Mengendalikan
“kerajaannya” dengan mengajak semua tentara dan rakyatnya untuk menta’ati-Nya. Kerajaannya
adalah hati dan jasadnya, tentaranya adalah syahwat, amarah, dan hawa nafsunya.
Sedangkan rakyatnya adalah lidah, kedua mata, kedua tangan dan semua anggota
tubuhnya. Apabila dia berhasil mengendalikan mereka semua, bukan mereka yang
mengendalikan diirnya, sehingga mereka menta’atinya dan bukan dia yang menta’ati
mereka, maka dia telah meraih derajat al malik (raja) di alamnya.
Jika dia
didukung oleh ketidak-butuhannya kepada semua manusia bahkan semua manusia
membutuhkannya dalam kehidupan mereka di dunia dan akhirat, maka dia adalah
al-malik (raja) di permukaan bumi dan itulah tingkatan para Nabi ‘Alaihimus
salam. Karena para nabi itu tidak memerlukan petunjuk siapapun dalam menuju
kehidupan akhirat kecuali petunjuk Allah. Setiap orang memerlukan bimbingan
mereka. Menyusul mereka dalam kerajaan ini adalah para ulama yang merupakan
pewaris para Nabi. Para ulama akan meraih “kerajaan” ini sesuai dengan kadar
kemampuan mereka dalam membimbing para hamba dan ketidak-butuhannya mereka kepada
bimbingan orang lain. Benarlah apa yang dikatakan oleh sebagian kaum bijak
bestari (“Arifin) ketika salah seorang penguasa berkata kepadanya, “Mintalah
kebutuhanmu kepadaku”. Orang arif itu berkata, “Apakah kepadaku kamu mengatakan
hal ini, padahal aku punya dua budak yang menjadi tuanmu?” Penguasa itu
bertanya, “Siapa mereka itu?”. Orang arif itu menjawab:” Ambisi dan hawa nafsu.
Sesungguhnya aku telah mengalahkan keduannya sedangkan keduanya mengalahkanmu.”
Taken From:
Tazkiyatun Nafs (Mensucikan Jiwa) , Sa’id Hawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar