"Islamic Quotes"

Senin, Januari 17, 2011

Antara Nganjuk dan Jogja




Dalam perjalanan menemukan kepingan puzzle hidupku, kota Jogjakarta dan Bandung merupakan Kota yang menjadi prioritas utama. Kenapa karena dari SMU saya ingin sekali pergi kedua kota ini. Bandung terkenal dengan ITB nya dan kesejukannya serta nuansa religius dan lagi tahun lalu saya ingin mondok 1 bulan disalah satu PONPES disana, ya untuk memperdalam hafalan qur’an saya yang rasanya semakin menurun saja. Sedangkan Jogjakarta terkenal sebagai kota pelajar, segar dan ada beberapa gunung yang ingin kudaki disana (ini gara-gara dulu suka dengar lagu “Mahameru”nya DEWA 19), terus juga disana terkenal dengan banyak buku murah + diskon. Hihihi soalnya terlalu amat sering memesan buku dengan salah seorang teman disana... Dan lagi “pesona merapi” baru-baru ini membuatku ingin bercengkerama dengannya.


Setelah sampai di Nganjuk akupun berangkat bareng orang asli nganjuk. Sebelumnya aku bertanya dulu padanya kalo ke Jogja berapa jam ya?. Dengan mantab dijawabnya 3 jam… (dalam benakku wah… berarti bisa lanjut ke Bandung neh) padahal kemarin rada pesimis untuk bisa mampir ke Bandung juga. Dengan langkah semangat 45’ akupun naik bis bersamanya ke Jogja. Karena hanya 3 jam, niatku yang sebenarnya mau membawa perbekalan yang berbentuk buah-buahan dan snackpun kugagalkan. 3 jam kan bentar gak bakalan terasa, daripada bawa yang berat-berat mending beli jajanan di jalan saja.

Bismillah…
 kuniatkan kembali perjalananku untuk mencari ridho Allah dan mendapat pembelajaran yang berharga. Bispun datang tak lama setelah kami menitipkan motor ditempat penitipan motor. Ketika naik bis, tak lupa kami bertanya kepada kenet bis nya, “Mas, dari sini sampai jogja jam berapa ya??”. Dengan lantang kenetnya menjawab jam 5 sore. Saya dan temanpun menghitung berapa jam yang dibutuhkan, wah ternyata hanya 4 jam-an. Tak terlalu jauh dari prediksi..
“aman” kataku dalam hati.
Lega sekali mendengarnya… bis pun berangkat. Anehnya sampai di Stasiun Nganjuk kami diminta untuk ganti bis. Yang akhirnya pindahlah kami ke bis yang lebih elit (ber-AC) maksudnya, tanpa ada penambahan biaya.   

Bispun berjalan… banyak sekali pedagang asongan naik dan turun bis begitu juga dengan pengamen. Syukurnya lagunya kebanyakan koleksi ebieth kalaupun bukan lagu Hadad Alwi ataupun kalau tidak lagu jawa yang satu katapun tak kumengerti, jadi hanya menikmati iramanya saja. Setelah bis berjalan 3 jam, sayapun mulai gelisah begitupula temanku, pasalnya kami sama-sama gak tahan AC dan naik bis. (he..he.. kompak banget ya J). Kebetulan bangku kami ada 3 sandaran, artinya ada tiga orang yang duduk, kebetulan bapak yang duduk disampingku ini mau ke Solo, kamipun bertanya kepadanya, “Pak, kira-kira nyampai Jogja jam berapa ya?”.
Dan dijawabnya, “ Sekitar jam 7 malam nanti dek..”.
Masih gak percaya dengan pendengaranku sayapun bertanya kembali, “memang berapa jam dari nganjuk ke Jogja pak?”.
Dijawab sama bapaknya, “sekitar 6 jam”.
What??? (muka kupasang agar gak kentara banget terkejutnya)

Sayapun melirik ke teman perjalananku, muka curiga kutunjukkan kepadanya, dengan polos saya bertanya, “Sudah pernah ke Jogja?”.
Jawabnya, “sudah?”.
“Kok beda ya jawabanmu dengan bapak ini?”. Tanyaku lagi.
“iya saya kemarin ikut travel kesana, tapi lupa berapa jam, soalnya sudah lama banget?”

Gedubraaakkk…
Duh… kacau neh. Schedulle ku…. (lebay.com)

Dengan pasrah kami tetap berdiam diri di bis tersebut, hawa dingin AC yang semakin menusuk tulang dan kendaraan yang jalannya gak stabil, soalnya naik dan nurunkan penumpang berikut pedagang asongan dan pengamen. Syukurnya sempat berbekal permen tolak angin sebagai penangkal mabuk. “Duh… kacau” batinku berucap… temanku sudah meminta kantong dan memuntahkan isi perutnya. Sengaja kualihkan pandangan, bisa-bisa saya juga ikut-ikutan neh. Ketika rasa ingin muntah itu muncul cepat-cepat ku kulum permen tolak anginnya.. Alhamdulillah berhasil…
Horee,… gak jadi muntah (dalam benakku berujar… o.. ternyata untuk mengatasi muntah begini ya?.)

Tetes air hujanpun mulai turun..
Dari rintik hingga berkejaran… dan kami semakin kedinginan… soalnya ACnya gede banget euy. Duh.. temanku itu sudah hampir menghabiskan kantong plastik hitamku yang selalu kubawa dalam perjalanan, untuk jaga-jaga sih maksudnya. Sudah habis permen tolak angin yang kumasukkan kedalam mulutku. Hawa ingin muntah itu muncul lagi…
o… tidak…
Permen tolak angin terakhir yang  kumakan ini kuharap dapat mengusir rasa ingin muntah. Tapi dinginnya AC tetap membuatku mengeluarkan isi perutku. Ludes sudah makanan yang kumakan dari tadi pagi. Tak tersisa sedikitpun untuk lambungku mengelolanya…
Kejam sekali ya.. (Huahahahaha… extralebay.com).

Setiap saat kami berharap agar perjalanannya segera sampai, tapi kok rasanya semakin lama. Duh kalau dingin ini gak berhenti bisa keluar lagi isi perutku yang sudah ludes tadi. Dengan mimik yang lugu kutanya sama bapak disebelahku, “pak bisa tolong matikan  ACnya gak?”..
Bapak itupun segera mematikan ACnya. Alhamdulillah hawa dingin berkurang.

Ckckckckck…
Ini akibatnya neh malu bertanya cara mematikan AC jadi sengsara deh. Padahal kalo AC dimatikan pastinya isi perutkan akan tetap aman. Dan lambungkupun akan bekerja dengan ikhlas. Tapi rasanya tak terlalu ngaruh sama temanku. Hampir sepuluh kantong dihabiskannya.
Mantab dah… mengalahkan rekorku..
He..he.. (kok saya jadi jahat begini ya L

Rasanya seabad, ketika kulihat tulisan “Oleh-oleh khas Jojga” di board…
Alhamdulillah akhirnya sampai juga di Jogja, setelah melewati sedikit kemacetan. Rasanya menemukan nadiku kembali.
Jogja… I’m coming…

Sampai di terminal Giwangan, saya langsung mencari tempat duduk untuk menghirup udara segar yang sebenarnya gak segar-segar banget karena dekat WC dan debu serta asap knalpot bis-bis. Tapi fikirku masih mending lah daripada di dalam bis yang super sumpek. Dan lagian temanku sedang melepas hajat di bilik perenungan yang ada disitu.

Tempat duduk yang kududuki saat ini ternyata berdekatan dengan para satman terminal. Diajaknyalah saya ngobrol, dengan bahasa jawa lagi, duh… dalam bis saya memang belajar satu kata dalam bahasa jawab: “Boten” sambil melambaikan tangan. Maknanya “nggak” kalau dalam bahasa melayu. Syukurnya nih bapak menggunakan bahasa jawa yang masih biasanya kudengar. Tapi kujawab dengan bahasa indonesia. Dia ngomongnya dengan mencampurkan bahasa Jawa dan Indonesia. Ya, kalau saya gak terlalu mengerti, ku pasang senyum ala ‘Aa Gym saja. Tapi nih bapak merasa saya ngerti bahasa Jawa kali’ ya. Ngomongnnya jauh banget, kagetku dibuatnya, mungkin bagi mereka itu obrolan umum, bagiku itu obralan yang rada gimana gitu ya.

Dia bicara tentang Tahun baru, pesta seks bebas di Kaliurang, terus dia cerita juga tentang banyaknya pasangan kumpul kebo disini. Disebutkannya tempat-tempatnya. Terkejut saya dibuatnya. Lalu saya bertanya, “Memang masyarakat disini gak marah Pak?”.
“Masyarakat disini pada tahu kok neng, ada masyarakat yang membiarkan ya disitulah banyak pasangan kumpul kebonya bermukim, tapi jika pemukiman masyarakat gak membolehkan, ya tidak adalah disitu.”
Disebutkannya kumpulan itu kebanyakan adalah mahasiswa…
Mendengarnya membuat hatiku semakin teriris..

Yang membuatku terkaget-kaget adalah bapak itu mengira aku termasuk mahasiswa yang sedang mengunjungi pacarnya dan akan kumpul kebo,…
Astagfirulllah… !!!
apa tampangku kayak gitu ya, kulihat lagi pakaianku dari ujung kaki sampai ke atas, jilbabku menutupi dada, terus lumayan gede.
“Ya Allah”… ucapku dalam hati, apa bapak ini buta ya, masak dia mencurigai perempuan berjilbab.
Tapi ketika otakku mulai bekerja, berarti disini jilbab itu bukan ukuran untuk menghormati perempuan, bisa jadi bapak ini menemukan gadis-gadis berjilbab seperti saya dan hanya menjadikannya sebagai kedok saja.
Astagfirullah.. astagfirullah..

Syukurnya temanku kembali pada saat yang tepat, sehingga membuat kami tidak meneruskan percakapan. Alhamdulillah…

Sambil berjalan menuju masjid terdekat,,, saya masih berfikir tentang percakapan yang aneh tadi…

*Jogja, Giwangan 3 January 2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar