By. KH. Hilmi
Aminudin
Mencapai sasaran sebuah pekerjaan adalah bukan kemudian
untuk berhenti dan terlena menikmatinya, tetapi sebagaimana Allah firmankan,
“Maka apabila engkau telah selesai (dari
sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)” (Qs. 94:7)
Jika kamu
telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka mulailah dengan kerja baru; mulailah
dengan karya baru; mulailah dengan pelayanan baru; mulailah dengan sumbangsih
baru bagi masyarakat dan bangsa.
Ada suatu
hal yang harus diperhatkan yang disebutkan oleh Allah dalam Qur’an surah
Al-insyirah, yang melatarbelakangi sukesnya sebuah kerja adalah sebagaimana
yang diungkapkan dalam firman-Nya,
“Bukankah Kami telah melapangkan dadamu
(Muhammad)?” (Qs 94:1)
Yang pertama adalah kelapangan dada atau
keterbukaan hati. Saat ini kita sedang musyarakah,
sedang berpartisipasi, musyarakah al
bana’ah, partisipasi positif dan konstruktif; kita tidak mungkin
berpartisipasi kalau tidak punya lapang dada. Karena kita akan bergaul
bersama-sama, bekerjasama, bergotong royong, ta’awun, dengan seluruh masyarakat bahkan seluruh bangsa Indonesia
yang mempunyai aneka ragam latar belakang keagamaan, ideologi, kepentingan,
ras, bahasa, adat istiadat. Kalau kita tidak mendapatkan nikmat insyirathus shadr, kelapangan dada, kita
tidak mungkin berhasil dalam berpartisipasi, bekerjasama, dan berta’awun.
Oleh
karenanya, upaya untuk terus menerus, memohonkan kepada Allah agar diberi
kelapangan dada dalam berpartisipasi, kebersamaan, dan kerjasama membangun
bangsa dan negara, modal kita memulai adalah insyiratul shadr. Sehingga kita tidak akan berebut untuk memenuhi
keinginan sendiri, golongan, dan partai;
tapi bagaimana kita berkhidmah kepada bangsa dan negara ini. Dengan insyiratush shadr kita
bisa
kerjasama, bersinergi, bisa selalu menemukan titik temu dalam setiap
perundingan, pembicaraan, diskusi dan musyawarah.
“dan kami pun telah menurunkan bebanmu
darimu. Yang memberatkan punggungmu.” (Qs 94:2-3)
Kedua,
yaitu meringankan beban kita. Beban ekonomi rumah tangga yang belum teratasi,
beban rencana nikah yang belum terealisir, beban kuliah yang tak kunjung usai,
dan beban mencari kerja yang tak kunjung diperoleh. Semua beban itu ada pada
kita, tapi Allah sudah meringankannya. Tidak lagi terasa menghimpit dan
membebani kita, sehingga kita tidak berdiam dari berdakwah ilallah.
Alhamdulillah beban itu ada tetapi terasa ringan. Dan sudah barang tentu yang
bisa memberikan seperti itu hanya Allah swt.
Ketiga,
agar kita bisa berhasil meraih sukses adalah,
“Dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu
bagimu”. Qs 94:4
Bahwasanya
Allah telah angkat citra kita. Jadi citra yang baik adalah modal untuk meraih sukses
dakwah kita. Karena dengan citra yang baik lingkungan kita tidak curiga kepada
kita, lingkungan kita menyambut kehadiran kita bahkan lingkungan kita menikmati
kehadiran kita. Karena citra kita baik, citra kita bukan citra koruptor, citra
kita bukan citra KKN, citra kita bukan citra zalim, bukan citra provokator,
bukan citra teroris, tapi citra kita adalah da’I
ilallah, du’at ilallah, sebagai juru dakwah yang memanggil semua menuju
jalan Allah. Sudah tentu bukan dengan ucapan, tapi dengan teladan dan langkah-langkah
positif yang konstruktif, yang terasa manfaatnya bagi bangsa dan negara.
Sekali
lagi, jaga citra itu. Sudah tentu menjaga citra bukan dengan kampanye citra,
ucapan-ucapan mengiklankan diri paling bersih, bukan! Tapi dengan perilaku
sebenarnya. Bahwa kita tidak ingin kepada hal-hal yang menimbulkan kerusakan di
masyarakat apa pun bentuknya. Jangankan haram, yang syubhat itu harus kita
jauhi, agar citra kita terjaga. Tidak perlu dipromosikan, lakukan saja,
kerjakan saja dalam keseharian kita dengan menjaga diri dari kekalutan,
kemafsadahan, yang merugikan orang lain. Insya Allah citra itu terpelihara,
pertama-tama Allah selalu percaya kepada kita, kemudian Allah akan menggerakkan
hati orang lain untuk percaya kepada kita.
Keempat,
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Qs 94: 5-6)
Selalu
mempunyai pandangan positif, ijabiyaturru’yah.
Kita tidak mungkin sukses, tidak mungkin melahirkan karya-karya besar, yang
akan kita berikan kepada bangsa dan negara, kalau kita tidak berpandangan
positif. Sesungguhnya beserta kesulitan, sekali lagi, beserta kesulitan ada
kemudahan.
Ini
refleksinya sangat luas. Termasuk kalau kita melihat orang galak, kita tahu ada
keramahan di balik itu. Ijabiyaturru’yah
ini penting, supaya kita bisa bergaul dengan semua orang. Jangan su’udzhon, belum apa-apa sudah bilang
galak. Tidak demikian, masih ada sisa-sisa yang bisa kita gali, yang kemudian
bisa kita kerjasama. Sebagaimana disebut oleh Al-qur’an, kalimatus sawa bainana
wa bainakum.
Dengan ijabiyaturruhu’yah, pandangan positif,
kita selalu menemukan titik temu dengan golongan manapun, partai manapun, ras
manapun, bangsa manapun, aliran manapun. Insya Allah dengan pandangan positif,
akan melahirkan perilaku positif yang menyenangkan semua orang. Hingga semua
orang akan bisa diajak duduk dengan kita, untuk merundingkan apa-apa yang
bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Qs 94: 5-6)
Sampai
dibaca dua kali. Artinya disetiap kesulitan benar-benar ada kemudahan. Tidak
boleh sedikitpun kita ragu, kalau kita berhasil menggali setiap potensi positif
dari kondisi apa pun, dari situasi apa pun, dan sikap apa pun. Insya Allah
karya-karya besar akan lahir dari kader-kader dakwah.
Karya
tersebut bisa dimanfaatkan oleh bangsa dan negara ini. Sehingga kita bisa
menyelesaikan tugas kita,
“Maka apabila engkau telah selesai (dari
sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)” (Qs. 94:7)
Dan kita
tidak boleh berpuas diri, apalagi terlena dengan sukses-sukses itu. Tapi harus
cepat kita susul dengan karya baru.
*Al-intima’/ Rajab 1432H/No 017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar