Dalam perjalanan
menemukan kepingan puzzle hidupku, kota Jogjakarta dan Bandung merupakan Kota
yang menjadi prioritas utama. Kenapa karena dari SMU saya ingin sekali pergi
kedua kota ini. Bandung terkenal dengan ITB nya dan kesejukannya serta nuansa
religius dan lagi tahun lalu saya ingin mondok 1 bulan disalah satu PONPES
disana, ya untuk memperdalam hafalan qur’an saya yang rasanya semakin menurun
saja. Sedangkan Jogjakarta terkenal sebagai kota pelajar, segar dan ada
beberapa gunung yang ingin kudaki disana (ini gara-gara dulu suka dengar lagu “Mahameru”nya
DEWA 19), terus juga disana terkenal dengan banyak buku murah + diskon. Hihihi soalnya
terlalu amat sering memesan buku dengan salah seorang teman disana... Dan lagi “pesona
merapi” baru-baru ini membuatku ingin bercengkerama dengannya.
Setelah sampai di
Nganjuk akupun berangkat bareng orang asli nganjuk. Sebelumnya aku bertanya
dulu padanya kalo ke Jogja berapa jam ya?. Dengan mantab dijawabnya 3 jam…
(dalam benakku wah… berarti bisa lanjut ke Bandung neh) padahal kemarin rada
pesimis untuk bisa mampir ke Bandung juga. Dengan langkah semangat 45’ akupun
naik bis bersamanya ke Jogja. Karena hanya 3 jam, niatku yang sebenarnya mau
membawa perbekalan yang berbentuk buah-buahan dan snackpun kugagalkan. 3 jam
kan bentar gak bakalan terasa, daripada bawa yang berat-berat mending beli
jajanan di jalan saja.
Bismillah…
kuniatkan kembali perjalananku untuk mencari
ridho Allah dan mendapat pembelajaran yang berharga. Bispun datang tak lama
setelah kami menitipkan motor ditempat penitipan motor. Ketika naik bis, tak
lupa kami bertanya kepada kenet bis nya, “Mas, dari sini sampai jogja jam
berapa ya??”. Dengan lantang kenetnya menjawab jam 5 sore. Saya dan temanpun
menghitung berapa jam yang dibutuhkan, wah ternyata hanya 4 jam-an. Tak terlalu
jauh dari prediksi..
“aman” kataku dalam
hati.
Lega sekali
mendengarnya… bis pun berangkat. Anehnya sampai di Stasiun Nganjuk kami diminta
untuk ganti bis. Yang akhirnya pindahlah kami ke bis yang lebih elit (ber-AC)
maksudnya, tanpa ada penambahan biaya.
Bispun berjalan…
banyak sekali pedagang asongan naik dan turun bis begitu juga dengan pengamen. Syukurnya
lagunya kebanyakan koleksi ebieth kalaupun bukan lagu Hadad Alwi ataupun kalau
tidak lagu jawa yang satu katapun tak kumengerti, jadi hanya menikmati iramanya
saja. Setelah bis berjalan 3 jam, sayapun mulai gelisah begitupula temanku,
pasalnya kami sama-sama gak tahan AC dan naik bis. (he..he.. kompak banget ya J). Kebetulan bangku kami ada 3 sandaran, artinya ada
tiga orang yang duduk, kebetulan bapak yang duduk disampingku ini mau ke Solo,
kamipun bertanya kepadanya, “Pak, kira-kira nyampai Jogja jam berapa ya?”.
Dan dijawabnya, “
Sekitar jam 7 malam nanti dek..”.
Masih gak percaya
dengan pendengaranku sayapun bertanya kembali, “memang berapa jam dari nganjuk
ke Jogja pak?”.
Dijawab sama bapaknya,
“sekitar 6 jam”.
What??? (muka kupasang
agar gak kentara banget terkejutnya)
Sayapun melirik ke
teman perjalananku, muka curiga kutunjukkan kepadanya, dengan polos saya
bertanya, “Sudah pernah ke Jogja?”.
Jawabnya, “sudah?”.
“Kok beda ya jawabanmu
dengan bapak ini?”. Tanyaku lagi.
“iya saya kemarin ikut
travel kesana, tapi lupa berapa jam, soalnya sudah lama banget?”
Gedubraaakkk…
Duh… kacau neh. Schedulle
ku…. (lebay.com)
Dengan pasrah kami
tetap berdiam diri di bis tersebut, hawa dingin AC yang semakin menusuk tulang
dan kendaraan yang jalannya gak stabil, soalnya naik dan nurunkan penumpang
berikut pedagang asongan dan pengamen. Syukurnya sempat berbekal permen tolak
angin sebagai penangkal mabuk. “Duh… kacau” batinku berucap… temanku sudah
meminta kantong dan memuntahkan isi perutnya. Sengaja kualihkan pandangan,
bisa-bisa saya juga ikut-ikutan neh. Ketika rasa ingin muntah itu muncul
cepat-cepat ku kulum permen tolak anginnya.. Alhamdulillah berhasil…
Horee,… gak jadi
muntah (dalam benakku berujar… o.. ternyata untuk mengatasi muntah begini ya?.)
Tetes air hujanpun
mulai turun..
Dari rintik hingga
berkejaran… dan kami semakin kedinginan… soalnya ACnya gede banget euy. Duh..
temanku itu sudah hampir menghabiskan kantong plastik hitamku yang selalu
kubawa dalam perjalanan, untuk jaga-jaga sih maksudnya. Sudah habis permen
tolak angin yang kumasukkan kedalam mulutku. Hawa ingin muntah itu muncul lagi…
o… tidak…
Permen tolak angin
terakhir yang kumakan ini kuharap dapat
mengusir rasa ingin muntah. Tapi dinginnya AC tetap membuatku mengeluarkan isi
perutku. Ludes sudah makanan yang kumakan dari tadi pagi. Tak tersisa
sedikitpun untuk lambungku mengelolanya…
Kejam sekali ya..
(Huahahahaha… extralebay.com).
Setiap saat kami
berharap agar perjalanannya segera sampai, tapi kok rasanya semakin lama. Duh kalau
dingin ini gak berhenti bisa keluar lagi isi perutku yang sudah ludes tadi. Dengan
mimik yang lugu kutanya sama bapak disebelahku, “pak bisa tolong matikan ACnya gak?”..
Bapak itupun segera
mematikan ACnya. Alhamdulillah hawa dingin berkurang.
Ckckckckck…
Ini akibatnya neh malu
bertanya cara mematikan AC jadi sengsara deh. Padahal kalo AC dimatikan
pastinya isi perutkan akan tetap aman. Dan lambungkupun akan bekerja dengan
ikhlas. Tapi rasanya tak terlalu ngaruh sama temanku. Hampir sepuluh kantong
dihabiskannya.
Mantab dah…
mengalahkan rekorku..
He..he.. (kok saya
jadi jahat begini ya L
Rasanya seabad, ketika
kulihat tulisan “Oleh-oleh khas Jojga” di board…
Alhamdulillah akhirnya
sampai juga di Jogja, setelah melewati sedikit kemacetan. Rasanya menemukan
nadiku kembali.
Jogja… I’m coming…
Sampai di terminal
Giwangan, saya langsung mencari tempat duduk untuk menghirup udara segar yang
sebenarnya gak segar-segar banget karena dekat WC dan debu serta asap knalpot
bis-bis. Tapi fikirku masih mending lah daripada di dalam bis yang super
sumpek. Dan lagian temanku sedang melepas hajat di bilik perenungan yang ada
disitu.
Tempat duduk yang
kududuki saat ini ternyata berdekatan dengan para satman terminal. Diajaknyalah
saya ngobrol, dengan bahasa jawa lagi, duh… dalam bis saya memang belajar satu
kata dalam bahasa jawab: “Boten” sambil melambaikan tangan. Maknanya “nggak”
kalau dalam bahasa melayu. Syukurnya nih bapak menggunakan bahasa jawa yang
masih biasanya kudengar. Tapi kujawab dengan bahasa indonesia. Dia ngomongnya
dengan mencampurkan bahasa Jawa dan Indonesia. Ya, kalau saya gak terlalu
mengerti, ku pasang senyum ala ‘Aa Gym saja. Tapi nih bapak merasa saya ngerti
bahasa Jawa kali’ ya. Ngomongnnya jauh banget, kagetku dibuatnya, mungkin bagi
mereka itu obrolan umum, bagiku itu obralan yang rada gimana gitu ya.
Dia bicara tentang
Tahun baru, pesta seks bebas di Kaliurang, terus dia cerita juga tentang
banyaknya pasangan kumpul kebo disini. Disebutkannya tempat-tempatnya. Terkejut
saya dibuatnya. Lalu saya bertanya, “Memang masyarakat disini gak marah Pak?”.
“Masyarakat disini
pada tahu kok neng, ada masyarakat yang membiarkan ya disitulah banyak pasangan
kumpul kebonya bermukim, tapi jika pemukiman masyarakat gak membolehkan, ya
tidak adalah disitu.”
Disebutkannya kumpulan
itu kebanyakan adalah mahasiswa…
Mendengarnya membuat
hatiku semakin teriris..
Yang membuatku
terkaget-kaget adalah bapak itu mengira aku termasuk mahasiswa yang sedang
mengunjungi pacarnya dan akan kumpul kebo,…
Astagfirulllah… !!!
apa tampangku kayak
gitu ya, kulihat lagi pakaianku dari ujung kaki sampai ke atas, jilbabku menutupi
dada, terus lumayan gede.
“Ya Allah”… ucapku
dalam hati, apa bapak ini buta ya, masak dia mencurigai perempuan berjilbab.
Tapi ketika otakku
mulai bekerja, berarti disini jilbab itu bukan ukuran untuk menghormati
perempuan, bisa jadi bapak ini menemukan gadis-gadis berjilbab seperti saya dan
hanya menjadikannya sebagai kedok saja.
Astagfirullah..
astagfirullah..
Syukurnya temanku
kembali pada saat yang tepat, sehingga membuat kami tidak meneruskan
percakapan. Alhamdulillah…
Sambil berjalan menuju
masjid terdekat,,, saya masih berfikir tentang percakapan yang aneh tadi…
*Jogja, Giwangan 3 January 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar