Menangkap Makna
Bulan Juli sudah hampir berakhir. Jika beberapa bulan
lalu, Allah memberikanku nasehat tentang kematian. Maka bulan Juli ini saya
mencoba menangkap nasehat apa yang Allah berikan kepadaku. Bulan Juli adalah
bulan menangkap makna. Ada pembelajaran luar biasa yang Allah ajarkan kepada
saya.
Pembelajaran ini diberikan lewat dua orang teman
saya. Satunya ikhwan dan satunya akhwat. Ini tentang kemampuan mengambil
keputusan. Dan ini tentang kekuatan sebuah pilihan. Dan hari ini, hari terakhir
di bulan Juli saya berniat menuliskannya di blog saya.
Heeem...
Betul sekali sebuah kalimat; kita butuh waktu seumur
hidup untuk mengenal seseorang, dan begitulah yang saya alami. Saya mencoba
mengenali kedua teman saya ini:
Kita mulai dari yang ikhwan. Saya dulu pernah satu
amanah dengannya, saya dulu bahkan tak mengenal wajahnya. Walaupun pernah
beberapa kali rapat, tapi tetap saja saya tidak mengenal wajahnya. Karena memang
saya tidak terlalu fokus pada amanah saya yang berhubungan dengannya. Jadinya saya
banyak berhubungan dengannya lewat sms, telpon dan terakhir email. Ya, maklum
saja kadang saya bisa menjadi orang yang sangat cuek luar biasa. Dan saya baru
merasa mulai mengenalnya ketika saya diberitahu dia akan pindah gerakan. Saya kaget,
rasa bersalah muncul. Ya Allah, kok saya gak begitu perhatian ya dengan saudara
seiman, kok bisa saudara saya seperjuangan di dakwah sekolah akan pindah jama’ah
saya gak tahu bahkan baru tahu. Saya mencoba untuk bermuhasabah, sudahkah
hak-hak ukhuwah saya jalankan untuknya. Memberi nasehat, menanyakan kabar,
berdiskusi. Duh... kok rasanya belum sama sekali. Maka karena rasa bersalah
itulah saya mulai membangun komunikasi. Karena berhubung saya baru tahu dia
pindah jama’ah ketika saya dan dia sudah selesai kuliah, jadi memang sudah
tidak efektif lagi. Saya sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan persoalan
saudara saya pindah jama’ah asalkan mereka pindah karena kesadaran keimanan,
dan kadang saya senang mencari tahu penyebab kenapa saudara saya pindah jama’ah.
Sebagai bahan tambahan analisa saya. Akhirnya saya memulai komunikasi,
menanyakan sebab kenapa dia pindah jama’ah. Dan diapun memaparkan alasannya. Dan
dia sering mengirimkan artikel tentang demokrasi, khilafah dan sejenisnya. Ya, kadang
saya ladeni, kadang tidak, pernah satu kali saya geram sekali dengannya. Karena
sepertinya dia mengajak saya berdebat, dan saya malas untuk berdebat, akhirnya
saya mengatakan “lakum dinukum waliyadin” (yang ini jangan dicontoh ya. gak
baik). Pada akhirnya saya baru tahu ternyata memang setiap yang baru bergabung
di gerakan yang dipilihnya diberikan tugas yang sama. Menyebarkan artikel.
Setelah itu dia mulai berhenti, saya mulai merasa
bersalah lagi, kok kasar banget ya fikir saya waktu itu. Dan kembali rasa
bersalah itu muncul. Dan karena saya tidak ingin memutus silahturahim, akhirnya
saya mencari cara agar tidak memutus silahturahim. Berhubung pada saat itu ia
melanjutkan kuliahnya di kota pelajar, dan disana banyak terkenal dengan buku
murah, saya memutuskan untuk meminta tolong padanya mencarikan saya buku. Ya,
sekarang cukup banyak buku yang ada di rak buku saya yang merupakan buku hasil
bantuannya. Hehee..
Nah,,, dari sini saya baru benar-benar mulai mengenal
teman saya dan karakternya. Ya menurut saya, dia orang yang baik, santun, pintar
tapi tidak cerdas, rendah hati, logis, dapat ditebak, suka menolong (alias gak
tegaan) dan bijaksana,. Tapi juga punya kelemahan yang tak perlu saya sebutkan
disini. Kelemahannya ada yang fatal ada yang tidak ^_^.
2 tahun belakangan ini saya agak intens berhubungan
dengan gerakan yang dipilihnya. Saya termasuk orang yang gak terlalu percaya
langsung kepada perkataan seseorang, biasanya saya akan memberikan penilaian
tentang seseorang atau sebuah gerakan lewat interaksi saya dengan orang digerakan
tersebut dan pemikiran gerakan tersebut. Dan ketika saya berinteraksi dengan
gerakannya, saya terkaget-kaget. Dan akhirnya ketika saya baca kembali tentang gerakannya di buku WAMY, saya menemukan apa yang tercantum disana adalah
benar. Kecuali untuk dua hal. Dan terus terang saya bersyukur karena Allah
memberikan hadiah terindah untuk saya, “bergabung dalam gerakan tarbiyah” dan
tidak pindah jama’ah. Memang gerakan tarbiyah ini punya cukup banyak kekurangan dan
kelemahan. Tapi kelebihan dari gerakan tarbiyah membuat saya memaafkan
kelemahan dan kekurangan gerakan ini. ^_^
Nah, beberapa minggu yang lalu saya mendengar kabar,
teman saya ini akan menikah. Dalam benak saya berujar "biasanya kalau sudah
tersebar info seorang ikhwan akan menikah, maka biasanya waktunya gak lama
lagi, bisa jadi 1 bulan atau paling lama tiga bulan mendatang resepsinya".
(hehee... itu mainstream dikepala saya kalau menyangkut kader sebuah gerakan).
Wah saya senang sekali mendengar teman saya ini akan menikah, saya langsung meng-sms-nya (tabayun). Menanyakan kebenaran info itu, (kebiasaan saya memang suka langsung tabayun kepada orangnya). Dan teman saya membenarkan info tersebut. Pada waktu itu saya berfikir, rasanya saya belum pernah membantu teman saya ini, sedangkan dia sudah sangat sering sekali membantu saya. Karena itulah agar saya tidak terlalu merasa berhutang budi, dan memang berniat untuk membalas kebaikannya, maka saya menawarkan bantuan untuk menolong (mengantarkan undangan) pernikahannya. Maka saya menanyakan bulan apa walimahannya. Dia menjawab nanti dia akan kabari. Waktu membaca kalimat itu saya berfikir, “o.. mungkin masih rahasia”. Tapi memang ada keraguan ketika membaca kalimat itu. Penuh makna.
Wah saya senang sekali mendengar teman saya ini akan menikah, saya langsung meng-sms-nya (tabayun). Menanyakan kebenaran info itu, (kebiasaan saya memang suka langsung tabayun kepada orangnya). Dan teman saya membenarkan info tersebut. Pada waktu itu saya berfikir, rasanya saya belum pernah membantu teman saya ini, sedangkan dia sudah sangat sering sekali membantu saya. Karena itulah agar saya tidak terlalu merasa berhutang budi, dan memang berniat untuk membalas kebaikannya, maka saya menawarkan bantuan untuk menolong (mengantarkan undangan) pernikahannya. Maka saya menanyakan bulan apa walimahannya. Dia menjawab nanti dia akan kabari. Waktu membaca kalimat itu saya berfikir, “o.. mungkin masih rahasia”. Tapi memang ada keraguan ketika membaca kalimat itu. Penuh makna.
Dan akhirnya saya mendapatkan info dari seseorang
yang dipercaya, tentang calon, dan kapan kemungkinan prosesnya akan
berlangsung. Saya berfikir pantasan ketika saya menanyakan kapan akan
berlangsungnya pernikahannya, dia bilang, “nanti saya kabari”. Ternyata proses
lamaran baru berlangsung dalam hitungan hari saat itu. Dan Ketika mendengar
siapa calonnya, saya agak kaget. Saya tidak mengenal calonnya, tapi teman saya
yang memberikan info ini mengatakan bahwa calonnya bukan anak gerakan, dan
tidak berjilbab (tapi di foto lamarannya dia memakai jilbab) dan dulu teman
sekelasnya waktu kuliah. Jujur ketika mendengar berita teman saya akan menikah,
dalam benak saya mengira dia bakalan menikah dengan teman satu gerakannya,
karena ada beberapa analisa saya yang membuat saya mempunyai kesimpulan seperti
itu. Pada saat itu saya sempat bertanya dalam hati, “kenapa?”. Ada beberapa
analisa muncul dikepala saya ketika mendengar latar belakang calonnya. Jujur saya
sebenarnya tidak mempermasalahkan calonnya, tapi saya lebih suka melihat
prosesnya. Karena menurut saya keberkahan proses sebelum menikah akan berdampak
sangat dalam bagi keberkahan kehidupan pernikahan
selanjutnya. Maka ia mesti bersih. Saya berfikir, manusia itu bisa berubah,
bisa jadi saat ini tidak berjilbab, tapi kedepannya berjilbab. Keimanan itu
hanya Allah yang Maha Mengetahui. Belum tentu yang berjilbab besar lebih baik
imannya dari pada yang berjilbab biasa saja. Atau sebaliknya. Tapi paling tidak
yang berjilbab besar sedang dalam proses memperbaiki diri dan mengamalkan apa
yang diimani dan diyakini. Dan mencoba terlibat aktif dalam gerakan dakwah. Itu
ikhtiar manusiawi untuk menjadi orang beriman.
Teman saya
memberikan info tentang prosesnya dan kapan pernikahannya akan berlangsung (katanya:
tahun depan). Masih lama bukan??, dan siapa yang bisa menjaga hati agar tetap
suci dalam proses selama itu?. Siapa yang bisa menjaga diri agar tak terseret
hawa nafsu dan melakukan perbuatan yang tidak diridhoi?. Hal itu yang membuat
saya kaget, dan teman saya juga mengatakan ada beberapa foto yang menjadi barang bukti.
Karena penasaran sayapun mencoba melihat foto-foto tersebut.
"Deg...!! saya terkaget-kaget.
Astagfirullah... ujar saya.
Jika dalam proses lamaran saja seperti itu, bagaimana selanjutnya?. Mungkin dalam pandangan orang ammah itu biasa, tapi bagi orang yang paham itu sungguh hal yang luar biasa. Bukankah waktunya masih lama.. bukankah secara tidak langsung dia melakukan pacaran islami? Pacaran islami yang berkedok?
"Deg...!! saya terkaget-kaget.
Astagfirullah... ujar saya.
Jika dalam proses lamaran saja seperti itu, bagaimana selanjutnya?. Mungkin dalam pandangan orang ammah itu biasa, tapi bagi orang yang paham itu sungguh hal yang luar biasa. Bukankah waktunya masih lama.. bukankah secara tidak langsung dia melakukan pacaran islami? Pacaran islami yang berkedok?
Wallahu’alam
Itulah keputusan yang telah diambil oleh teman saya
yang ikhwan,
Nah,,, sekarang saya akan bercerita tentang teman
saya yang akhwat. Masih ingat bukan tulisan saya tentang “pernikahan beda
gerakan”. Teman saya yang itulah yang akan saya ceritakan disini. Dia bercerita
kepada saya bagaimana prosesnya. Dan sungguh saya melihat prosesnya bersih dari
hawa nafsu dan godaan setan. Karena akhwat itu tidak mengenal si ikhwan yang
beda gerakan, tapi dikenalkan oleh orang tuanya. Setelah teman saya yang ini
curhat kepada saya, dan saya memberikan dia sedikit masukkan, pada saat saya
berjumpa lagi dengannya, dia mengatakan, “kk benar, kita akan mendapatkan
pasangan yang se-kufu”. Tidak mesti satu gerakan atau berbeda gerakan. Tetapi bagaimana
tingkat keimanan kita, begitu juga dengan calon pasangan kita. Sebagai catatan
se-kufu, tidak mesti sama dalam satu sisi. Ada beberapa sisi, misal, bisa sekufu
(sama) tingkat dalam hal keimanan, kepahaman agama, amal ibadah, harta,
kedudukan, latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, kecerdasan, wajah (rupa) dan lain sebagainya.
Setelah ia mengatakan itu, saya pada saat itu
berfikir, mungkin dia memilih untuk tidak menerima lamaran si ikhwan. Karena pada
saat itu ia mengatakan “kita akan mendapatkan pasangan yang se kufu,
astagfirullah.” Maka saya pun tidak bertanya kelanjutannya. Tiba-tiba saya
dikagetkan dengan sebuah telpon. Teman saya ini akan menikah besok. Deg...
what???... saya kaget luar biasa. Langsung saya telpon dia dan tabayun. Dia mengatakan,”iya,
benar kk”. Saya bertanya alasan dia kenapa mantap menikah. Dia mengatakan, “setelah
mendengar penjelasan dari kk, dan membaca buku yang kk sarankan dan kirimkan untuk
dibaca, dan juga diskusi sama ustadz ini dan setelah istikharah saya memutuskan
untuk menerima lamarannya dan siap untuk menikah”. Lalu saya bertanya,
kapan lamarannya. Dia mengatakan hari senin kemarin. Saya kembali kaget,
ternyata lima hari setelah proses lamaran dia memutuskan untuk melangsungkan
akad nikah segera. Dan resepsinya setelah idul fitri (lebaran).
Inilah keputusan yang diambil oleh si akhwat.
Lama saya berfikir tentang kedua kasus diatas, saya
mencoba menangkap makna apa yang Allah titipkan disana. Allah ingin saya belajar
apa dari kisah ini. Teman saya yang ikhwan memutuskan untuk menikah dengan
orang ammah dan jarak waktu lamaran dan pernikahan (walimahannya) masih lama
sekali, proses ia menuju pernikahan belum bisa saya katakan bersih dari kata “pacaran
islami”. Dan saya tidak tahu apakah ia melibatkan Allah dalam proses mengambil
keputusan itu. Sedangkan teman saya yang akhwat memutuskan untuk menikah dengan
ikhwan beda gerakan dan jarak waktu lamaran dan pernikahan sangat cepat sekali,
dan bisa saya katakan prosesnya bersih. Sangat Jauh dari kata “pacaran islami” .dan
ia melibatkan Allah dalam mengambil keputusan itu. Saya tertarik untuk mencari
tahu alasan teman saya yang ikhwan, mencoba mendalami alasan kenapa dia memilih
calonnya (walaupun saya memiliki beberapa analisa), dan mengetahui benar-benar
detail bagaimana prosesnya, sebagaimana saya mengetahui kisah teman saya yang
akhwat. Tapi saya belum berani menanyakannya. Heheee.... (maklum saya ini
kadang suka penasaran berlebihan,. Saya suka mendalami apa yang dirasakan oleh
orang lain dan mencoba memahaminya. Hehee... ini ndak terlalu baik juga). Saya ingin
melihat perbandingan keduanya (hehee... kayaknya saya berbakat jadi peneliti
ya..^_^). Saya tertarik dengan apa yang akan terjadi pada kehidupan kedua teman
saya ini selanjutnya.
Lalu saya teringat dengan kasus Aa’ Gym. Dia mempunyai
niat yang baik ketika memutuskan untuk menikah lagi, tapi ternyata dia salah
mengambil keputusan. Saya juga tidak tahu apakah ketika ia mengambil keputusan
itu dia melibatkan Allah, dalam artian melakukan shalat istikharah dan
menjauhkan diri dari hawa nafsu. Dan ketika kita lihat dampak keputusan yang
diambil sangat besar sekali bagi kehidupannya sebagai da’i, ayah, suami, dan
juga pengusaha.
Menangkap makna...
Ya Allah, apakah Engkau ingin agar hamba belajar
mengambil keputusan dengan tepat. Tidak cepat memutuskan juga tidak terlalu
lambat? Dan selalu melibatkan Engkau dalam setiap keputusan. Ya, saya mengerti,
keputusan menikah dan memilih pendamping hidup bukan keputusan sembarangan. Ia akan
berdampak untuk kehidupan di dunia dan akhirat saya, kehidupan anak-anak saya, kehidupan
dakwah saya. Selalu berikan saya petunjuk-Mu ya Allah.
Dan bulan sya’ban ini adalah memang bulan yang tepat
bagi hamba mendapat pelajaran tentang hal ini. Karena setelah bulan sya’ban
akan datang bulan Ramadhan. Bulan untuk mensucikan diri dan kembali fitri. Kembali
kepada kondisi seperti bayi, tanpa noda. Dan semoga mendapat predikat taqwa..
Ya Allah terima kasih untuk pembelajaran yang Engkau
berikan di Bulan Juli ini... di bulan sya’ban...
Kini hamba mengerti ...
Hamba memahami akan takdir-Mu
^_^
I Love You Allah... always...
aamiiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar