Harus diakui bahwa salah satu kelemahan
dari pendidikan kita adalah tidak menyediakan kurikulum tentang bagaimana
menjadi ibu dan ayah yang baik bagi anak-anaknya. Coba kita lihat lagi ke
belakang, pelajaran apa saja yang sudah kita dapatkan ketika di bangku sekolah
kita dari kita berada di taman kanak-kanak lanjut ke sekolah dasar, sekolah
menengah dan bahkan kuliah. Yang disediakan oleh kurikulum hanyalah transfer
ilmu yang bersifat kejuruan saja.
Rata-rata kita belajar menjadi orang tua
ketika sudah akan memiliki anak. Sehingga kadang anak-anak kita menjadi bahan
uji coba alias trial and error kita tentang pola yang baik untuk mendidik anak.
Mengetahui ilmu untuk menjadi orang tua ini sangat penting, karena keluarga
merupakan tempat anak belajar pertama kali. Mereka belajar tentang nilai
kehidupan, sikap, karakter, dan cara pandang mereka terhadap hidup, harta
bahkan agama mereka. Bahkan pendidikan politik pertama kali diberikan di sini.
Kebanyakan orang menikah karena merasa
saling jatuh cinta. Ini tidak keliru menurut saya, tapi kadang alasan ini tidak
cukup kuat untuk membentuk sebuah keluarga. Karena keluarga butuh lebih dari
cinta agar tetap bertahan. Coba kita simak berita-berita di TV berapa banyak
orang yang menikah karena jatuh cinta dan akhirnya bercerai. Dan yang menjadi
korban adalah anak-anak. Coba kita lirik lagi kehidupan orang-orang tua bahkan
kakek nenek kita banyak yang menikah bukan karena jatuh cinta tapi karena di
jodohkan tapi sampai sekarang keluarganya tetap langgeng.
Hari ini, saya merasa kasihan kepada
generasi muda Indonesia. Kenapa? Karena mereka
mendapat program pencucian otak lewat sinetron bahkan acara gosip-gosip di
televisi. Tak jarang kita temukan anak-anak kecil sudah tahu untuk jatuh cinta
kepada lawan jenis (sesama jenis). Saya secara pribadi menemukan kasus ini
terjadi pada anak didik saya yang duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Bahkan mereka
sudah bisa saling mengolok/ menggoda teman-temannya. Maksud saya Si A yang
berjenis kelamin laki-laki di jodohkan dengan si B yang berjenis kelamin
perempuan. Saya terkaget-kaget melihatnya. Saya menduga prilaku mereka seperti
ini karena tontonan TV terutama sinetron yang banyak bercerita tentang kisah cinta. Sebenarnya ini
tidak keliru tapi akan sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh anak-anak yang belum
tumbuh maksimal akalnya dan tidak bisa membedakan tapi hanya mengikuti dan jika
tidak di terangkan bahkan dilarang untuk menontonnya mereka merasa itu lumrah
saja. Kenapa? Karena bisa jadi dalam benak mereka berujar,’ Wah ini boleh
dilakukan”. “Ndak keren kalo gak ikut seperti ini”. Karena sesuatu yang berasal
dari TV menurut anak-anak adalah sebuah kebenaran. Dan lagi peran besar orang
tua sangat dibutuhkan disini untuk mefilter acara-acara atau program TV yang
sesuai untuk perkembangan anak. Apa jadinya anak-anak Indonesia 10 tahun yang
akan datang jika hal ini tidak ditanggulangi.
Banyak saya temukan kasus perceraian
dari para pasangan muda yang berakibat fatal bagi anak-anaknya. Dan saya
sebagai pendidik kadang dapat membedakan mana anak yang lahir dari keluarga
harmonis mana anak yang lahir dari keluarga yang tidak harmonis. Kadang terenyuh
melihat sikap anak-anak yang menjadi korban dari kasus perceraian. Saya akan
menceritakan sebuah kasus yang terjadi di Sekolah saya. Beberapa minggu yang
lalu seorang orang tua murid datang ke sekolah. Dia mengadu bahwa anaknya di
pukul tangannya sama temannya hingga tangannya luka-luka. Dan akhirnya
dipanggillah wali kelas untuk datang dan mengatasi persoalan tersebut.
Kebetulan kasus ini diselesaikan di kantor dewan guru sehingga saya yang
kebetulan tidak ada jam mengajar menyaksikan bagaimana proses kasus tersebut
diselesaikan. Kebetulan juga orang tua anak yang memukul temannya ini datang
juga. Kedua orang bapak itu duduk berhadap-hadapan. Yang satu bertampang
perlente dan kelihatan terpelajar, sementara yang satu lagi terlihat kasar dan
bertato serta menggunakan kalung besar serta anting-anting yang ditindik tiga
buah ditelinganya. Saya melihat orang tua anak yang dipukul berusaha menjaga
emosi begitu juga yang memukul. Mereka berbicara dan akhirnya mencapai sebuah
kesepakatan. Wakil Kepala Sekolah yang kebetulan menangani kasus ini bertanya
kepada orang tua anak yang memukul tentang ibu si anak. Dan dengan tersenyum,
bapak itu berujar kami sudah bercerai bu. Tak lama kemudian anak yang memukul
pulang dari sekolah dan dipanggil dari ayahnya. Dari tatapan si ayah saya sudah
bisa menebak apa yang akan dilakukannya. Dan saya juga sudah bisa menebak
bagaimana pola ayahnya mendidik anaknya. Karena gambaran orang tua terlihat
dari anak-anaknya.. (Nb. Tapi tidak semuanya).
Saya banyak menemukan kasus, biasanya
anak-anak yang suka memukul, sulit diatur, beringas dan berkelahi di sekolah merupakan
anak-anak yang mendapat perlakuan keras ketika di rumah. Secara psikologis
mereka belajar dari kehidupan dan sikap dari keluarganya. Kekerasan merupakan
bahasa yang dikenalnya, walaupun ini tidak semuanya tapi kebanyakan ketika
ditelusuri sampai kepada sikap orang tua biasanya akan kita temukan kasus
seperti itu dan kita hanya bisa mengelus dada.
Di dalam Al-qur’an banyak dijelaskan
bagaimana menjadi orang tua yang baik, bahkan Rasulullah merupakan contoh atau
teladan yang baik tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak.
Adapun surah-surah yang berkisah tentang pembentukan keluarga dan menjadi orang
tua yang baik adalah:
Pertama, Jika kita lihat pada surah
Al-Baqarah pada ayat-ayat menjelang akhir. Allah menyebutkan tentang aturan
berkeluarga. Bahwa membangun keluarga merupakan pekerjaan sangat berat sehingga
butuh persiapan. Untuk itu ketaatan kepada Allah, takwa, shaum bahkan haji
adalah bentuk persiapan tersebut. Berjuta aturan tidak akan sanggup meluruskan
jiwa-jiwa yang cenderung menyimpang. Tapi hanya ketaqwaan kepada Allah yang
bisa. Aturan berkeluarga ini dibingkai dengan ketakwaan dan ini mengajarkan
kepada kita bahwa aturan akhlak dan aturan aktivitas dalam Islam saling
berkaitan.
Kedua, jika kita simak pada Surah
Maryam. Disitu dijelaskan bahwa setiap manusia mencintai keturunan. Apabila
seseorang dikaruniai anak, maka permikirannya akan berputar untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Ketika orang tua masih muda kesibukan mereka akan berpusat
pada kelahiran anak, perawatan anak, penyediaan makanan, pemenuhan pendidikan
dan perawatan kesehatan. Dan apabila sudah tua sekali kesibukan mereka akan
terpusat pada pembagian harta waris. Mencintai keturunan adalah fitrah manusia yang
diciptakan Allah. Di dalam surat Maryam disebutkan alasan yang paling mulia
untuk mempunyai keturunan adalah untuk memelihara agama melalu pewarisan kepada
generasi mendatang. Dari orang tua ke anak lalu dari anak ke cucu dan begitu
seterusnya. Agama adalah hal yang terbaik untuk diwariskan kepada anak, sebelum
mewariskan kekayaan dunia. Surat Maryam menceritakan contoh pribadi yang
melahirkan keturunan dengan niat menjaga kesinambungan pemegang amanah agama
ini. Kita bisa lihat pada kisah Nabi Zakaria dan Yahya. Maryam puteri Imran dan
juga anaknya Isa. Terus juga pada kisah Ibrahim, ismail, Ishaq dan ya’qub.
Cobak simak ayat-ayat awal dari surah Maryam ini tentang keinginan Nabi Zakaria.
“Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang
rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada
Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya
tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah
kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir
terhadap mawaliku[898] sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang
yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, seorang yang diridhai." Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi
kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang
sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (QS. 19: 2-7).
Dari
ayat ini kita lihat Nabi Zakaria mengadu kepada Allah. Nabi Zakaria sangat
khawatir sebab generasi yang ada pada saat itu, yaitu Bani Israil, tidak layak
mengemban amanah misi agama. Oleh karena itu Ia memohon kepada Allah agar
dikarunia anak yang akan diserahi estafeta penjagaan agama. Begitu juga jika
kita lihat kisah keluarga Imran maupun Nabi Ibrahim.
Generasi
yang menghancurkan adalah generasi yang tidak dikenalkan tentang agama pada
kehidupan awalnya. Ataupun mengenalnya hanya secara dangkal saja. Akibatnya
tersebarlah syahwat serta prilaku keji di masyarakat karena para ayah ataupun
ibu tidak mendidik anak-anak dengan pendidikan agama, tetapi hanya
memperhatikan pewarisan kekayaan. Surah Maryam mengajarkan kita bahwa anak
dapat menjadi rahmat, kenangan baik dan shadaqah jariyah bagi keluarganya.
Tetapi juga dapat menjadi penyebab kekufuran mereka dan menjadi penghalang di
jalan Allah swt. Surah Maryam ini menegaskan bahwa yang penting bukan kebapakan
dan keibuan biasa, tetapi kebapakan dan keibuaan yang memberi maslahat bagi
agama.
Jika
kita ingin tahu tentang “How to be a good parent” maka berinteraksilah dengan
Al-qur’an dan sunnah. Jadikan kedua hal tersebut menjadi pedoman dan petunjuk
hidup kita.
Pernahkah
kita bertanya kenapa SUrah itu diberi nama Surah Maryam, padahal di dalamnya
disebutkan kisah Nabi Zakaria, Yahya, Ibrahim. Kenapa Maryam? .
Amru
Khalid dalam Buku Khowatir Qur’aniyah nazharat fi ahdafi suwaril qur’an
memaparkan, kenapa surah ini dinamakan Maryam karena Maryam adalah seorang
perempuan yang notabene akan dinisbatkan kata ibu padanya. Ibu adalah orang
yang benar-benar dapat mewariskan agama, mendidik dan merawat anak hingga
mencapai usia baligh. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran perempuan
secara umum dalam mewariskan agama kepada anak-anaknya.
Selain
Surah Maryam ada juga surah yang bercerita tentang bagaimana menjadi orang tua.
Yaitu mewakili peran ayah. Yaitu Surah
Luqman. Dalam surah Luqman dijelaskan
tentang tarbiyah komprehensif yang dibutuhkan anak-anak baik di dunia maupun
akhirat. Tarbiyah tersebut memuat pokok-poko bahasa yaitu : Tauhid, berbuat
baik kepada orang tua, urgensi ibadah dan berbuat kebajikan dalam hidup,
pemahaman tentang hakekat dunia, perasaan dan etika dan perencanaan hidup.
Jadi
jika ingin menjadi Good parent to Our Child maka kita harus mempelajari dulu
Surah Luqman ini. Kenapa? Agar anak-anak kita nantinya tumbuh dan berkembang
sejalan dengan arahan (taujihat) yang pernah disampaikan Luqman kepada anaknya.
Jika
para orang tua dan calon orang tua ingin menjadi orang tua yang baik maka mesti
belajar ilmunya dulu yaitu dengan mendekat kepada Al-qur’an terutama pada Surah
Maryam dan Luqman. Maka sehebat apapun kekuatan musuh-musuh islam untuk
menghancurkan generasi muda tidak akan pernah berhasil. Biiznillah.. jika Allah
berkehendak…
Maroji:
Al-Qur’an
Khowatir
Qur’aniyah Nazaharat fi ahdafi suwaril Qur’an. Ditulis oleh Amru Khalid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar