Surat
Ghafir tidak hanya menganjurkan orang beriman untuk berdakwah di Jalan Allah,
tetapi juga memberikan metode terbaik untuk menggait manusia. Ini dapat kita
lihat dalam kisah seorang laki-laki mukmin dari keluarga fir’aun.
Ayat
ini memaparkan metode yang dipergunakan da’I rabbani dalam mengajak kaumnya ke
jalan Allah swt.
Allah
swt berfirman :”Dan seorang laki-laki beriman di antara pengikut-pengikut
Firaun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena dia menyatakan, ‘Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki
karena dia menyatakan, ‘Tuhanku ialah Allah,” padahal dia telah datang kepadamu
dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta
maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar
niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu … “
(Ghafir/ Al-Mu’min : 28).
Metode
Pertama : Memberi Kepuasan Intelektual
Laki-laki itu berkata
kepada mereka, “Dengarkanlah dia (Musa as) terlebih dahulu, kemudian barulah
putuskan untuk menerima atau menolak. Ketahuilah bahwa kebohongannya akan
kembali kepada dirinya sendiri, dan kebenarannya akan berdampak pada kalian
serta akan menjadi penyebab kehancuran kalian.” Ungkapan yang logis, terarah, sederhana dan
berlandaskan fakta.
Metode kedua
: Rendah hati terhadap manusia
Setelah menyampaikan
alasan logis, laki-laki mukmin itu beralih pada metode lain, ia berkata, “Hai
kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi,
siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita…. “
(QS 40:29)
Perhatikanlah kecerdikan dan kepiawaiannya memilih
kata; ketika berbicara tentang kerajaan, laki-laki itu berkata, “Untukmulah
kerajaan.” Ia memuliakan mereka dan memposisikan mereka pada posisi semestinya.
Akan tetapi, ketika memberikan peringatan kepada mereka dari azab Allah, ia
berkata “Siapakah yang akan menolong kita,” ia menyertakan dirinya bersama
mereka sehingga mereka dapat merasakan bahwa ia merupakan bagian dari mereka.
Ia tidak sombong kepada mereka karena keistiqomahan dan ketaatannya dalam
beragama, tetapi ia memperlihatkan kekhawatirannya atas kaummnya dan juga atas
dirinya.
Ayat di atas memberikan dua
pelajaran dalam berdakwah, yaitu:
1. Menempatkan manusia sesuai dengan
posisinya, dan berbicara kepada mereka dengan sebutan atau panggilan yang
mereka sukai. “Untukmulah kerajaan sampai saat ini dengan berkuasa di muka
bumi”.
2. Tidak bersikap sombong terhadap
orang yang didakwahi, dan memberikan kesan kepada mereka bahwa aktivis dakwah
adalah bagian dari mereka, “Siapakah yang bisa menolong dan menyelamatkan
kita.”
Metode
Ketiga: Empati Yang Tulus
Setelah menggunakan kedua metode
tadi, lelaki mukmin tersebut beralih pada aspek emosional, “Hai kaumku,
sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil memanggil (hari
kiamat).” (QS 40:32)
Kita sebagai da’I,
apabila ingin memberikan kesan di hati manusia, maka cintailah mereka dan
perlihatkanlah kecintaan, serta kasih sayang, dan kekhawatiran akan keselamatan
mereka, sebagaimana kekhawatiran laki-laki mukmin tersebut, “Hai kaumku,
sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa
kehancuran golongan yang bersekutu.” (QS 40:30)
Metode
keempat: Sejarah Dalam Dakwah
Setelah
menggunakan perangkat logika dan empati, laki-laki mukmin ini berdakwah dengan
menggunakan bukti sejarah.
“Hai Kaumku,
sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa
kehancuran golongan yang bersekutu, (yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad,
Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki
berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. (QS 40: 30-31).
Seorang aktivis dakwah harus
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Juga memahami sejarah dan kondisi
umat di masa lampau, agar dapat menganjurkan manusia untuk mengambil pelajaran
dari orang-orang yang hidup sebelum mereka.
Metode
kelima: Memberi Peringatan tentang Hari Kiamat
Langkah terakhir, lelaki mukmin
tersebut berbicara tentang hari kiamat. Pemberian peringatan hari kiamat
merupakan sarana dakwah paling efektif yang dapat digunakan oleh para aktivis dakwah
dalam menjalankan dakwahnya.
“Hai kaumku, sesungguhnya aku
khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil (hari kiamat), (yaitu)
hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorangpun
yang menyelamatkan kamu dari azab Allah, dan siapa yang disesatkan Allah,
niscaya tidak ada baginya seorangpun yang akan memberi petunjuk.” (QS 40:
32-33)
*
Setelah menggunakan
sarana terakhir, ia kembali menggunakan sarana-sarana sebelumnya;
Ia kembali menggunakan bukti
sejarah, “Dan sesungguhnya terlah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan …. “ (QS 40:34)
Mengulangi penggunaan
empati,
“ …. Hai kaumku,
ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” (QS 40:38)
Memberi peringatan
kembali tentang hari kiamta,
“Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri ang kekal”. (Qs 40:39)
Menggunakan logika,
“Hai kaumku,
bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku
ke neraka? (Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak diketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?” Qs 40:41-42
Setelah mengulang
metode dakwahnya, ia mengakhiri seruannya dengan berserah diri kepada Allah
SWT, “Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya.” (Qs 40:44)
Sungguh yang
ditampilkan laki-laki mukmin ini merupakan sikap amat menarik dan hujjah yang
tak terbantahkan. Ia bukanlah seorang nabi yang diutus, akan tetapi semangat
dan kecintaanya terhadap Islam, membuatnya diabadikan oleh Allah swt. di dalam
Al-Qur’an. Dengan begitu, para aktivis dakwah sepanjang masa dapat mengambil
contoh dan pelajaran dalam memilih dan menggunakan metode yang tepat untuk
menyeru manusia ke jalan Allah swt.
***Taken from
Khowatir Qur’aniyah yang ditulis oleh Amru Khalid ***
Ketika membaca bab
ini, saya tertegun sejenak. Mencoba merenung kembali tentang metode yang saya
lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar