Sangat sulit membedakan apakah kita menasehati orang
karena sakit hati atau karena rasa sayang, karena perbedaannya hanya pada niat
dan cara. Jika menelisik pada niat, maka yang tahu hanyalah Allah dan orang
tersebut saja. Sedangkan jika menelisik
pada cara adalah dengan menganalisa cara menyampaikan dan bahasa tulisan dan
tingkat keseringan. Bahayanya lagi kita bisa menjadi berubah peran dari
penda’wah menjadi komentator dakwah.
Ketika saya membaca artikel-artikel yang ada di www.eramuslim.com
kadang saya melihat ada ketidakberimbangan berita. Apalagi kalo tulisan
berbentuk opini seperti ini, sebaiknya dituliskan nama jelas penulis sehingga
tidak ada kesan menutup-nutupi. Sangat disayangkan jika eramuslim sebagai salah
satu situs islam yang banyak dikunjungi oleh pengguna internet tidak melakukan
proses penyaringan yang rapi.
Tentunya kita masih ingat beberapa tahun lalu, sebuah
tulisan “Hey PKS itu bukan Gambar Masjid Al-Aqso” mengundang kontroversi. Ada
kesan seakan-akan tidak senang ketika melihat saudara di gerakan yang berbeda
dapat mengumpulkan massa yang banyak, dan akhirnya mencoba mencari kelemahan
dan kesalahan. Kesan tidak rela melihat gerakan lain berhasil ini lah yang
tertangkap pada artikel tersebut. Dan masih banyak artikel-artikel lain yang
memicu rasa sakit di gerakan yang dinamai PKS ini. Dan tidak lain pelakunya
adalah saudara dari gerakan berbeda. Ada apa ini?? Kenapa?? Dalam benak saya
muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
http://www.eramuslim.com/berita/analisa/injil-mathius-pks-dan-nawaqidhul-iman-mencermati-tanda-tanda-akhir-zaman.htm
Balik ke judul tulisan ini, saya tidak menafikan bahwa
benar ada bukti Ustadz Nasir Djamil, anak muda dari
Nangroe Aceh Darussalam ada mengutip injil. Dan saya juga tidak membenarkan tindakan
tersebut. Tapi yang saya cermati adalah kenapa kasus ini langsung dikaitkan
dengan ijtihad untuk berdakwah di mimbar-mimbar parlemen. Padahal ibnu Taimiyah
pernah berkata, “Segala
puji bagi Allah. Jika berusaha berbuat adil dan menyingkirkan kedzaliman
menurut kesanggupannya dan kekuasaan itu mendatangkan kebaikan dan maslahat
bagi orang-orang muslim daripada dipegang orang lain, ia diperbolehkan memegang
kekuasaan itu dan tidak berdosa karenanya. Bahkan jabatan itu lebih baik
daripada berada di tangan orang lain dan menjadi wajib jika tidak ada orang
lain yang sanggup memegangnya.”
Ibnu Taimiyah menyarankan agar kaum muslimin berusaha masuk dalam sistem kekuasaan. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu penerapan demokrasi seperti PEMILU dan parlemen, maupun melalui mekanisme dinasti dan aritokrasi.
Setiap gerakan
mempunyai ijtihad yang berbeda. Dan ijtihad ini diambil berdasarkan kajian,
analisa dan syura di masing-masing gerakan. Jika gerakan lain bergerak diluar
parlemen itu adalah pilihan gerakan itu sendiri. Tapi jangan sampai kita
berkata, “Oleh karena itu sadara-saudaraku di PKS
yang dicintai karena Allah, jalan terbaik bagi PKS adalah kembali ke Jalan
Allah”. Yang saya garis bawahi adalah kalimat “Kembali ke jalan Allah”
ada kesan kita merasa atau berfikir
bahwa gerakan kita yang terbaik dan PKS telah salah jalan. Padahal terdapat pandangan berbeda tentang
bolehkah seorang muslim atau sebuah gerakan masuk ke dalam sistem buatan
manusia, apakah itu kita namakan Demokrasi ataukah Aritokrasi.
Kemudian
kalo kita simak kalimat ini: “Mereka berani
menggadai nyawa dan tidak menjadikan “maslahat dakwah” sebagai rabb-nya. Merekalah muslim sejati yang
bukan saja membasahi lidahnya atas kalimat tauhid, tapi sudah menjadikan
kalimat tauhidla ilaha illallah sebagai pembuktian seluruh kehidupan.” Ada kesan bahwa
PKS dikatakan berbuat syirik. Karena telah menjadikan “maslahat dakwah” sebagai
Rabb. Padahal dalam buku Fiqh manapun kita dilarang untuk mengatakan seseorang/
sebuah gerakan itu kufur jika belum nyata kekafirannya.
Kemudian
coba baca lagi kalimat selanjutnya: “Tentu umat muslim
sekarang sudahlah cerdas. Derasnya kritik yang terus mengalir terhadap PKS
adalah bukti kegagagalan “Politik Husnudzan”, “Politik Tabbayun”, “Politik Media
salah Kutip” yang kerap dilakukan sebagai self defense mechanism PKS.Dan pada
titik inilah PKS harus dengan keikhlasan hati mengintropeksi diri. Tidak lagi
melihat kritik sebagai ancaman memecah belah umat dengan stempel “barisan sakit
hati”.Tidak lagi
melayangkan kata tak realistis, ketika saudaranya mengajak kembali ke Syariat
Allahuta’ala dengan meninggalkan fitnah demokrasi ini. Selama tidak ada
ego ini dalam diri PKS, insya Allah PKS masih akan kembali jaya, bukan lagi
untuk ukuran manusia, tapi ukuran Allahuta’ala.” Jika kita simak
kalimat ini, kalimat ini merupakan kalimat yang baik dan bernada positif. Tapi
kalau kita analisa lebih dalam. Terutama pada kalimat yang saya bold dengan
warna kuning, disini terlihat jelas tuduhan bahwa PKS tidak menjalankan syariat
Allah hanya karena masuk ke dalam sistem yang notabene adalah sistem demokrasi.
Karena sistem demokrasi digunakan oleh Indonesia saat ini. Fitnah demokrasi
memang cukup banyak, dan mungkin salah satunya dari gerakan islam itu sendiri yang
berada di luar parlemen. saya fikir kita perlu berfikir lebih jauh dan lebih
dalam tentang makna syariat dan strategi kemenangan dakwah. Dan tentunya di
setiap gerakan kadang mempunyai persamaan dan kadang pula mempunyai perbedaan. Ada
baiknya kita bersikap rendah hati dan menghargai setiap ijtihad yang dilakukan
oleh gerakan masing-masing. Jika ijtihad itu benar maka mendapatkan 2 pahala
tetapi jika salah hanya mendapatkan 1 pahala.
Kemudian kalo kita lihat kalimat-kalimat di bawah ini:
“Sikap diamnya kader-kader PKS yang
terkesan abai juga harus menjadi bagian dari muhasabah. Memang para kader
selama ini terbagi akan tiga pada sikap.Pertama sikap tsiqoh kepada qiyadah
sebagai manifestasi iman dan loyalitas kepada jama’ah.Kedua, apatis terhadap
kondisi PKS saat ini dan bingung mau bersikap apa, namun masih setia dalam tali
demokrasi. Ketiga, jahil karena
ketidakcakapan ilmu mengingat sistem tarbiyah di partai cenderung loncat dari
yang seharusnya menekankan al-fahmu di edisi pengantar pengenalan terhadap
Islam, tapi kini justru menekankan tsiqoh dan taat terhadap jamaah di awal
pembukaan.”
Saya tidak tahu apakah penulis pada saat menulis kalimat ini sudah
meneliti lebih jauh, ataukah sekedar sangkaan saja. Atau juga sudah menyusup ke
PKS untuk mencari tahu kondisi terkini PKS. Yang pasti kalimat-kalimat ini
tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak ada data yang jelas, berapa
persen dari 3 bagian tersebut. Di ujung kalimat, “mengingat sistem tarbiyah di partai cenderung loncat dari yang seharusnya
menekankan al-fahmu di edisi pengantar pengenalan terhadap Islam, tapi kini
justru menekankan tsiqoh dan taat terhadap jamaah di awal pembukaan.” Saya lihat kalimat ini adalah kalimat tuduhan
lagi. Tanpa disertai bukti yang jelas.
Seseorang atau sebuah gerakan jika sudah merasa seseorang atau sebuah
gerakan lain sudah salah dari awalnya maka akan sulit untuk melihat sisi
positif dari gerakan yang lain. Yang ada hanyalah kritik-kritik yang tidak
konstruktif. Jika dia melihat kesalahan baru lagi baik kecil ataupun besar yang
dilakukan oleh gerakan yang dianggapnya sudah salah, maka akan menguatkan
stigma, “Nah kan betul… dia salah… dia benar-benar salah”.
Ketika menulis tulisan ini, saya merasa perbuatan saya sia-sia. Karena jika
ditelisik memang tidak mengandung manfaat untuk dunia dan akhirat saya. Bukankah
tidak ada pintu surga yang diperuntukkan bagi komentator dakwah. Sebenarnya sudah
lama saya ingin membuat kritikan balik, tapi saya tahan. Tapi kali ini hati
saya begitu pedih ketika melihat gerakan PKS dikatakan menjadikan “maslahat
dakwah” sebagai Rabb-nya. Maupun dikatakan kafir dan menjual agamanya demi
kesenangan dunia, “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti
sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan
di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan paginya menjadi kafir,
ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad, No. 8493).
Saya memang tidak mau mengutip ayat-ayat Al-qur’an ataupun hadist. Karena saya
khawatir bahwa ketika saya mengutip ayat-ayat tersebut niatnya hanya untuk
mencari pembenaran. Dan menjatuhkan saudaranya saya yang juga berjuang dengan
ikhtiarnya untuk menuju kebangkitan islam. Di akhir tulisan ini saya ingin
berucap, biarlah Allah, Rasulullah dano orang-orang beriman yang melihat dan
menilai kerja-kerja dakwah kita. Mari berjuang dengan wasilah dan metode dakwah
masing-masing. Tidak perlu menempatkan tim khusus ataupun semacam polisi dakwah
untuk memantau sepak terjang dari gerakan yang lain. Cukup satu keyakinan kita
mempunyai satu tujuan yang sama: “Kemenangan islam”. Biarlah masing-masing
gerakan membuat ijtihad sesuai dengan pemahaman masing-masing yang tetap
berlandaskan Al-qur’an dan As-sunnah.
Dalam tidur saya, saya selalu memimpikan umat islam dan gerakan islam
bersatu. Bekerjasama, saling bahu membahu demi tegaknya kalimat Allah di Muka
bumi ini. Saya berharap semoga hal itu segera terwujud. aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar