"Islamic Quotes"

Sabtu, Juni 25, 2011

Dua Ketua dalam satu Organisasi... heeeemmm??

Audzubillahiminasyaithanirazhim…
Bismillahirahmanirahim..



25 Juni 2011
@Mujahidin…

Ketika sedang menunggu shalat ashar di Masjid Mujahidin, saya didekati oleh seorang junior di kampus saya. KAmpus… heeemmm… masa-masa yang sulit dilupakan. Kampus adalah sebuah wadah untuk ruang ekspresi “kebebasan” mahasiswa. Bebas untuk mencoba dan bebas untuk mengaplikasikan idealisme dalam bentuk amal nyata. Bebas untuk bereksperimen karena kampus adalah laboratorium dakwah sekaligus miniatur negara. Segala konsep perubahan untuk negara dapat kita kaji dan ujicoba di masa ini.


Kembali ke cerita di atas, junior saya bercerita dan akhirnya mulailah kami berdikusi tentang kampus. Dan akhirnya sampai di sebuah pertanyaan. Junior saya bertanya, “Kk gimana pendapat kk jika ada yang mengatakan bahwa di dalam satu organisasi ada dua ketua, yang satunya ikhwan dan satunya akhwat dan itu sesuai dengan syariat islam?”.

Heeemmm…,
Mendengar pertanyaan itu saya tertegun sebentar. Saya coba menyelami kembali siroh nabawiyah dan siroh sahabat, serta ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Kemudian junior saya bilang bahwa ada tulisan yang membahas tentang hal tersebut di Wall FB nya. Akhirnya saya mencari tulisan tersebut dan membacanya. Kenapa saya membaca tulisan tersebut, karena saya mesti melihat terlebih dahulu landasan syar’I kenapa pemisahan struktur dan dua ketua itu dikatakan sebagai syariat islam. Dan saya juga perlu melihat alasan dan logika lain yang digunakan. Maksudnya agar saya tidak memutuskan sesuatu sebelum saya menyelami lebih dalam tentang hal tersebut.

Alhamdulillah… akhirnya dapat juga tulisan tersebut.
Sebelum membahasnya lebih baik saya tuliskan dulu sebuah ayat yang begitu menginspirasi saya. Yaitu QS. At-Taubah : 71
Dan orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Jadi sudah jelas bahwa berdakwah (menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar) adalah tugas lelaki dan perempuan. Dan tidak dibebankan hanya kepada satu jenis kelamin tertentu saja yaitu misalnya hanya dibebankan kepada laki-laki.  Hal ini mesti kita pahami bersama, agar cara pandang kita terhadap tugas dakwah tidaklah sempit dan subjektif. Tapi meluas.

Kembali kepada tema kita kali ini, yaitu adanya pemisahan ketua (ikhwan dan akhwat) atau ada dua ketua dalam satu organisasi. Dari note yang ditulis oleh ikhwan tersebut saya mencoba untuk menggali nash syar’I yang digunakan. Dalil yang digunakan olehnya adalah QS AN-Nurr: 3O. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
Dalam Tafsir Qur’Anul Majid yang ditulis oleh TEungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy pada halaman 2813 dijelaskan disitu bahwa maksud ayat ini adalah supaya semua orang laki-laki dan perempuan memelihara sopan santun (etika, adab) umum, yaitu menjauhkan diri dari sesuatu yang berlawanan dengan adab umum, seperti memandang perempuan dengan cara memelototkan mata atau dengan cara yang lain yang tidak pantas. Kata as-Sayyid Rasyid RIdha: menjaga pandangan bukanlah berarti berjalan dengan menundukkan kepala dan tidak memandang perempuan atau lelaki yang berlalu. Bukan itu yang dimaksudkan, karena tidak mungkin seseorang melakukan seperti itu. Menjaga pandangan, maknanya tidak terus menerus memandang dan melihat aurat perempuan yang kebetulan terbuka. Dan pandangan terus menerus kepada aurat wanita inilah yang diperintahkan untuk  tidak dilakukan.

Kalau dari paparan dan tafsir tersebut terlihat jelas apa yang dimaksud dengan “menjaga pandangan”.


Sekarang kita bahas. Disini saya perlu menegaskan bahwa kita perlu membedakan antara syariat islam dan ijtihad sebuah gerakan atau dengan bahasa lain cara sebuah gerakan menterjemahkan atau menafsirkan aturan-aturan Allah baik dalam bentuk ayat atau hadist ke dalam kebijakan gerakan tersebut. Syariat islamnya adalah perintah menjaga pandangan (Qs. 24:30). Atau sebuah hadist yang melarang bercampur baur yang mana di dalam hadist disebutkan bahwa Rasulullah saw keluar dari masjid, lalu bercampur baur dengan perempuan di jalan, kemudian : RAsulullah bersabda, “Perlahanlah atau mundurlah (perempuan) sedikit. Kalian tidak berhak menguasai jalan, kalian harus berjalan di pinggir-pinggirnya”. Jadi jelas bahwa aturan syariatnya tentang etika berinteraksi antara laki-laki dan perempuan salah satunya termasuk dalam ayat dan hadist tersebut. Sekarang persoalannya ada gerakan yang menafsirkan ayat dan hadist tersebut dalam kebijakan gerakannya membuat pemisahan antara ikhwan dan akhwat. Dalam hal ini gerakan tersebut memutuskan agar dalam satu organisasi ada dua ketua yaitu terdiri dari ketua ikhwan dan ketua akhwat. Apakah ini sesuai syariat? Atau apakah ini syariat islam?? Perlu kita kaji…


Pertama kita kaji dalam tinjauan Siroh Nabawiyah.
Tidak pernah ditemukan dalam catatan sejarah perjalanan Nabi ada pemisahan ketua seperti ini dalam kebijakan Rasulullah. Tapi malahan dalam Siroh kita temukan  bahwa laki-laki dan perempuan saling tolong menolong dalam melindungi Rasulullah. Contoh, ketika Rasulullah hijrah pertama kali bersama Abu Bakar bin SHidiq. Asma binti Abu Bakar bersama seorang sahabat RAsulullah lainnya (laki-laki) bekerjasama menghapus jejak-jejak kaki RAsulullah dan memberikan logistik kepada RAsulullah. Jika Asma binti Abu Bakar bertugas membawa logistik (ini yang menyebabkan asma digelari perempuan dengan dua sabuk) dan sahabat RAsulullah yang ikhwan membawa gembalaannya menghapus jejak tersebut dibelakangnya.

Atau sejarah mencatat bahwa betapa bersemangatnya perempuan-perempuan anshar dalam mencari ilmu. Sehingga tidak ingin ketinggalan dari kaum lelaki. Dan karena merasa sangat butuh dengan ilmu mereka mendatangi majelis-majelis ilmu RAsulullah bahkan meminta adanya waktu khusus bagi mereka.


Kedua tinjauan Al-qur’an.
 Ternyata Al-qur’an memuat juga interaksi antara lelaki dan perempuan. Salah satunya Kisah Nabi Musa dan dua orang anak gadis Nabi syuaib. Qs 28 : 23 – 26. Atau kisah Ratu Saba mengumpulkan rakyatnya untuk dimintai pendapat : Qs 27:42-44.

Ketiga tinjauan Hadist.
Nasai meriwayatkan dari Abdullah bin Abu Aufa, “Rasulullah saw tidak pernah menolak berjalan bersama para janda dan fakir miskin untuk memenuhi hajat mereka”.

Dari Anas r.a dikatakan bahwa ada seorang perempuan memiliki persoalan yang mengganjal pikirannya. Perempuan itu berkata,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ada keperluan dengan anda.” Nabi saw menjawab, “Wahai Ibu FUlan, pilihlah, gang mana yang kamu inginkan sehingga aku bisa memenuhi keperluanmu.” Kemudian beliau pergi bersama perempuan itu melewati suatu gang sampai keperluannya selesai (Muslim).


Jadi dari tinjauan siroh, Al-qur’an dan hadist dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan bahwa interaksi antara laki-laki dan perempuan di zaman Rasulullah serta sahabat berjalan dengan sangat wajar dan manusiawi. Dan tidak seperti digambarkan oleh beberapa kalangan yang beranggapan bahwa di zaman Nabi tidak ada interaksii antara laki-laki dan perempuan. Seakan-akan ada batas yang sangat ketat antara lelaki dan perempuan sehingga mereka tidak bisa saling berinteraksi.


Dengan demikian bisa kita simpulkan bersama dan kita pahami bersama bahwa syariat islam tidaklah melarang adanya interaksi laki-laki dan perempuan dalam berbagai kegiatan yang makruf. Apalagi dalam hal ini interaksi dalam kepengurusan di LDK apakah LDF atau LDK tingkat universitas. Tidaklah benar bahwa pemisahan struktur ikhwan dan akhwat dalam hal ini dalam bentuk dua ketua dalam satu organisasi (ketua ikhwan dan ketua akhwat) adalah syariat islam. Tapi bisa jadi itu merupakan tafsiran gerakan terhadap ayat yang saya sebutkan dibagian atas tadi. Tafsiran ini diaplikasikan dalam bentuk ijtihad gerakan. Ijtihad gerakan ini patut dihargai sebagai kekayaan pemikiran tapi bukan berarti ijtihad ini mesti dipaksakan untuk diterima oleh organisasi atau gerakan lain. Apalagi jika dikatakan bahwa LDK (LDF / LDK tingkat Fakultas) tidak mengikuti aturan islam (syariat islam) hanya karena tidak menerima ijtihad sebuah gerakan.

Di dalam islam termuat aturan tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan diantaranya:
  1. Menutup Aurat
QS 24: 31, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain hijabnya ke dadanya..
  1. Menjaga Pandangan
QS 24: 31
Untuk hal ini sudah dijelaskan diatas. Jadi tafsirnya bukan berarti tidak boleh saling melihat, sebab hal itu tidak mungkin terjadi. Yang dilarang adalah pandangan yang memandang aurat, memandang yang menimbulkan fitnah berupa rangsangan syahwat dan sebagainya.
  1. Tidak mendayu-dayukan suara
Teramat banyak hal yang menarik dari perempuan bagi laki-laki, diantaranya adalah suara perempuan. Al-qur’an maupun sunah tidak pernah melarang perempuan berbicara, termasuk kepada kaum laki-laki, akan tetapi memberikan batasan agar berbicara dengan suara apa adanya, tidak dibuat-buat menjadi merdu atau sayu dan mesra, sehingga menimbulkan penyakit di hati orang-orang yang tidak kuat imannya. (Qs. 33: 32)
  1. Keseriusan agenda interaksi
Islam tidak menghendaki adanya interaksi yang hanya sekedar iseng atau berada kesia-siaan, tanpa kejelasan agenda. Hendaknya ada agenda yang serius. Jika tidak ada suatu agenda yang berarti, dikhawatirkan interaksi akan menjadi sebuah pintu munculnya fitnah lawan jenis.
Dalam Qs 33:32 … Dan ucapkanlah olehmu perkataan yang baik. Jadi interaksi haruslah dalam batas-batas kebaikan dan tidak mengandung kemungkaran.
Atau asbabun wurud dari hadist , “ Assalamu’alaikum, wahai Abu Abdullah, apa kabar untamu yang liar itu? (HR Thabrani)
  1. Menghindari khalwat
Yang dimaksud dengan khalwat adalah berdua-duan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki di tempat yang sepi. Kegiatan khalwat seperti itu bisa mendatangkan kemudharatan, walaupun tujuannya adalah untuk melakukan kebaikan.
Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali disertai mahramnya (HR Bukhari)
  1. Memisahkan laki-laki dari perempuan dan tidak berdesakan
Sebagaimana dalam shalat, kaum laki-laki terpisahkan dari kaum perempuan, maka demikian pula etika yang semestinya diterapkan dalam interaksi sosial. Kaum perempuan ditempatkan pada suatu bagian tertentu agar tidak berdesak-desakan dengan kaum laki-laki.

Dalam bentuk teknis bisa jadi adanya hijab (bisa berbentuk kain ataupun dinding terbuat dari tripleks).

Ketika para aktivis dakwah menerapkan etika berinteraksi dengan benar, maka kasus VMJ akan sulit terjadi. Kalaupun terjadi maka itu bukanlah sesuatu yang menjadi fenomena, paling hanya satu kasus saja. Ya, namanya juga LDF/LDK yang berisi manusia. Banyak cela, salah, khilaf dan kelemahan dan jauh dari kata sempurna. Jadi margin error masih bisa diatur.


Ada satu gerakan yang mengusung isu pemisahan struktur ketua ikhwan dan akhwat ini. Ini boleh saja, tapi jangan sampai dianggap ini sebagai sebuah syariat islam. Tapi ini sebuah ijtihad gerakan. Sayangnya saya menemukan ternyata gerakan yang mengusung isu pemisahan ini yang salah satunya tujuannya adalah agar akhwat lebih terfokus pada dakwah ke akhwat dan ikhwan terfokus kepada dakwah ke ikhwan tidak terlalu konsisten dalam penerapannya. Ketika saya sholat dhuha di Muhtadin, saya menemukan mereka melaksanakan kegiatan kajian gabungan ikhwan dan akhwat dan dengan sebuah hijab. Hijabnya dalam bentuk dinding alumunium. Ataupun mereka pernah mengadakan kajian malam hari yang mengundang ikhwan dan akhwat juga. Ternyata, tetap saja ada kegiatan gabungan antara ikhwan dan akhwat dan pemisahnya adalah hijab. Atau bahkan saya temukan dalam sebuah foto, mereka tidak memakai hijab, tapi pemisahan tempat saja. Tempat ikhwan/ barisan ikhwan dan tempat akhwat/ barisan akhwat. Sama seperti yang dilaksanakan oleh LDK (LDF/LDK Universitas). Idealnya jika gerakan tersebut konsisten maka tidak akan ada kegiatan gabungan ikhwan dan akhwat, karena ini menjadi salah satu alasan adanya pemisahan ketua ikhwan dan ketua akhwat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa interaksi antara laki-laki dan perempuan dibolehkan. Dengan syarat ada keseriusan agenda dan kemaslahatan untuk dakwah. Dan juga tetap mengacu kepada etika interaksi yang saya kutip diatas.


BAB KEPEMIMPINAN
Yang menarik dari artikel tersebut tentang kepemimpinan perempuan. Padahal seharusnya bab kepemimpinan perempuan sudah selesai dipelajari dan dibahas.
Dalam Qs 4:34,” Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Ayat ini menegaskan bahwa kaum lelaki adalah pemimpin dari kaum perempuan. Tapi tafsirannya jangan terlalu dipandang sempit. Tafsiran dari banyak ahli tafsir, ayat ini sesungguhnya berbicara tentang kepemimpinan dalam rumah tangga. Para ulama sepakat tidak memperkenankan perempuan memegang tampuk kekhilafahan. Sedangkan untuk selain itu maka perempuan dibolehkan… perlu digaris bawahi DIBOLEHKAN untuk menjadi pemimpin. Bukan diharuskan. Jadi jika perempuan mempunyai kemampuan lebih maka dia dibolehkan untuk menjadi pemimpin. Kecuali dalam rumah tangga, dan kekhilafahan. Untuk menjadi presiden masih ada perbedaan pendapat diantara para ulama. Karena ada yang mengatakan presiden sama dengan khilafah walaupun ada perbedaannya.


Epilog. Tentunya kita harus berpandangan positif dalam melihat semua persoalan. Dan jangan sampai sebuah dugaan dianggap sebuah kebenaran sebelum dibuktikan. Dan jauhkan diri kita dari sifat merasa paling benar, paling baik islamnya dan paling paham tentang syariat islam. Sehingga kita mengganggap yang tidak setuju dengan kita tidak benar,  tidak baik keislamannya dan tidak paham syariat islam atau tidak mau melaksanakan syariat islam. Padahal persoalannya hanya pada tafsiran yang berbeda terhadap ayat dan hadist yang berujung pada kebijakan sebuah gerakan atau juga ijtihad sebuah gerakan. Maka sikap yang harus ditempuh oleh akitivis dakwah adalah bersemangat menuntut ilmu dan mengamalkannya. Dan berlapang dada dan saling menghargai terhadap perbedaan pendapat. Semangat berlomba-lomba dalam kebaikan, bukan saling sikut dan menjatuhkan. Pada akhirnya jama’ah manusia tak ada yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah saja. Dan hanya Allah yang Memilki kebenaran, sedangkan kita hanya menyampaikan bukan seorang yang pemaksa.

Wallahu’alam bishowab…
Wassalamu’alaiku warahmatullahi wabarakatuh..



Maroji’
*Tafsir Al-qur’anul Majid. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
*keakhawatan 2. Cahyadi Takariawan.
                                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar