Seorang yang bukan muslim tidak
mempunyai aturan apapun dalam berbicara. Maka ia tampak banyak berbicara, tapi
kosong dalam segala hal yang diketahui dan yang tidak diketahuinya. Ia akan
mengatakan segala sesuatu dengan bukti atau tidak dengan bukti. Berguna atau
tidak berguna, baik atau buruk. Selain itu, seorang kafir kalau berbicata tidak
memperdulikan apakah pembicaraan itu berisi dukungan kepada ahli batil dalam
kebatilan atau membantah ahli haq dalam kebenarannya. Dalam berdebat ia sama
sekali tidak memperhintungkan norma-norma berbicara. Ia lakukan dengan ilmu
ataupun tidak, dan tujuannya berdebat bukan untuk melahirkan kebenaran. Demikian
pula halnya dalam berdiskusi. Ia hanya mencari kemenangan semata.
Seterusnya, kalau ia
berbicara ada unsur menghina dan merendahkan orang lain. Kadang-kadang ungkapannya
begitu kasar, jauh dari kebenaran, fasih, banyak serampangan dan dibuat-buat. Dia
tidak memperdulikan yang keluar dari lisannya; apakah keji, kecaman, kutukan
atau perkataan jahat.
Kebiasaan lain dalam
pembicaraan orang kafir ialah suka melucu dan bergurau tanpa kebenaran. Maka ia
sering melucu dengan dusta. Bahkan ia sering berdusta dalam segala hal dan
setiap waktu. Kalau dia ingin, dia dapat saja melakukan pembicaraan yang
menghina orang, merendahkan, memperolok-olok atau membuka rahasia dan
menyebarkannya. Kalau berjanji, ia tidak mesti menepatinya dan kalau bersumpah,
ia tidak memperdulikan apakah sumpahnya dalam kebaikan, pelanggaran atau
kedustaan. Ia biasa menyalahi janjinya, melancarkan adu domba meskipun orang
yang diadu domba itu orang-orang dekatnya dan menyebarkan gosip di
tengah-tengah manusia dengan tujuan membuat keonaran.
Seorang kafir biasanya
keterlaluan dalam memuji dan mencela. Dia tidak memperdulikan pembicaraannya
itu benar atau salah, mengakibatkan kebaikan atau keburukan dan menghasilkan
kemanfaatan atau malah membahayakan. Intinya bagi orang kafir tidak ada norma
yang mengikatkannya dalam berbicara. Memang, seorang kafir tidak melakukan
semua itu. Tapi baginya tidak ada halangan untuk melakukannya.
Akan halnya seorang muslim sungguh sangat bertolak belakang dengan semua
itu.
Prinsip pertama seorang muslim dalam berbicara ialah
dia tidak akan berbicara kecuali dengan baik. Allah berfirman, “ Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau
mengadakan perdamaian di antara manusia ( QS. 4 ; 114).
Rasulullah saw, bersabda: “ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka berkatalah dengan baik atau (kalau tidak dapat berkata dengan baik)
diam.” (Hr. Bukhari- Muslim).
Seorang muslim tidak akan berbicara yang tidak ada artinya. Rasulullah
saw. Bersabda: “ Diantara kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan
apa-apa yang tidak berguna.” (Hr. Tirimidzi& Ibnu Majah)
Sebelum berbicara, ia terlebih dahulu menginstropeksi diri. Karena itu ia
tidak akan mengeluarkan kata-kata tanpa norma, karena ia takut ancaman
Rasulullah saw., “seorang laki-laki yang berkata-kata dengan kata-kata yang
menyebabkan kemurkaan Allah dan apa yang dikirakannya menyampaikan dia
kepadanya, maka Allah menetapkan kepadanya karena kata-kata itu sampai hari
kiamat.” (Hr. Tirimidzi& Ibnu Majah)
Jika ia melihat orang-orang yang memperolok-olok dalam kebatilan, ia akan
memisahkan diri dari mereka karena melaksanakan perintah Allah, “Dan apabila
kamu melihat orang memperolok-olok ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan
kamu lupa (akan larangan itu), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang
ang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. An-Am: 68)
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan orang-orang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berfaedah, merela lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS
Al-Furqon: 72)
Seorang muslim tidak mengandalkan perdebatan dan perbantahan. Tetapi ia
lebih menekankan penjelasan kebenaran. Jika ada orang yang membantahnya maka ia
menjawabnya dengan mengemukakan hujjah, kemudian selesai. Rasulullah saw
bersabda, “Janganlah kamu membantah saudaramu dan jangan mengolok-ngoloknya
dan jangan kamu menjanjikan suatu janji kemudian kamu tidak menepatinya.” (HR.
Tirmidzi).
“Suatu kamu sesudahku tidak akan sesat kecuali mereka saling
berdebat” (HR. Tirimidzi& Ibnu
Majah).
Muslim, dimanapun ia berada, tidak menyukai pertentangan dan permusuhan
dengan orang lain dengan melampaui batas. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya
laki-laki yang paling dibenci Allah ialah yang paling keras pertentangannya.”
(HR. Bukhari)
Selain itu seorang muslim tidak suka pula terlalu memperberat diri dalam
berbicara, meskipun dia tidak mengurangi kefasihannya dibandingkan orang lain. Sehubungan
dengan ini Nabi saw bersabda, “Orang-orang yang paling dibenci Allah dan
paling jauh dari majelisku di antar kamu ialah banyak omong tanpa isi dan
serampangan.” (HR. Tirmidzi)
Mengutuk, mencela, berkata kotor dan keji sangat dijauhi oleh seorang
muslim. Karena Rasulullah saw bersabda, “Bukan orang mukmin yang suka
mengutuk, mencela, berkata kotor dan keji.” (HR Ahmad).
Seroang muslim akan berdosa bila ia mengutuk, kecuali yang dibolehkan Allah.
Bersenda gurau dan melucu diperbolehkan asalkan dengan benar (haq). Sehingga gurauan
dan kelakarnya tidak terjerumus ke dalam kebatilan, dusta dan mengada-ngada. Rasulullah
saw mengatakan kepada orang yang berbicara melucu agar orang menertawakannya, “Celakalah,
celaka baginya.”
Seorang muslim sangat menghindari kata-kata yang dapat dipahami sebagai
merendahkan dan menghina orang lain. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-ngolokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-ngolokkan)
wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-ngolokkan) dan
jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil
dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zhalim. (QS AL-Hujurat: 11)
“Dan jangalah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya (Qs Al-Hujurat: 12)
Semua rahasia akan terjamin di tangan seorang muslim. Rasulullah saw
bersabda, “Jika salah seorang membicarakan satu pembicaraan yang itu
rahasia, maka ia adalah amanah.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud & Ahmad).
Sedangkan membuka dan menyebarkan rahasia dipandang sebagai perbuatan
khianat. Rasulullah saw bersabda, “Dari Abu Hurairah. Nabi saw bersabda, “Siapa
yang merahasiakan cela orang lain di dunia, Allah akan menutupi cela hamba itu
di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Majelis-majelis (pembicaraan) itu adalah amanah, kecuali tiga: Pembicaraan
terhadap pembunuh, penzina dan perampok.
Seorang muslim jika berjanji akan menetapinya, Allah berfirman:” Hai
roang-orang beriman, tepatilah janji-janji itu… (QS. Al Maidah: 1).
Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya. (QS. Maryam:54)
Sabda Rasulullah saw, diantara tanda munafik ialah apabila berjanji ia
tidak menepatinya.
Seorang muslim selalu berkomitmen dengan kebenaran. Jika berbicara,
berjanji dan bersumpah ia akan benar, dan hanya muslim-lah yang melestarikan
kemuliaan kata-kata dan kepercayaan makhluk terhadap kata-katanya. Rasulullah
saw bersabda, “ Dari Abdullah ra. Katanya: “Rasulullah saw bersabda, “Berpegang
tegulah dengan berkata benar, karena benar itu membawa kebaikan dan kebaikan
itu membawa ke surga; selama orang memelihara sifat benar dan menjaga
kebenaran, orang itu dicatat oleh Allah sebagai orang yang benar. Dan jauhilah
sifat bohong karena bohong itu membawa kejahatan dan kejahatan itu membawa ke
neraka, bila seseorang berbuat dusta, ia dicatat oleh Allah sebagai pendusta”
(HR. Muslim)
Seorang muslim sama sekali dilarang berdusta, kecuali dalam tiga tempat.
Ummu kaltsum meriwayatkan sebuah hadist. “Dari Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah ra,
katanya:” Kudengar Rasulullah saw bersabda, “Bukan terhitung pendusta yang
berdusta karena mengadakan ishlah antara manusia dengan perkataan yang baik dan
hasil yang baik. Kata bin Syihab, “belum pernah aku dengar yang dibolehkan
memakai kata dusta, kecuali pada tiga tempat: mengadakah ishlah sesama manusia,
dalam peperangan dan rayuan suami kepada istrinya dan rayuan istri kepada
suaminya. (HR Abu Dawud)
Dalam ketiga tempat pun, kalau kita teliti, seorang muslim akan memilih
kata-kata yang tetap mengandung kebenaran.
Seorang muslim konsekuen tidak akan melakukan ghibah “mengumpat”. Ia tidak
akan menyebut-nyebut sesuatu yang berhubungan dengan seseorang yang perkataan
itu tidak disukainya kalau ia mendengar meskipun orang tersebut adalah orang
kafir. Kecuali bila tidak disebutnya akan membahayakan atau sangat perlu
menyebutkannya. Rasulullah saw bersabda, ‘Dari Abu Hurairah ra, katanya
Rasulullah saw bersabda, “Tahukah kau apakah yang disebut ghibah?” Mereka
berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Rasulullah berkata, “ Ghibah
itu ialah memperkatakan saudaramu padahal ia tidak suka kalau perkataan itu
didengarnya.” Rasulullah saw ditanya, “Bagaimana kalau memang yang dikatakannya
itu ada pada orang itu?” Jawab beliau, “Kalau memang ada itulah yang namanya
ghibah dan kalau tidak ada, sesungguhnya kamu telah berbuat yang batil dan dusta.”
(HR Muslim)
Muslim akan tetap konsekuen tidak akan menyebarkan desas-desus yang dapat
membangkitkan permusuhan, menyebabkan timbulnya permusuhan atau
melestarikannya. Rasululah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang
kerjanya membuat onar.”
Sebaliknya, seorang muslim dengan perkataannya selalu menimbulkan
perbaikan di kalangan manusia. Muslim tidak akan bermuka dua, munafik dan
berpura-pura. Karena itu ia tampak jelas kepribadiannya dan urusannya. Tidak menjadi
orang mudzabdzah, bunglon dan hipokrit. Rasulullah saw bersabda, “BArang
siapa di dunianya menjadi orang bermuka dua, maka di akhirat nanti akan diberi
dua lidah dari api neraka? (HR Abu Dawud & Ad Darami)
“Kamu akan menjumpai orang yang paling buruk di hari kiamat
ialah orang yang bermuka dua; yaitu yang mendatangi satu kelompok orang dengan
membawa satu cerita dan ke kelompok lain dengan satu cerita lain.” (HR Ahmad)
“Dari Abu Hurairah ra katanya, Rasulullah saw bersabda, “Sejahat-jahat
manusia ialah yang bermuka dia, datang ke satu kelompok dengan satu muka dan ke
kelompok lain dengan muka yang lain.” (HR Muslim)
“Jihad paling utama ialah kalima t haq ( yang dikatakan
langsung) di sisi pemerintah yang zhalim.” (HR Ahmad)
Seorang muslim tidak suka memuji orang lain didepannya. Karena hal itu
menimbulkan riya’ dan menanam kesombongan di hati orang yang dipuji. Dalam satu
hadist disebutkan, “Dari Abu Bakar ra. Katanya, “Seorang laki-laki memuji
laki-laki lain di sisi Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, Ah! Engkau telah
memotong leher temanmu.’ Perkataan ini diulanginya beberapa kali. Kemudia Beliau
bersabda, “Barangsiapa di antara kamu terpaksa memuji saudaranya hendaklah ia
berkata, “Saya kira si Fulan, hanya Allah yang mengetahui dan saya tidak akan
mensucikan seseorang di sisi Allah, sepanjang dugaan saya orang itu begini atau
begitu; kalau mengetahui keadaan orang tersebut.” (HR Bukhari)
Seorang muslim benar-benar komitmen terhadap kebenaran dan keilmiahan
dalam pembicaraannya. Menjauhi kesalahan, dan ia lebih dahulu menentukan bobot
pembicaraan sebelum dikatakan. Rasululah saw bersabda, “Orang yang paling
berani berfatwa (tanpa dasar) adalah orang yang berani masuk neraka. (HR
Ad-Darami)
Dia tidak akan membicarakan satu pembicaraan yang tidak mengandung
kemaslahatan kepada pendengar. Karena itu ia tidak akan menyiarkan satu topik
pembicaraan yang dapat membangkitkan kemudharatan, atau yang dapat melemahkan
aqidah dan prilaku. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu berbicara satu
topik pembicaraan kepada kaum yang belum terjangkau oleh akal kaum tersebut,
melainkan (kalai kamu membicarakannya) akan menimbulkan fitnah bagi sebagian
mereka.” (HR Muslim)
Akhirnya, seorang yang benar-benar muslim pasti, dengan izin Allah, akan
mendapat kepercayaan dari berbagai kalangan. Tidak diragukan lagi bahwa
lisannya mengandung kebaikan murni dan ma’ruf yang tidak tercampur mungkar. Allah
berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan
pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa,
permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan
dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”
(QS Al Mujadillah: 9)
Dengan demikian Jelaslah karakteristik muslim dalam berbicara…
*Di ambil dari
Buku Al-Islam Jilid I yang ditulis oleh Sa’id Hawa. Pada halaman 429 - 438
Alhamdulillah mnecerahkan dan meluruskan^^
BalasHapus