"Islamic Quotes"

Sabtu, April 02, 2011

Kritik Terhadap Tulisan “Injil Mathius, PKS, dan Nawaqidhul Iman: Mencermati Tanda-Tanda Akhir Zaman



Sangat sulit membedakan apakah kita menasehati orang karena sakit hati atau karena rasa sayang, karena perbedaannya hanya pada niat dan cara. Jika menelisik pada niat, maka yang tahu hanyalah Allah dan orang tersebut saja.  Sedangkan jika menelisik pada cara adalah dengan menganalisa cara menyampaikan dan bahasa tulisan dan tingkat keseringan. Bahayanya lagi kita bisa menjadi berubah peran dari penda’wah menjadi komentator dakwah.
Ketika saya membaca artikel-artikel yang ada di www.eramuslim.com kadang saya melihat ada ketidakberimbangan berita. Apalagi kalo tulisan berbentuk opini seperti ini, sebaiknya dituliskan nama jelas penulis sehingga tidak ada kesan menutup-nutupi. Sangat disayangkan jika eramuslim sebagai salah satu situs islam yang banyak dikunjungi oleh pengguna internet tidak melakukan proses penyaringan yang rapi.

Tentunya kita masih ingat beberapa tahun lalu, sebuah tulisan “Hey PKS itu bukan Gambar Masjid Al-Aqso” mengundang kontroversi. Ada kesan seakan-akan tidak senang ketika melihat saudara di gerakan yang berbeda dapat mengumpulkan massa yang banyak, dan akhirnya mencoba mencari kelemahan dan kesalahan. Kesan tidak rela melihat gerakan lain berhasil ini lah yang tertangkap pada artikel tersebut. Dan masih banyak artikel-artikel lain yang memicu rasa sakit di gerakan yang dinamai PKS ini. Dan tidak lain pelakunya adalah saudara dari gerakan berbeda. Ada apa ini?? Kenapa?? Dalam benak saya muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
http://www.eramuslim.com/berita/analisa/injil-mathius-pks-dan-nawaqidhul-iman-mencermati-tanda-tanda-akhir-zaman.htm
Balik ke judul tulisan ini, saya tidak menafikan bahwa benar ada bukti Ustadz Nasir Djamil, anak muda dari Nangroe Aceh Darussalam ada mengutip injil. Dan saya juga tidak membenarkan tindakan tersebut. Tapi yang saya cermati adalah kenapa kasus ini langsung dikaitkan dengan ijtihad untuk berdakwah di mimbar-mimbar parlemen. Padahal ibnu Taimiyah pernah berkata, “Segala puji bagi Allah. Jika berusaha berbuat adil dan menyingkirkan kedzaliman menurut kesanggupannya dan kekuasaan itu mendatangkan kebaikan dan maslahat bagi orang-orang muslim daripada dipegang orang lain, ia diperbolehkan memegang kekuasaan itu dan tidak berdosa karenanya. Bahkan jabatan itu lebih baik daripada berada di tangan orang lain dan menjadi wajib jika tidak ada orang lain yang sanggup memegangnya.”

Ibnu Taimiyah menyarankan agar kaum muslimin berusaha masuk dalam sistem kekuasaan. Melalui mekanisme yang disepakati, baik itu penerapan demokrasi seperti PEMILU dan parlemen, maupun melalui mekanisme dinasti dan aritokrasi.

Setiap gerakan mempunyai ijtihad yang berbeda. Dan ijtihad ini diambil berdasarkan kajian, analisa dan syura di masing-masing gerakan. Jika gerakan lain bergerak diluar parlemen itu adalah pilihan gerakan itu sendiri. Tapi jangan sampai kita berkata, “Oleh karena itu sadara-saudaraku di PKS yang dicintai karena Allah, jalan terbaik bagi PKS adalah kembali ke Jalan Allah”. Yang saya garis bawahi adalah kalimat “Kembali ke jalan Allah”  ada kesan kita merasa atau berfikir bahwa gerakan kita yang terbaik dan PKS telah salah jalan.  Padahal terdapat pandangan berbeda tentang bolehkah seorang muslim atau sebuah gerakan masuk ke dalam sistem buatan manusia, apakah itu kita namakan Demokrasi ataukah Aritokrasi.

Kemudian kalo kita simak kalimat ini: “Mereka berani menggadai nyawa dan tidak menjadikan “maslahat dakwah” sebagai rabb-nya. Merekalah muslim sejati yang bukan saja membasahi lidahnya atas kalimat tauhid, tapi sudah menjadikan kalimat tauhidla ilaha illallah sebagai pembuktian seluruh kehidupan. Ada kesan bahwa PKS dikatakan berbuat syirik. Karena telah menjadikan “maslahat dakwah” sebagai Rabb. Padahal dalam buku Fiqh manapun kita dilarang untuk mengatakan seseorang/ sebuah gerakan itu kufur jika belum nyata kekafirannya.

Kemudian coba baca lagi kalimat selanjutnya: “Tentu umat muslim sekarang sudahlah cerdas. Derasnya kritik yang terus mengalir terhadap PKS adalah bukti kegagagalan “Politik Husnudzan”, “Politik Tabbayun”, “Politik Media salah Kutip” yang kerap dilakukan sebagai self defense mechanism PKS.Dan pada titik inilah PKS harus dengan keikhlasan hati mengintropeksi diri. Tidak lagi melihat kritik sebagai ancaman memecah belah umat dengan stempel “barisan sakit hati”.Tidak lagi melayangkan kata tak realistis, ketika saudaranya mengajak kembali ke Syariat Allahuta’ala dengan meninggalkan fitnah demokrasi ini. Selama tidak ada ego ini dalam diri PKS, insya Allah PKS masih akan kembali jaya, bukan lagi untuk ukuran manusia, tapi ukuran Allahuta’ala.” Jika kita simak kalimat ini, kalimat ini merupakan kalimat yang baik dan bernada positif. Tapi kalau kita analisa lebih dalam. Terutama pada kalimat yang saya bold dengan warna kuning, disini terlihat jelas tuduhan bahwa PKS tidak menjalankan syariat Allah hanya karena masuk ke dalam sistem yang notabene adalah sistem demokrasi. Karena sistem demokrasi digunakan oleh Indonesia saat ini. Fitnah demokrasi memang cukup banyak, dan mungkin salah satunya dari gerakan islam itu sendiri yang berada di luar parlemen. saya fikir kita perlu berfikir lebih jauh dan lebih dalam tentang makna syariat dan strategi kemenangan dakwah. Dan tentunya di setiap gerakan kadang mempunyai persamaan dan kadang pula mempunyai perbedaan. Ada baiknya kita bersikap rendah hati dan menghargai setiap ijtihad yang dilakukan oleh gerakan masing-masing. Jika ijtihad itu benar maka mendapatkan 2 pahala tetapi jika salah hanya mendapatkan 1 pahala.

Kemudian kalo kita lihat kalimat-kalimat di bawah ini:
Sikap diamnya kader-kader PKS yang terkesan abai juga harus menjadi bagian dari muhasabah. Memang para kader selama ini terbagi akan tiga pada sikap.Pertama sikap tsiqoh kepada qiyadah sebagai manifestasi iman dan loyalitas kepada jama’ah.Kedua, apatis terhadap kondisi PKS saat ini dan bingung mau bersikap apa, namun masih setia dalam tali demokrasi. Ketiga, jahil karena ketidakcakapan ilmu mengingat sistem tarbiyah di partai cenderung loncat dari yang seharusnya menekankan al-fahmu di edisi pengantar pengenalan terhadap Islam, tapi kini justru menekankan tsiqoh dan taat terhadap jamaah di awal pembukaan.
Saya tidak tahu apakah penulis pada saat menulis kalimat ini sudah meneliti lebih jauh, ataukah sekedar sangkaan saja. Atau juga sudah menyusup ke PKS untuk mencari tahu kondisi terkini PKS. Yang pasti kalimat-kalimat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak ada data yang jelas, berapa persen dari 3 bagian tersebut. Di ujung kalimat, “mengingat sistem tarbiyah di partai cenderung loncat dari yang seharusnya menekankan al-fahmu di edisi pengantar pengenalan terhadap Islam, tapi kini justru menekankan tsiqoh dan taat terhadap jamaah di awal pembukaan.”  Saya lihat kalimat ini adalah kalimat tuduhan lagi. Tanpa disertai bukti yang jelas.

Seseorang atau sebuah gerakan jika sudah merasa seseorang atau sebuah gerakan lain sudah salah dari awalnya maka akan sulit untuk melihat sisi positif dari gerakan yang lain. Yang ada hanyalah kritik-kritik yang tidak konstruktif. Jika dia melihat kesalahan baru lagi baik kecil ataupun besar yang dilakukan oleh gerakan yang dianggapnya sudah salah, maka akan menguatkan stigma, “Nah kan betul… dia salah… dia benar-benar salah”.

Ketika menulis tulisan ini, saya merasa perbuatan saya sia-sia. Karena jika ditelisik memang tidak mengandung manfaat untuk dunia dan akhirat saya. Bukankah tidak ada pintu surga yang diperuntukkan bagi komentator dakwah. Sebenarnya sudah lama saya ingin membuat kritikan balik, tapi saya tahan. Tapi kali ini hati saya begitu pedih ketika melihat gerakan PKS dikatakan menjadikan “maslahat dakwah” sebagai Rabb-nya. Maupun dikatakan kafir dan menjual agamanya demi kesenangan dunia, “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad, No. 8493).

Saya memang tidak mau mengutip ayat-ayat Al-qur’an ataupun hadist. Karena saya khawatir bahwa ketika saya mengutip ayat-ayat tersebut niatnya hanya untuk mencari pembenaran. Dan menjatuhkan saudaranya saya yang juga berjuang dengan ikhtiarnya untuk menuju kebangkitan islam. Di akhir tulisan ini saya ingin berucap, biarlah Allah, Rasulullah dano orang-orang beriman yang melihat dan menilai kerja-kerja dakwah kita. Mari berjuang dengan wasilah dan metode dakwah masing-masing. Tidak perlu menempatkan tim khusus ataupun semacam polisi dakwah untuk memantau sepak terjang dari gerakan yang lain. Cukup satu keyakinan kita mempunyai satu tujuan yang sama: “Kemenangan islam”. Biarlah masing-masing gerakan membuat ijtihad sesuai dengan pemahaman masing-masing yang tetap berlandaskan Al-qur’an dan As-sunnah.

Dalam tidur saya, saya selalu memimpikan umat islam dan gerakan islam bersatu. Bekerjasama, saling bahu membahu demi tegaknya kalimat Allah di Muka bumi ini. Saya berharap semoga hal itu segera terwujud. aamiin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar