang terkait ataupun dengan mengambil peran dimasyarakat yaitu dengan membentuk sekolah rakyat atau sekolah untuk pemberantasan buta aksara, atau program pendidikan yang lain yang real bisa dirasakan oleh masyarakat. Dan intensitas antara kajian dan turun dimasyarakat ini harus diatur sehingga lokus-lokus menjadi dinamis. Dan ini memerlukan pengawalan dan keistiqomahan gerak.

Keuntungannya adalah pertama kader KAMMI menjadi profesional dibidangnya/ ahli (expert) dibidangnya karena mereka akan lebih menguasai bidang tersebut dan dengan tidak meninggalkan jati dirinya sebagai kader politik. Karena dalam pendidikan juga ada belajar tentang politik. Saya memaknai politik itu ada cara/strategi yang kita pakai untuk mencapai tujuan. Kedua, wahana pembelajaran politik bagi kader yaitu bagaimana mereka menganalisa sebuah kebijakan dan bagaimana berhubungan dengan pejabat2 pemerintahan yang terkait dengan bidang mereka. Ketiga, sebagai pembelajaran bermasyarakat bagi kader yaitu bagaimana melakukan kerja nyata di masyarakat. Sehingga kedua pembelajaran tersebut menjadi terasah dan maximal karena kerja-kerja mereka real bisa dilaksanakan. Keempat kita akan lebih mempercepat proses pengambilan peran di pemerintahan baik itu di exuctive, legislative maupun yudicative atau bahkan di LSM dan pengamat sekalipun. Karena KAMMI memiliki banyak stock ahli dalam bidang ilmunya sehingga peran untuk membangun pemerintahan yang bebas ORBA (baca: bebas dari orang-orang orba) itu semakin menuju titik terang. Dan akhirnya tercipta Indonesia sejahtera dengan orang-orang yang bersih niat dan amalnya. Tentu saja peran KAMMI dan LDK berbeda, karena kader KAMMI sudah terbiasa untuk bermain di kancah perpolitikan sehingga tidak akan menjadi "orang lugu" ketika nanti terjun ke dunia pemerintahan dan masyarakat. Dan akan lebih baik jika pembelajaran dimulai dari awal. Sehingga akan tercipta kader KAMMI yang profesional dalam bidang ilmunya dan politis. So, Politikus profesi.

Dan lokus-lokus intelektual dan keilmuan ini tidak hanya berkisar pada tingkat daerah, namun juga pada tingkat pusat. Misalnya pusat menfasilitasi dengan membuat milis-milis intelektual dan keilmuan (pendidikan, ekonomi, politik, hukum, pertanian, kehutanaan, MIPA atau SDA, dsb). Sehingga kader KAMMI akan diasah dalam wacana nasional tidak hanya lokal. Dan milis bisa dijadikan sebuah perangkat intelektual para kader KAMMI untuk belajar bidang keilmuannya dan politik dan membangun kultur diskusi yang sehat. Saya memaknai kultur diskusi yang sehat adalah diskusi yang mencari KEBENARAN bukannya mencari PEMBENARAN.

Untuk menjadikan sebuah gerakan menjadi gerakan intelektual profetik, maka dibutuhkan beberapa perangkat dan kultur gerakan yang memang sengaja disiapkan, dirancang dan dibangun serta dibiasakan untuk dikerjakan dari semenjak kader memasuki wadah bernama KAMMI ini.

Namun, tetap saja peran-peran dari Kebijakan publik dan sosial kemasyarakatan tidak dimatikan /dimandulkan dalam kerangka menyikapi permasalahan kontemporer Indonesia, baik dari sisi politik/kebijakan pemerintahan maupun kemasyarakatan. KAMMI tetap berada terdepan dalam mengatasi hal tersebut. Namun, menurut saya kita juga harus mampu menyeimbangkan akan kebutuhan pragmatisme gerakan dan juga substansi/ inti gerakan. Saya cukup yakin ketika hal ini dilakukan dan kita tetap istiqomah untuk melaksanakan dan mengawalnya maka KAMMI akan meraih sukses. Akan ada sebuah proses regenerasi baik itu dari struktur kepemimpinan hingga struktur kebijakan serta kultur yang berkesinambungan. Sehingga KAMMI akan dapat mampu mencapai visinya. Yaitu mencetak pemimpin masa depan dan menciptakan masyarakat islami. Karena dengan keilmuan yang ada apakah itu dari sisi politik, pendidikan, hukum, pertanian, SDA, teknologi, kehutanan, dan masih banyak sisi keilmuan lain akan mampu mencari parameter masyarakat islami itu seperti apa. Dan akhirnya terbentuklah masyarakat islami. Dan juga sosok pemimpin masa depan yang dibutuhkan itu seperti apa. Dan akhirnya KAMMI mampu dengan real melahirkan sosok pemimpin tersebut. Sebuah aksioma yang tidak bisa kita pungkiri bahwa sebuah perubahan itu membutuhkan proses yang kadang panjang dan kadang pendek. Dan semoga kita tetap mampu bersabar, dan bertahan dengan proses perubahan yang ada. Dan juga kita mampu mengendalikan perubahan tersebut. Sehingga perubahan menjadi KAFFAH. Wallahu'alam bishowab.

Borneo, 27 Juli 2006

1 komentar:

  1. ini tulisan dah lama banget..
    sengaja diupload di blog,..
    biar gak hilang aja....

    BalasHapus